Jumat, 03 Juli 2009

TAARUF YUEK,,,,,,

Seorang akh yang aktifis baik kampus, sekolah dan syabiah karena masih menjadi seorang jejaka, maka tak jarang ia sering membatin, berangan-angan, dan bercita-cita membentuk rumah tangga Islami dengan seorang Muslimah sholihat yang menyejukkan hati dan mata. Alangkah bahagianya menjadi seorang suami dan seorang "qowwam" yang "qooimin bi nafsihi wa muuqimun lil ghoirihi" (tegak atas dirinya dan mampu menegakkan orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya). Juga menjadi 'imam yang adil' yang akan memimpin dan mengarahkan isteri dan anak-anaknya.

Dan si akh pun bertekad bahwa ia sesungguhnya tak akan menilai kecantikan wajah calon istrinya dibalik jilbab yang dia kenakan, serta harta yang dimilikinya sebagai daya tarik untuk menikahinya. Tapi kecantikan hati, perilaku, serta ketaatannya kepada Dienul Islam itu yang utama. Karena dia ingat akan ajaran Rasulullah SAW yang sampai kepadanya : “ Janganlah engkau peristrikan wanita karena hartanya, sebab hartanya itu menyebabkan mereka sombong. Dan jangan pula kamu peristrikan wanita karena kecantikannya, karena boleh jadi kecantikannya itu dapat menghinakan dan merendahkan martabat mereka sendiri. Namun peristrikan wanita atas dasar Diennya. Sesungguhnya budak hitam legam kulitnya tetapi Dienya lebih baik, lebih patut kamu peristrikan “. (HR. Bukhori)

Sejurus dengan posisinya sebagai aktivis dakwah dan amanah yang diembannya maka wajar kalau dia berpandangan bahwa pernikahannya bukan sekedar menikah saja, memilih calon suami, melafadzkan ijab kabul, melangsungkan pesta walimahan dan selesai. Justru ketika menikah, dia tengah memulai awal baru dari perjalanan dakwahnya. Pernikahannya adalah sebuah rekayasa dakwah global yang akan semakin melancarkan akselerasi dakwah itu sendiri. Akan ada network dakwah yang dibangun lewat pernikahannya itu. Bagaimana tidak? Ketika dia menikah, tonggak-tonggak dakwah yang baru dan kuat semakin jelas kekuatannya karena dia tidak menjalani dakwahnya sendirian saja. Dan akhirnya Sehubungan dengan beberapa amanah yang menuntutnya dalam menuangkan konsep dan pemikiran maka dia sangat memerlukan seorang pendamping sekaligus partner dakwah yang bisa diajak diskusi dan menyelesaikan segala qodhoya yang ada.

Alangkah menenangkannya mempunyai seorang isteri yang akan dijaganya lahir dan batin, dilindungi dan disayanginya karena ia adalah amanah Allah SWT yang telah dihalalkan baginya dengan dua kalimat Allah SWT. Ia bertekad untuk mempergauli isterinya dengan ma'ruf (QS An-Nisa:19) dan memperhatikan hadits Rasulullah SAW tentang kewajiban-kewajiban seorang suami. "Hanya laki-laki mulialah yang memuliakan wanita." "Yang paling baik di antara kamu, wahai mu'min, adalah yang paling baik perlakuannya terhadap isterinya. Dan akulah (Muhammad SAW) yang paling baik perlakuannya terhadap isteri-isteriku." "Wanita seperti tulang rusuk manakala dibiarkan ia akan tetap bengkok, dan manakala diluruskan secara paksa ia akan patah." (HR. Bukhari dan Muslim)

si Akh pun bertekad meneladani Rasulullah SAW yang begitu sayang dan lembut pada isterinya. Tidak merasa rendah dengan ikut meringankan beban pekerjaan isteri seperti membantu menyapu, menisik baju dan sekali-sekali turun ke dapur seperti ucapan Rasulullah kepada Bilal : "Hai Bilal, mari bersenang-senang dengan menolong wanita di dapur." Karena Rasulullah suka bergurau dan bermain-main dengan isteri seperti berlomba lari dengan Aisyah r.a. (HR Ahmad), maka ia pun berkeinginan meniru hal itu serta menyapa isteri dengan panggilan lembut 'De', ‘Nda’ atau 'Yang'.

Sejurus kemudian ketika si Akh disodorkan biodata oleh Murobbinya yang menurut Murobbinya merupakan calon Pasangan yang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq, dan komitmen dengan Islam. Mereka sama-sama berazam bahwa pernikahan adalah ibadah, pernikahan adalah dakwah dan pernikahan adalah drama manusia ideal.

Akhirnya pada saat selanjutnya, tibalah saatnya untuk proses taaruf, si Akh berpikir daripada berangan-angan terus lebih baik action.......dan taarufpun dimulai, si Ukh didampingi Murobiyyahnya begitu pula si Akh didampingi Murobbinya.... proses taaruf dimulai dari mulai jam 8 pagi dihari Ahad...ketika hari beranjak siang..proses taaruf berjalan dengan alot, si akh banyak mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan berupa kasus dan penyikapan si akhwat...tapi tentunya sebelumnya pada proses awalnya si akh menyanyakan kejelasan, aktifitas dan keikhlasan si ukh untuk menerima dirinya apa adanya dan tetap dijalan dakwah...sampai waktu dzuhur tiba, belum ada tanda-tanda proses taaruf akan berakhir karena si akh masih banyak pertanyaan yang harus dijawab si ukh...akhirnya diputuskan untuk break ISHOMA dan dilanjutkan kembali setelah rehat....dan waktu pun beranjak sore....maka murobbi si akh dengan cukup bijak mencoba meng cut acara taaruf..dan langsung menanyakan kesimpulan akhir dari keduanya karena kalau dibiarkan terus ga bakalan habis-habisnya pembahasannya yang kata si akh biar kenal calon secara keiikhlasannya, kafaahnya dll....yang pertamakali ditanya adalah si ukh....Bagamaimana ukhti mau terus lanjut ke proses selanjutnya atau cukup sampai disini...si ukh menjawab ," Ana sih terserah ikhwannya...". " nah antum bagamana Akh?..kata Murobbinya......si akh tidak buru-buru menjawab, ntah masih ada yang mengganjal atau belum puas, cuma satu hal yang ada dibenak si akh..si ukh ini menurutnya kurang puas dalam menyampaikan pendapat atas kasus-kasusnya dan akhirnya dia merasa kurang sreg sedangkan dia punya segudang idealisme...cuma dia bingung, jawaban apa yang harus disampaikan dalam forum tersebut...karena murobbinya mendesak agar ada jawaban dari si akh..."Akhi cepat lah antum kasih keputusan prosesnya diteruskan, dicukupkan sampai disini atau antum perlu waktu tambahan untuk taarufnya...tapi masa dari jam 08.00 sampai jam 15.00 masih belum cukup juga".....akhirnya dengan berat hati dan pelan namun pasti..si akh bilang....." Afwan Ustadz tadi ana sedang study kasus....". pelan namun dalam begitulah yang dirasakan si ukh hingga timbul keringat dingin dan wajahnya lama-lama menunjukan perubahan warna dari kecoklatan-kemerah-merahan dan akhirnya keputih-putihan hingga dia tak sadarkan akan dirinya lagi....waduh akh antum sebelum ketahuan 'Jejak Kasus' antum bisa berabe..antum pikirkan lagi tuh keputusannya...kasihan tuh akhwatnya ..........
Sehubungan dengan waktu yang sudah masuk waktu sholat ashar maka...murobbi ikhwan minta izin sama murobbiyah akhwat untuk sholat ashar dulu sambil melakukan lobi-lobi sama si akh (lobi-lobi walimah loh...bukan lobi-lobi politik) sambil berpesan agar si ukh di sadarkan dan bersabar atas apa-apa yang sudah terjadi....dengan segenap kasih sayang sang murobbiyah akhirnya si ukh lambat laun kesadarannya mulai pulih..aksi yang pertama adalah langsung memeluk murrobiyahnya sambil menuangkan segenap perasaannya...bagaimanapun juga pintu gerbang kebahagiaan bagi dia sebagai seorang sitri yang sholihat yang tergambar dibenaknya sudah kosong ...bagaimanapun juga dia punya mimpi yang selalu bermain dalam benaknya dan yang kemudian menjadi tekadnya adalah keinginan menjadi isteri shalihat yang taat dan selalu tersenyum manis. Pendeknya, ingin memberikan yang terbaik bagi suaminya kelak sebagai jalan pintas menuju surga.
Tekad itu diperolehnya setelah mengikuti berbagai 'tabligh', ceramah, dan seminar keputerian serta membaca sendiri berbagai risalah. Bahkan banyak pula ayat Al-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan hal itu telah dihafalnya, seperti "Ar Rijalu qowwamuna alan nisaa'...","Faso lihatu qonitatu hafizhotu lilghoibi bima hafizhallah..." (QS. An-Nisa ayat 34). Juga Hadits :"Ad dunya mata', wa khoiru mata'iha al mar'atus sholihat." (dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah isteri sholihat). Atau, hadits "Wanita sholihat adalah yang menyenangkan bila dipandang, taat bila disuruh dan menjaga apa-apa yang diamanahkan padanya. Begitu pula hadits "Jika seorang isteri sholat lima waktu, shaum di bulan Ramadhan dan menjaga kehormatan dirinya serta suaminya dalam keadaan ridha padanya saat ia mati, maka ia boleh masuk surga lewat pintu yang mana saja. (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits yang berat dan seram pun dihafalnya, "Jika manusia boleh menyembah manusia lainnya, maka aku perintahkan isteri menyembah suaminya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)

Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia serta qona'ah seperti Khadijah r.a. benar-benar terpatri kuat di benak si ukh dan jelas ingin ditirunya. Maka, tatkala Allah SWT memberikan kesempatan untuk berproses untuk mendapat jodoh seorang Muslim yang sholih, 'alim dan berkomitmen penuh pada Islam, si ukh pun melangkah dan begitu menyelami proses yang tadi dilakukan dengan mantap. Begitu khidmat dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.

...dengan nasihat penuh cinta dan dekapan kasih sayang..murobbiyah si ukh membisikan sesuatu kepada si ukh, " Biar nanti ana yang menyelesaikan masalah ini...anti tenangkan dulu pikiran..ambil air wudhu, shlat ashar dan jangan lupa tilawah.....

...singkat cerita, si akh dan murobbinya sudah masuk kembali dan berkumpul dengan si ukh dan murobbiyahnya....tanpa basa-basi..murobbi si akh memohon maaf atas apa yang terjadi dan kemudian menanyakan kepada murobbiyah si ukh sikap selanjutnya........dengan tenang dan wibawa seorang ustadzah, beliau berkata," si ukh siap maju ke proses selanjutnya..........tapi dengan antum."..........Subhanallah...hanya pujian atas kebesaran Allah yang ada di dada sang murobbi si akh....dia ga bisa beralasan lagi, masa mau mengkuti langkah binaannya..apalagi lebih lanjut murobbiyah si ukh mengatakan..."Antum jangan beralasan lagi...antum kan udah siap." ............

Murobbi si akh dan si ukh pun ditakdirkan Allah SWT untuk menikah. Pasangan yang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq, dan komitmen dengan Islam. Mereka sama-sama berazam bahwa pernikahan adalah ibadah, pernikahan adalah dakwah dan pernikahan adalah drama manusia ideal. Hingga mereka senantiasa menguatkan niat dalam menyertai berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan. Mulai dari, menebar undangan walimah, menyelenggarakan walimah. Karena mereka sadar bahwa proses pernikahan yang sederhana dan mudah insya Allah akan mendekatkan kepada bersihnya niat. Karena pernikahannya itu merupakan ibadah, maka mereka mengatur pelaksanaannya dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum syara’ (aturan islam). Pandangan mereka adalah pandangan islam dan dalam pandangan islam, walimah atau resepsi pernikahan adalah sesuatu yang dianjurkan untuk diadakan, betapapun sederhananya. Hal ini merupakan formalisasi dari pernikahan agar masyarakat mengetahui secara resmi pernikahan itu. Dengan demikian secara sosial akan menghilangkan hal-hal yang mengarah kepada fitnah. Walaupun dalam pelaksanaannya mereka terbentur oleh pertentangan dari keluarganya, dan mereka melewatinya dengan sempurna setelah melalui berbagai sosialisasi dan penjelasan kepada keluarga mereka.

Dan mereka sepakat pernikahannya haruslah memenuhi kriteria Lillah, Billah, dan Ilallah. Yang mereka maksud Lillah , ialah niat pernikahannya itu karena Allah. Proses dan caranya harus Billah , sesuai dengan ketentuan dari Allah. Termasuk didalamnya dalam pemilihan calon, dan proses menuju jenjang pernikahan (bersih dari pacaran / nafsu atau tidak). Terakhir Ilallah , tujuannya dalam rangka menggapai keridhoan Allah. Sehingga dalam penyelenggaraan pernikahan mereka tidak bermaksiat pada Allah, misalnya : adanya pemisahan antara tamu lelaki dan wanita, tidak berlebih-lebihan, tidak makan sambil berdiri (adab makanan dimasyarakat biasanya standing party-ini mereka hindari, karena mereka berpendapat tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang demikian), Pengantin tidak disandingkan, mereka senenatiasa mengingatkan para tamu tentang adab mendo'akan pengantin dengan do'a : Barokallahu laka wa baroka 'alaikum wa jama'a baynakuma fii khoir.. (Semoga Allah membarakahi kalian dan melimpahkan barakah kepada kalian), tidak bersalaman dengan lawan jenis, Tidak berhias secara berlebihan ("Dan janganlah bertabarruj (berhias) seperti tabarrujnya jahiliyah yang pertama" - Qs. Al Ahzab (33),

Betapa indahnya pertemuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan Allah. Pernikahan mereka bukanlah semata-mata pertemuan dua insan yang berlainan jenis, melainkan pertemuan dua ruhani yang sedang meniti perjalanan menuju Allah, kekasih yang mereka cintai. Itulah mereka yang telah mewujudkan pernikahan ruhani. Yang selama ini terngiang-ngiang dibenak mereka terjawab sudah “ KALO KITA BERKUALITAS DI SISI ALLAH, PASTI YANG AKAN DATANG JUGA SEORANG (JODOH UNTUK KITA) YANG BERKUALITAS PULA “.

Dan merekapun sah menjadi pasangan suami istri. dua pasutri yang sebelumnya tidak saling kenal tentunya kekakuan yang berada ditengah-tengah mereka, seperti saat itu, malam pertama....." ukhti udah beres belum, ga ada yang dikerjainkan ....", si ukh pun protes..." kok manggilnya ukhti......". " Habis mau dipanggil apa dong mba, yayang, dinda..ato apa......yah udah kalo gitu kita sekarang syuro tapi dengan satu syarat ya....sini tangan ukhti, sambil syuro ana ingin kita sambil berpegangan tangan, agar mulai detik ini juga dosa-dosa ana berguguran...", masih dengan mimik cemberut " ga usah ah....abis manggilnya ukhti..". " lah kan belum ada kesepakatan, syuronya aja belum mulai...jadi SK belum turun...yah udah tuan putri kita syuronya dimulai aja....agenda pertama panggilan terus ngebahas ekonomi keluarga, rencana kedepan serta evaluasi dari mulai proses taaruf sampai sekarang, kita tidak ingin sedikit pun ruang tersisa yang memungkinkan kemaksiatan pada Allah yang pada akhirnya nanti mengurangi kebarokahan pernikahan mereka...". si ukh berujar " baiklah baginda raja yang aktifis...." dan pembicaraan diantara mereka pun mengalir yang ikut menggerus kebekuan diantara mereka, cuma satu hal yang belum....si ukh belum berani melepas jilbabnya...dan malam pertamapun mereka habiskan untuk syuro........

Pada hari kedua sejak mereka bersatu dalam ikatan suci...si ukh sudah menjalankan tugas sebagai isteri yang sholihat, melayani suaminya dengan sepenuh keikhlasannya, dan masih cuma satu yang belum dia penuhi permintaan suaminya, yaitu melepaskan jilbabnya, karena bagaimanapun juga dia tidak terbiasa dan belum pernah memperlihatkan mahkotanya didepan makhluk yang namanya ikhwan, walaupun ikhwan yang bersamanya saat ini adalah sudah resmi menjadi suaminya....tapi akhirnya......sore itu, si ukh habis mandi dan keramasi rambutnya, sehingga jilbabnya basah ....ketika masuk kamar, dilihatnya suaminya matanya tertutup. sehingga dia kira lagi tidur, dan dia bisa dengan bebas mengeringkan rambutnya dan menyisirnya.....
padahal waktu itu suaminya lagi pura-pura tidur sambil membatin , ....." duh dinda, Pertama-tama adalah mesti anti sadari, bahwa sesungguhnya ana tak akan menilai kecantikan wajah dinda dibalik jilbab yang dinda kenakan, serta harta yang dinda miliki sebagai daya tarik untuk menikahi dinda. Tapi kecantikan hati, perilaku, serta ketaatan dinda kepada Dienul Islam itu yang utama.
Memang hal ini sangat musykil di zaman yang telah penuh dengan noda-noda hitam akibat perbuatan manusia, sehingga wanita-wanitanya sudah tidak malu lagi untuk menjual kecantikannya dan berlomba-lomba memperlihatkan aurat dengan sebebas-bebasnya demi memuaskan hawa nafsu jahatnya.
Namun itulah yang diajarkan Rasulullah SAW, kepada kita melalui haditsnya : “ Janganlah engkau peristrikan wanita karena hartanya, sebab hartanya itu menyebabkan mereka sombong. Dan jangan pula kamu peristrikan wanita karena kecantikannya, karena boleh jadi kecantikannya itu dapat menghinakan dan merendahkan martabat mereka sendiri. Namun peristrikan wanita atas dasar Diennya. Sesungguhnya budak hitam legam kulitnya tetapi Dienya lebih baik, lebih patut kamu peristrikan “. (HR. Bukhori)
Dan Allah pun tak akan melihat kebagusan wajah dan bentuk jasad dinda. Tapi Dia menilai hati dan amal yang dinda lakukan. Hendaknya dinda yakin bahwa wanita-wanita salafusshaleh adalah panutanmu, yang telah mendapat bimbingan dari nabi Muhammad SAW......tapi kenapa juga dinda belum melepaskan jilbabnya, kan ana pengen tahu apakah dinda ada kupingnya ato ngga....baiklah kalo gitu ana harus bikin strategi....

ketika si ukh melonggarkan jilbabnya sambil duduk membelakangi suaminya yang dilihatnya lagi tidur...dia mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk kering dan menyisirnya....tapi ketika dia menyisir merasa kesusahan juga....abis nyisir kok jilbabnya ga dilepas ribet amat ya....dan akhirnya setelah dia melirik suaminya masih pada posisi semula, lalu dia melepas jilbabnya dan menyisir rambutnya dengan cepat......namun ketika dia asik menyisir rambut, tiba-tiba, suaminya menyergapnya dari belakang......"Nah kan sekarang ketahuan, dinda kupingnya lengkap dan subhanallah cantiknya".....sambil tergagap, dan meronta si ukh....' Masya Allah.....Subhanallah, Atagfirullah...dan ketika pelukan suaminya lepas, dia langsung mendaratkan pukulan keperut suaminya, cubitan dan jurus-jurus bela diri praktis bagi seorang istri....sambil ketawa, dan canda mereka berdua mulai merajut keharmonisan dan kemesraan suami istri....

http://harokah.blogspot.com/2005/12/ana-udah-siaptaaruf-ahhh.html

Satu kalimat pembuka yang susah, mau tanya aja, ” Sudah punya pacar belum?” [ lho..?!?!? ]. Pacaran, sudah perkara basi untuk dibahas. Tapi kenapa juga, masih banyak orang yang pacaran. Bahkan kuantitasnya makin lama makin menjadi. Dan lebih miris lagi virus ini menjangkiti mereka yang katanya udah “ngerti” agama. Hayo..?!?!?
Teringat, sebuah pertanyaan teman ROHIS SMA yang sedang futur waktu itu. lantaran ada ikhwan yang menembaknya, [ wuih ternyata mati beneran ]. Dia pernah bertanya, ” Mang kalo mau menikah tanpa pacaran, mang bisa ?” Belum sempat saya menjawabnya ia emberondong lagi dengan pertanyaan yang lain ” Mang bisa kita menikah dengan orang yang ga jelas kepribadiannya?” ” Mang bisa kita langsung enjoy hidup dengan seseoarng yang kita kenal asal usulnya..?” ” Mang bisa…” Belum sempat aku menjawab, dia sudah ngeloyor pergi. Sebuah ekspresi yang sulit sekali aku melupakannya.[ Duw..]
Pacaran, kenapa dilarang?. Sudah ku katakan hal ini sudah basi untuk dibahas. Tapi ingatan itu masih terlalu jelas untuk tidak kutulis menjadi sebuah tulisan. sebuah tulisan yang tidak bermaksud untuk mendoktrin, tidak bermaksud untuk menggurui, bukan maksud hati ingin menyakiti, dan bukan maksud hati pula sok suci. Open ur eyes, open ur mind. Sungguh.. i love u coz Alloh semata, tulisan ini kutulis untukmu. Sungguh, karena aku sangat menyayangimu, kuberanikan lagi menulis ini untukmu. Sungguh, karena aku sangat menghormatimu kubiarkan lentik jari terus menari.
Teringat lagi, sebuah perjalanan makan malam keluarga bersama umi dan abi. Warung sate, langganan kami. Tiba-tiba datang seorang bapak-bapak datang menyapa, memberikan setuas senyum kecil menawannya. kami-pun tersenyum padanya. Ada perasaan laen yang kurasakan, entah apa itu, hawa yang lain. Tiba-tiba pula datang seorang perempuan berjilbab kecil memberikan senyum manisnya untuk kami, kami-pun tersenyum padanya. Sungguh suatu aib jika membuka aib keluarga, tapi insya Aloh ini bukan aib. Seperti layaknya keluarga yang lain, manisnya keindahan keluarga kurang berasa tanpa garam. Begitu juga sebuah miniatur kebahagian keluarga adakalanya juga terkoyak oleh sesuatu apapun itu, namanya juga kehidupan ada suka dan duka saling melengkapi. Ceritanya, sehabis makan malam itu abi dan umi bertengkar. Sebenarnya ga mau nguping, tapi terdengar sendiri pertengkaran itu, hanya karena kedua orang yang kami temui di Warung sate malam tadi. Usut punya usut, ternyata kedua orang itu pada waktu mudanya pernah terlibat asmara dengan umi ataupun abi, katanya seh sempat pacaran. untung saja pertengkaran kecil tadi, cuman sebentar. Kalo lama-lama pasti saya udah nangis. [ hiks hiks ]
Dari sini saya berkesimpulan, mau ga mau hubungan 2 insan lain jenis, itu mampu menimbulkan kesan tersendiri. Entah itu nol koma berapa persen pasti ada kesan tersendiri, mungkin juga aku dengan kamu yang membaca tulisan ini pernah juga ada kesan. [ halah.. lha kok PD ]. So, boleh jadi kamu yang sekarang yang lagi pacaran, juga akan mempunyai kesan terhadap pacar kamu yang nantinya akan berefek ga baik pada keluarga yang kamu bina kelak.
Teringat lagi, akan sebuah cerita seorang temen yang suka ngajak curhat, ” Pacarku ga pernah bisa memberikan kebahagian kayak pacarku yang dulu.. ” ( sambil terisak-isak ) Saya harus ngomong apa coba, kalo diajak curhatan masalah beginian. Saya bilang nyeplos aja, ” Boleh jadi pacarmu berikutnya juga bilang hal yang sama seperti itu ” [ huu.. jahat banget seeh ]. saya juga ga nyadar juga, kata-kata sensitif itu akhirnya keluar juga, pada dasarnya saya benci pacaran, eh malah diajak curhatan beginian so hilang degh kesabarannya. Tapi ternyata ada ibrohnya juga, yups anda benar cewek tadi sekarang ga pacaran lagi [ Alhamdulillah tenan..]. Pacaran akan menimbulkan efek banding membandingkan.
Belum lagi kalo pacarannya ngenes, alias menyeramkan!. Dari sisi manapun. wanitanya selalu dirugikan. Yach, kalo cuman pegang-pegangan, kalo lebih dari itu lha sangat repot. Enak aja itu cowok, menikmati keindahanmu, sedang kamu ga diberikan imbalan apa-apa, paling-paling cuman rayuan, traktiran, dan barang pemberian, heran ya.. kok mau maunya keindahan diganti dengan barang yang kenikmatannya hanya beberapa detik saja. So, apa pendapatmu selanjutnya? masih mau pacaran?.
Terus kalo ga pacaran, gimana nikahnya?. Ya ta’ruf dong. Ta’aruf artinya perkenalan. Lalu berapa seseoarang memasuki tahap ta’aruf?. Sebenarnya ga ada dalil yang pas yang menerangkan dengan jelas. Tapi klo bisa ya secepatnya. Nah, yang ingin saya tekankan tuh disininya. Kadang memaknai ta’aruf dengan pacaran Islami. Jujur, saya sendiri sebenarnya paling sebel kalo nama sesuatu ditambah-tambahin dengan embel-embel Islami untuk melegalkan sesuatu yang semestinya tidak legal.
salah seorang teman pernah mengeluhkan, lha wong ta’arufnya sudah jalan selama 2 bulan eh kok ga jadi nikah seeh. Ya memang bukan jaminan, ketika ta’aruf langsung jadi nikah. Karena ada faktor x yang mungkin bercokol didalamnya. Trus ada teman lagi yang mengeluh, ” ihh ga syar’i banget seeh.. masak si ikhwan datang mulu ke kost..” yang lain nimpalin ” Eh gapapa no, khan mereka sudah ta’ruf 3 bulan lagi mau nikah ..”. Hah, jadi seperti ini potret remaja Islam kita. [ Sedih campur sebeel ]
Akhi wa ukhty yang namanya ta’aruf itu tuh bukan seperti pacaran Islami. Belum halal untuk dimiliki, walaupun sudah di khitbah. Khitbah ( peminangan ) itu aja sudah yang benar-benar mendekati fase-fase nikah aja masih belum halal untuk diperlakukan sebagai suami/istri. Egh ini malah-malah baru ta’aruf sudah seperti ini. ” Ya Muqollib Al qulub tsabiit, qulubananaa fii diniik! ” wahai yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati ini selalu dalam agamaMu. Hati sesuatu yang tidak bisa ditebak, susah dimengerti, dan susah untuk dijaga. Seeiring berlangsungnya fase ta’aruf semoga hatimu selalu terjaga, masih terhijab olehNya, masih terhijab oleh takut akan siksaNya. Huallohu ‘alam saya nanti, tapi kalo sudah seperti kasus ini saya sangat benci. [ duw malah curhat..]
Saya sempet kaget, ada banyak metode berta’aruf dengan calon pasangan. Pernah saya berdiskusi dengan salah seoarng teman salafy [ entah salafy abu nida, atau abu isa, atau anu yahya]. Ta’aruf bisa dilakukan dengan 3 metode
1. Melihat muka dan telapak tangan. Ini hadis yang meriwayatkan ada lh0.. Telapak tangan yang bagus seorang wanita [ ini juga kata hadist neeh ..] yang runcing jarinya, dan di pangkal kuku ada putih-putihnya. Semakin lebar putih-putih kukunya makin bagus, katanya seeh menandakan kesuburan wanita itu.
2. Melihat seluruh tubuhnya. Ya bukan calonnya yang melihat, tetapi menyuruh orang untuk melihatnya, apakah sesuai dengan keinginan atau tidak. Kalo tidak ya sudah dibatalkan, kalo sesuai ya lanjut. Tapi ada yang pernah bilang, calonnya juga gpp. [ wah pas waktu diskusi gitu, saya langsung marah-marah..! huu dasar ikhwan..! Fisik banget seeh]
3. Memberikan biodata diskripsi diri. watak dan fisik tanpa foto. Gitu ..
Beda lagi klo teman dari tarbiyah PKS [ hehhe bukan maksud hati menonjolkan golongan-golongan] hanya biar nampak aja perbedaan metode taarufnya. Setiap kader yang sudah siap nikah diberikan proposal pernikahan, jangan salah proposal nikah ini berbeda formatnya dengan proposal lembaga untuk nyari sponsorship [ hehe ]. setelah proposal nikah tadi diisi, bisa liat form proposal nikah di http:/dudung.net waktu itu masih ada tulisannya. Nah proposal berisi biodata diri, foto dan kriteria calon yang diinginkan. Boleh diberikan kepada calonnya langsung [ klo udah punya calon dan calon udah siap nikah juga ] atau diserahkan ke murrobi untuk selanjutnya diproses. kalo udah beberapa proses ta’aruf, eh ternyata ga jadi melulu, maka kader tadi akan diikutkan dalam dauroh. namanya Dauroh SAMARA. Ada 3 tahap dauroh SAMARA, dari dauroh SAMARA 1-3.Selang diikutkannnya dauroh, ia akan terlibat proses ta’aruf terus. Ya namanya juga dauroh SAMARA materinya juga mengulas tentang keluarga abis degh. Metode ini juga pas ta’aruf nya ditemani orang lain, biar syetan ga muncul diantara keduanya. So pacaran, metode pra nikah yang kuno dan ga syar’i berdosa lagi.
Tapi bagaimana mungkin bisa menjaga hati kalo ta’arufnya aja lama banget. Yach gimn lagi ada alasan ini alasan itu yang ga bis aditolelir, kunci nya cuman satu pren, jaga intensitas ketemu. Ga usah sering telpon-telponan, ga usah sering sms-an, klo tinggal nunggu kenikmatan sebentar lagi, kenapa harus nyuri-nyuri, kenapa ga sabar, sedang rosul saja begitu sabarnya menunggu aisyah sejak dipinang pada usia 9 tahin untuk menjadi istrinya, beliau juga manusia yang punya nafsu juga lho.. . Subhanalloh Rosululloh bisa, kenapa kita enggak. So benar-benar kita baru dalam kondisi istijrot, sedang diberi ujian kenikmatan maka janganlah lalai. Bahkan ada fenomena ngetek duluan, nembak dulu, nikahnya ntar pas abis lulus, duw lamanya, bisa tahan??. Bisa jamin kamu tidak mati dalam kondisi yang hati yang sakit karena ternodai?
” Sesungguhnya yang kutakutkan atas umatku adalah fitnah syahwat dan fitnah syubhat.. ” Rosululloh aja khawatir ke kita, kenapa tidak boleh aku khawatir terhadapmu.
Teringat lagi orang-rang kereen yang kukagumi, seoarng mbak kost ku dulu di AN-NISA. 3 hari sebelum hari H walimahan, ia mengumpulkan kami sambil makan bareng dia bialng kalo 3 hari lagi ia akan menikah, kita shock abis, kenapa ia ga cerita-cerita sama sekali ketika ia mengambil keputusan besar itu. Dan darinya kami tidak mendapati zina hati secuilpun, wuih kereen, bukanlah keren karena ia modis abis, bukanlah keren karena beliau cantik abis, tapi kereen yang bisa menjaga izzahnya sampai tak pacaran hingga pernikahan. Dan setelah hari H nya subhanalloh sekali ikhwan suaminya itu perfect banget keikhwanannya, sekufu degh. Sungguh alloh maha tahu, siapa yang terbaik untuk hambanya. Dan usut punya usut ikhwan tadi juga ga pernah tuh namanya pacaran, kereen tho. Semua pasti menginginkan yang masih benar-benar virgin hatinya, belum pernah menduakanNya, hingga akupun menginginkan orang yang menjadi pendampingku nanti adalah orang yang menjadikanku cinta pertamanya, belum pernah mencintai orang lain dan berpacaran dengan orang lain.. [ hehe .. just a dream ] Boleh jadi apa yang kita inginkan, tidak sama dengan apa yang kita dapatkan, semua Alloh-lah yang mengatur. Sekarang yang jadi kunci utamanya adalah perbaiki diri dulu, insya Alloh orang yang diberikan kepada kita adalah orang yang selalu memperbaiki diri, amien..!
” Sesungguhnya wanita yang baik untuk lelaki yang baik ”
saling memberi nasehat zaw, nasehati imel juga..


http://melati-asih.web.ugm.ac.id/2006/06/09/taaruf-vs-pacaran/

Menikah itu mulia…
Untuk tujuan mulia, caranya harus mulia juga, dong.
Pakai jurus taaruf, deh…
Dijamin proses nikahmu beda… lebih seru!

Lengkapnya bisa kamu baca di buku ini.
Selain akan memberimu gambaran yang lebih jelas tentang taaruf,
kamu juga bakal dapat panduan komplit.
Pengin tahu cara taaruf yang benar, menentukan kriteria calon suami atau istri, atau pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan saat taaruf, bahkan cara mengatasi kesedihan kalau taarufmu kandas di tengah jalan?
Jangan lupa juga soal taaruf ganda… hati-hati lho!
Semua dikupas tuntas, termasuk apa aja sih Do’s & Don’ts-nya, biar taarufmu tetap syari?

Pastinya ini buku wajib buat kamu.
Semua yang kamu perlu tahu tentang taaruf, ada di sini!


Nikah tanpa pacaran itu asyik. Pertama, taaruf, agar kita bisa lebih mengenal calon pasangan. Lalu khitbah alias lamaran, dan setelah itu menikah deh. seperti yang saya alami proses seluruhnya hanya 3 bulan! Kini Alhamdulillah, saya dan suami sudah berumahtangga 12 tahun. (Helvy Tiana Rosa)

Taaruf berjuta rasanya, berjuta juga grogi n bingungnya. Mesti ngapain, ya? Nanya apa, ya? Siapa bilang taaruf nggak butuh panduan? Hmm… buku ini bakal ngasih panduan keren buat kamu. Tak kenal maka taaruf, uhuii! (Rahmadiyanti, Redaktur Annida, Penyusun Buku “Nikah Sama Bule.”)

Dengan taaruf, muslimah nggak digantung hubungan nggak jelas. Dan sekalipun taaruf belum berakhir di pelaminan, kehormatan muslimah tetap terjaga, insya Allah. (Asma Nadia)

Nikah tanpa pacaran, asyik banget! Dengan tidak terlalu kenal sebelumnya, relasi bisa dimulai dengan persepsi NOL. So, kalau ada sedikit perilaku atau sifat yang kurang cocok, lebih mudah belajar memakluminya. Kalo ada yang 'sesuai selera', jadi seneeeeng banget'. (Jazimah Al Muhyi, Penulis Buku “Jangan Sembarang Nikah Dini.”)

Asyiknya nikah tanpa pacaran? Setelah nikah masih terasa nuansa pacarannya, bahkan sampai sekarang lho! Padahal sudah 10 tahun menikah. (Nita Sundari. Lingkar Pena Publishing House).

Pada beberapa tahun terakhir ini, ada gejala pergeseran makna taaruf. Ada kecenderungan, taaruf tidak lagi diartikan menurut makna asli yang terkandung dalam Al-Quran, surah al-Hujurât [49], ayat 13: “Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku li ta‘ârafû (supaya kamu saling kenal). …. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Jadi, makna asli istilah taaruf itu adalah proses saling kenal dengan siapa pun selama hayat dikandung badan. Namun sekarang, ada banyak ikhwan yang bilang, “taaruf adalah perkenalan antara seorang ikhwan dan seorang akhwat yang akan menikah.” Bahkan, ada tak sedikit akhwat yang ngomong, “taaruf adalah proses pendekatan selama maksimal tiga bulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang akan menikah.” Aneh, ya? (Bukan hanya aneh, malah bisa jadi bid’ah sesat.)

Gimana nggak aneh? Bayangin aja. Mereka batasi makna taaruf hanya untuk pendekatan ketika akan menikah. Itu pun selama maksimal tiga bulan saja. Mereka dengung-dengungkan istilah taaruf dengan makna yang agak menyimpang dari makna yang terkandung dalam Al-Quran, surah al-Hujurât [49], ayat 13. Padahal, mereka kan rajin membaca Al-Quran. Tekun pula menyimak terjemahnya dan mengkaji isinya.

Lantas, apakah mereka itu asal beda? Asal pake istilah dari bahasa Arab biar kedengaran Islami? Ataukah asal keren?

Gak usahlah kita berprasangka buruk kepada mereka. Mending kita berprasangka baik bahwa sesungguhnya sudah ada kata-kata khas yang digunakan oleh Allah dan/atau Rasul-nya ketika membicarakan perlunya pendekatan antara laki-laki dan perempuan yang hendak segera menikah. Kita cari yuuuk!

Kalau kata-kata khas tersebut seakar dengan istilah taaruf (seperti pada Al-Quran, surah al-Hujurât [49], ayat 13), maka istilah “taaruf pranikah” lebih elok daripada “taaruf” supaya tersedia ruang yang lapang bagi jenis-jenis taaruf lainnya. Seandainya kata-kata khas tersebut tidak seakar dengan istilah taaruf, kita dapat memanfaatkannya untuk merumuskan istilah lain yang lebih tepat.

Dari ayat-ayat Al-Quran, aku belum menemukan kata-kata khas yang dimaksud itu. What about you?

Dari hadits-hadits Nabi yang shahih, aku telah menemukannya! Alhamdu lillaah…. Mo tau? Gini niy….

Istilah Lain Yang Lebih Tepat
Di kitab Abdul Halim Abu Syuqqah, Tahrîr al-Mar’at (kitab ini menghimpun hadits-hadits shahih mengenai hubungan pria-wanita), aku jumpai enam hadits shahih mengenai perlunya “pendekatan” antara laki-laki dan perempuan yang hendak segera menikah. (Lihat Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 53-56.)

Di situ, ada satu kata khas yang selalu muncul pada keenam hadits tersebut. Apakah kata khas ini seakar dengan istilah “taaruf” (saling kenal)?

Tidak. Istilah taaruf atau pun kata-kata yang seakar dengannya tidak pernah muncul di situ. Kata khas yang muncul adalah “nazhar”. Kemunculannya berbentuk kata kerja “yanzhuru” (memperhatikan) dan kata perintah “unzhur” (perhatikanlah).

Nah! Dari situ kita jadi ngeh, ternyata kita tidak diperintahkan untuk sekadar “taaruf” (saling kenal) bila hendak segera menikah. Yang disyariatkan dalam keadaan ini adalah “tanazhur” (saling memperhatikan).

Terus, apakah kata “nazhar” itu eksklusif khusus bagi yang hendak segera menikah?

Enggak juga. Contohnya, dalam suatu riwayat yang ngetop dikabarin, Ali r.a. berwasiat: “Unzhur mâ qâla wa lâ tanzhur man qâla.” (Perhatikanlah apa yang dikatakan dan janganlah kau perhatikan siapa yang mengatakan.)

Jadi, buat ngebedain ama jenis-jenis tanazhur lainnya, istilah yang lebih tepat untuk “pendekatan” antara laki-laki dan perempuan yang hendak segera menikah adalah TANAZHUR PRANIKAH.

Mungkin bagi sebagian orang di antara kita, istilah “tanazhur pranikah” ini kedengarannya kurang keren ketimbang “taaruf” atau pun “taaruf pranikah”. Namun, kita memilih istilah bukan lantaran asal keren, ‘kan?

http://shodiq.com/2007/01/21/taaruf-sebuah-istilah-yang-asal-keren/

Taaruf adalah kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa ini kita bilang berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya. Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal.

Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan.

Daftar isi [sembunyikan]
1 Perbedaan taaruf dengan pacaran
2 Proses taaruf
3 Tujuan taaruf
4 Manfaat Taaruf



Perbedaan taaruf dengan pacaran
Dalam pacaran, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli mobil second, tapi tidak melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mengelus mobil itu tanpa pernah tahu kondisi mesinnya. Bahkan dia tidak menyalakan mesin atau membuka kap mesinnya. Bagaimana mungkin dia bisa tahu kelemahan dan kelebihan mobil itu.

Sedangkan taaruf adalah seperti seorang montir mobil yang ahli memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata cocok, maka barulah dia melakukan tawar-menawar. Ketika melakukan taaruf, seseorang baik pihak pria atau wanita berhak untuk bertanya yang mendetil, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat fatal nantinya. Namun secara teknis, untuk melakukan pengecekan, calon pembeli tidak pernah boleh untuk membawa pergi mobil itu sendiri.


Proses taaruf
Dalam upaya ta’aruf dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi, taaruf bukanlah bermesraan berdua, tapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua.


Tujuan taaruf
Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting. Misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang seksama, bukan cuma sekedar curi-curi pandang atau ngintip fotonya. Justru Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung face to face, bukan melalui media foto, lukisan atau video.

Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat, jadi tidak ada salahnya untuk dilihat. Khusus dalam kasus taaruf, yang namanya melihat wajah itu bukan cuma melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi dengan seksama. Periksalah apakah ada jerawat numpang tumbuh di sana. Begitu juga dia boleh meminta diperlihatkan kedua telapak tangan calon istrinya. Juga bukan melihat sekilas, tapi melihat dengan seksama. Karena telapak tangan wanita bukanlah termasuk aurat.


Manfaat Taaruf
Selain urusan melihat fisik, taaruf juga harus menghasilkan data yang berkaitan dengan sikap, perilaku, pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya. Hanya semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syariat Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, nonton, boncengan, kencan, nge-date dan seterusnya dengan menggunakan alasan taaruf. Janganlah ta`aruf menjadi pacaran, sehingga tidak terjadi khalwat dan ikhtilath antara pasangan yang belum jadi suami-istri ini.

http://id.wikipedia.org/wiki/Taaruf

Tidak ada komentar: