Kamis, 13 Agustus 2009

askep TETANUS

PENYAKIT TETANUS



A. PENGERTIAN

Tetanus atau loek jalo merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun bakteri tetonospasmin yang dihasilkan oleh clostridrum tetani (dr. T. H. Rampengan, DSAK: 35).
Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntika, pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan toksin sehingga terjadi kejang-kejang otot yang umum, opistotonus, trimus, kejang glottis dan dapat menimbulkan kematian pada penderita (Dr. Soedarto, DTMH, Ph. D: 157).
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan exotoksin (Suriadi, Skp: 273).

Secara klinis tetanus ada 3 macam (dr. T.H. Rampengan, DSAK: 38) yaitu:
1. Tetanus umum
Merupakan gambaran tetanus yang paling sering di jumpai terjadinya berhubungan dengan luas dan dalamnya luka, seperti luka bakar yang luas, luka busuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus decubitus, dan suntikan hypodermis.
Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:
a. Tetanus ringan: trimus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang.
b. Tetanus sedang: trimus kurang dari 3 cm, dan disertai kejang umum bila dirangsang.
c. Tetanus berat: trimus kurang dari 1 cm, dan disertai kejang umum yang spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas:
Grade I = ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
- Period of onset >6 hari.
- Trimus positif tetapi tidak berat.
- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
Lokalisasi kekakuan, dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.
Grade II = sedang
- Masa inkubasi 10 – 14 hari.
- Period of onset 3 hari atau kurang.
- Trimus ada dan disfagia ada.
Kekakuan umum, terjadi dalam beberapa hari tetapi dispoe dan sianosis tidak ada.
Grade III = berat
- Masa inkubasi < 10 hari.
- Period of onset 3 hari atau kurang.
- Trismus berat.
- Disfagia berat.
Kekakuan umum dan gangguan pernafasan astiksia, ketakutan, keringat banyak, dan takikardia.
2. Tetanus local
Tetanus berupa nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus local adalah tetanus ringan kadang-kadang dapat berkembang menjadi tetanus umum.
3. Tetanus cephalie
Merupakan salah satu varian tetanus local. Terjadinya bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis dan jarang akibat tosilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf cranial antara lain:
Nerves III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Tetanus cephalie dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalie jelek.
B. ETIOLOGI
Kuman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetani berbentuk batang yang langsing dengan ukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,3-0,5 mikron, termasuk gram-positif dan bersifat anaerob. Kuman tetanus ini berbentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (stick drum). Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik, dapat mati dalam autoclaf bila dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121 oC. Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan-bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat merupakan flora usus normal dari kuda, sapi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam, dan manusia, spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam keadaan anaerob dan kemudian berkembang biak. Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptik. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 37 C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula, karena kuman tetanus tidak dapat mefregmentasikan glukosa.
Kuman tetanus tidak infasif, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu: tetanospasmin, dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150000 dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut juga nerotoksin. Karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas). Spasme otot dan kejang-kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Trismus (kesukaran membuka mulut), karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot trunki).
3. Ketegangan pada otot dinding perut.
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornum anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot-otot muka (alis tertarik keatas), sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan, gelisah, iritabel, mudah dan sesitif pada rangsangan eksternal, nyeri kepala, nyeri kepala, nyeri anggota badan, sering merupakan gejala dini.
7. Laringospasme dan tetani predisposisi untuk respiratory arrest, atelek tasis dan pnenmonia, deman biasanya tidak ada atau ada tapi ringan, bila ada demam kemungkinan prognosis buruk.
8. Tenderness pada otot-otot leher dan rahang.
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit tetanus terjadi karena adanya kuman tetanus lostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka seperti luka tertusuk, luka bakar, luka lecet, luka tembak, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, luka yang kotor, dan pada bayi dapat melalui tali pusat yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk.
Kuman tetanus tidak invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan toksin kuat dan neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi system saraf pusat, sedang tetanolysin tampaknya tidak signitireance.
Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada system saraf pusat dengan melewati akson neuron atau system vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin.
Cara absorbsi dan bekerjanya toksin:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik di bawah ke kornum anterior susunan saraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
3. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang.
Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan, dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi adalah 14 hari sedangkan untuk neonatus biasanya 5 hari sampai 14 hari.
Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Selain kekakuan otot yang luas biasanya. Diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar, bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot-otot laring dan otot pernafasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia, dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih.
Kenaikan temperatur badan pada umumnya, tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.



E. PATHWAYS KEPERAWATAN
Luka

Masuknya bakteri clostridium tetani ke tubuh

Tetanospasmis Tetanolysin

Ketegangan spasme otot Ketidaksignifieance

Saraf pusat

Diabsorbsi susunan limfatik

Sirkulasi darah arteri


Tetanospasmin

Diabsorbsi mioneuraljunction

Menghambat pelepasan asetilkolin

Kontraksi otot/spasme otot

Kejang

Nyeri Resiko Injury Diaporesis, Hipotermi

Gangguan pola tidur Gangguan kebutuhan cairan elektronik

F. DATA PENUNJANG
- Pemeriksaan fisik: adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
- Pemeriksaan darah: kalsium dan fosfat.
H. PENATALAKSAAN
- Dirawat diruangan perawatan intensif, untuk menghindari rangsangan dan harus dengan suasana tenang.
- Perawatan luka dengan rivanol, betadin, dan H2O2.
- Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka dibersihkan dengan penghisap lendir.
- Makanan dan minuman melalui sonde lambung (NGT). Bahan, makanan yang mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori (diit TKTP).
- Pemberian ATS 20000 U. secara IM didahului uji kulit dan mata.
- Pemberian anti kejang dan fenobarbital bila kejang berat, diazepam, largaktil.
- Pemberian anti biotic (PP 50000 U/KgBB/hari) misalnya: penisilin prokain, tetrasiklin, dan eritromisin.
- Bila perlu diberikan oksigen jika terjadi asfiksia dan sianosis.
- Kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan nafas apabila penderita tetanus terjadi:
1. Spasme berkepanjangan dari otot respirasi.
2. Tidak ada kesanggupan batuk dan menelan.
3. Obstruksi laring.
4. Koma.




ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN PENYAKIT TETANUS


A. PENGKAJIAN
1. Kaji riwayat dan factor pencetus.
2. Kaji manifestasi kejang atau aktivitas kejang.
3. Pemeriksaan fisik (adanya luka).
4. Pemeriksaan system persarafan.
5. Kaji status pernafasan.
6. Respon keluarga.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau reproduksi mucus.
2. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatnya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.
3. Resiko injury berhubungan dengan aktivitas kejang.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang kurang.
5. Nyeri berhubungan dengan toksin dalam sel saraf dan aktifitas kejang.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran menelan dan membuka mulut dan adanya aktivitas kejang.
7. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktivitas kejang.
8. Kurannya pengetahuan berhubungan dengan penatalaksanaan ganguan kejang.
9. Kecemasan orang tua berhubungan kemungkinan injury selama kejang.
C. INTERVENSI
1. Anak akan memperlihatkan kepatenan jalan nafas dan tidak terjadi aspirasi yang ditandai dengan jalan nafas bersih dan tidak ada sekresi.
2. Anak terbebas dari injury yang ditandai dengan tidak ada injury selama kejang.
3. Anak tidka memperlihatkan kekurangan volume cairan yang ditandai dengan membran mukosa lembab, tugor kulit baik.
4. Rasa nyeri berkurang yang ditandai dengan anak sedikit tenang dan tidak menunjukan muka yang menyeringai dan tidak gelisah.
5. Status nutrisi anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau sesuai usia, dan makanan 90% dapat dikonsumsi.
6. Kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukan penurunan karena kebutuhan nutrisi terpenuhi, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan air kecil dapat dibantu.
7. Orang tua memahami tentang perawatan dan pengobatan serta penanganan kejang pada anak.
8. Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami.
D. IMPLEMENTASI
1. Meningkatkan kepatenan jalan nafas dan mencegah aspirasi
- kaji status pernafasan setiap 2-4 jam atau sesuai protocol.
- Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati dan pasti.
- Gunakan sundip lidah saat kejang.
- Miringkan ke samping untuk drainage.
- Pemberian oksigen sesuai program.
- Pemberian sedative sesuai program.
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut.
2. Menghindari terjadinya injury pada anak
- Pasang pengaman tempat tidur.
- Tempatkan anak pada tempat tidur atau pengalas yang lembut.
- Hindari benda-benda yang membahayakan.
- Pasang sundip lidah pada mulut bila kejang.
- Tempatkan anak dengan posisi miring ke samping saat kejan untuk menceah lidah jatuh ke belakang yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas.
- Jangan gunakan restain pada anak.
- Catat aktivitas kejang, frekuensi, lamanya, dan factor pencetusnya.
- Pantau pernafasan selama kejang, buka baju yang dapat mengganggu saat kejang.
- Berikan anti kejang dan anti biotic sesuai program.
3. Meningkatkan status hidrasi anak
- Kaji intake dan output.
- Kaji tanda-tanda dehidrasi pada ubun-ubun, membran mukosa, dan turgor kulit.
- Berikan dan pertahankan intake cairan oral atau parental sesuai indikasi.
- Monitor berat jenis urine.
- Pertahankan kepatenan NGT.
4. Mengurangi rasa nyeri
- Kaji tingkat nyeri.
- Pemberian anti kejang dan penenang.
- Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan rangsangan.
- Berikan suasana lingkungan yang tenang.
- Tempatkan pada tempat tidur yang nyaman.
5. menigkatkan status nutrisi pada anak
- Pertahankan NGT untuk intake makanan.
- Kaji bising usus bila perlu dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
- Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein.
- Berikan nutrisi perparenteral sesuai program.
- Timbang berat badan sesuai protocol.
6. Pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari
- Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan-minum mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perorangan.
- Berikan makanan perparenteral bila indikasi.
- Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak dan sebagainya.
7. Meningkatkan pengetahuan orang tua
- Jelaskan tentang hal-hal yang dapat merangsang kejang seperti suara, sentuhan-sentuhan, sinar atau lampu yang sangat terang.
- Jelaskan tentang penanganan kejang untuk menghindari injury seperti pasang sundip lidah, miringkan kepala ke samping untuk drainage.
- Jelaskan agar lingkungan tetap tenang.
- Jelaskan perawatan yang perlu dilakukan oleh orang tua pada anak memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8. Mengurangi rasa cemas pada orang tua
- Jelaskan tentang aktivitas kejang yang terjadi pada anak.
- Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaanya tentang kondisi anak.
- Jelaskan semua prosedur yang akan di lakukan.
- Gunakan komunikasi dan sentuhan teurapeutik.
E. EVALUASI

























EVALUASI


















SARAN DAN KRITIK

Tidak ada komentar: