Sabtu, 27 Juni 2009

ASKEP GADAR AMI

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFARK MIOKARD AKUT






ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN INFARK MIOKARD AKUT


A. DEFINISI
Infrak miokard merupakan daerah nekrosis otot jantung sebagai akibat berkurangnya pasokan darah koroner yang tiba-tiba (Underwood, 1999).
Infark miokardium adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan (Corwin, 2000).

B. ANGKA KEJADIAN
Infrak miokard merupakan penyebab kematian utama bagi laki-laki dan perempuan di USA. Diperkirakan lebih dari satu juta orang menderita infark miokard setiap tahunnya dan lebih dari 600 orang meninggal akibat penyakit ini.

C. PENYEBAB
Infrak miokard dapat disebabkan oleh :
1. Penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner.
2. Adanya trombus pada arteri koroner
Menurut Hudak (1997), faktor risiko terjadinya infrak moikard adalah :
- Hiperkolesterolemia
- Merokok
- Kegemukan
- Riwayat jantung keluarga

D. PATOFISIOLOGI
Pada mulanya terbentuk bercak lemak pada dinding intima arteri dan selanjutnya menjadi plak. Terlepasnya suatu plak aterosklerosis dari salah satu arteri koroner dan kemudian tersangkut dibagian hilir yang menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang dapat menyebabkan infrak miokardium.
Setelah periode ini, kemampuan sel menghasilkan ATP menurun dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya. Tanpa ATP sel akan mengalami lisis, dengan lisis sel melepaskan simpanan kalium intra sel dan enzim-enzim intrasel, yang mencederai sel-sel disekitarnya. Protein-protein intrasel mulai menyebar ke sistemik dan ruang interstitium dan ikut menyebabkan edem dan pembengkakan interstitium.
Dengan dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, jalu-jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium dan ventrikel atau timbulnya suatu disritmia. Karena sel-sel otot mati dan pola listrik jantung berubah, maka pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga kontraktilitasnya menurun. Volume sekuncup menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistemik.
















E. PATHWAY






























F. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala dari infark miokard antara lain, sebagai berikut :
1. Nyeri Dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan nyeri dada. Perbedaan dengan nyeri angina adalah nyeri pada AMI lebih panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun AMI memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher, sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
2. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
3. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infark inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
4. Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstremitas).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
Menunjukan peninggian gelombang S-T.
2. Kolesterol (Trigliserida serum)
Meningkat, menunjukan arteriosklerosis sebagai penyebab infrak miokard.
3. Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah infrak miokard sehubungan dengan proses inflamasi.
4. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukan pembesaran jantung diduga gejala jantung koroner.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penghentian aktivitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung membantu membatasi luas kerusakan.
2. Resusitasi jantung paru mungkin diperlukan apabila terjadi fibrilasi jantung.
3. Infus intravena segera dengan obat-obat trombolitik (penghancur bekuan) akan menghancurkan embolus penyebab.
4. Diberikan oksigen untuk meningkatkan oksigen darah sehingga beban jantung berkurang dan perfusi sistemik meningkat.
5. Obat untuk menghilangkan nyeri.
6. Diberikan nitrat.
7. Diberikan diuretik untuk meningkatkan aliran darah ginjal.
8. Rehabilitasi jantung.
9. Diet makanan rendah kolesterol.
10. Pengobatan trombolitik.

I. KOMPLIKASI
1. Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokardium berkurang.
2. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua darah yang diterimanya.
3. Disritmia
4. Syok kardiogenik
5. Ruptur miokardium
6. Perikarditis
J. PENGKAJIAN
1. Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, bekeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (<38°C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
2. Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgetik yang kuat. Peningkatan tekanan darah moderat merupakan akibat dari pelepasan katekolamin, sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
3. Pemeriksaan Jantung
Terdengar bunyi jantung S4 dan S3, atau mur-mur. Bunyi gesekan perikardium jarang terdengar hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambaran dari sindrom dressler.
4. Pemeriksaan Paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d iskemia jaringan miokard.
2. Resti perubahan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darah.
3. Resti kelebihan volume cairan b/d penurunan protein plasma dan penurunan perfusi organ (ginjal).
4. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan kebutuhan dengan suplai oksigen.



L. Fokus Intervensi
1. Nyeri b/d iskemia jaringan miokard.
Tujuan : Menyatakan nyeri dada hilang.
KH : Rasa sakit hilang
Ekspresi muka rileks
Frekuensi nafas 12 – 24 x/m, nadi 60 – 100 x/mnt.
Intervensi
1. Kaji riwayat, lokasi awitan durasi, skala nyeri, faktor pencetus.
Rasional: Mengetahui karakteristik nyeri.
2. Berikan oksigen melalui kanul hidung.
Rasional: Miokardium membutuhkan suplai tetap oksigen.
3. Berikan obat-obatan yang telah ditentukan untuk mengurangi nyeri dada.
Rasional: Membantu mengurangi transmiter nyeri.
4. Beritahu dokter bila pernafasannya menurun.
Rasional: Untuk menilai tahap awal terjadinya syok.
5. Istirahat total pada posisi semiflower sampai nyeri dada hilang.
Rasional: Aktivitas tubuh menambah kebutuhan jaringan akan oksigen.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional: Membantu penurunan nyeri.

2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darah.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
KH : TTV dalam batas normal
Ada nadi perifer.
Intervensi
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu seperti cemas, bingung.
Rasional: Perfusi serebral sehubungan dengan curah jantung juga dipenuhi oleh elektrolit, hipoksia atau emboli sistemik.

2. Pantau pernafasan pasien.
Rasional: Pompa jantung gagal dapat menimbulkan distress pernafasan.
3. Kaji fungsi gastrointestinal, catat anoreksia, penurunan bising usus.
Rasional: Penurunan aliran darah ke mesenteri dapat menyebabkan disfungsi gastrointestinal, contohnya kehilangan peristaltik.
4. Pantau pemasukan dan catat haluaran urine.
Rasional: Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi.
5. Kolaborasi pemberian obat-obatan misalnya heparin, simetidin.
Rasional: Menurunkan resiko tromboflebitis dan menetralkan asam lambung.
6. Siapkan untuk membantu pemberian trombolitik dan memindahkan ke unit kritis.
Rasional: Terapi trombolitik adalah pengobatan untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokardium.

3. Resti kelebihan volume cairan b/d penurunan protein plasma dan penurunan perfusi organ (ginjal).
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan.
KH : Tidak terjadi edema
Bunyi nafas bersih/jelas.
Intervensi
1. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna urine.
Rasional: Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
2. Ubah posisi dengan sering.
Rasional: Pembentukan edem, sirkulasi melambat dan imobilisasi.
3. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan/bunyi tambahan (krekls.meng)
Rasional: Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru.

4. Pertahankan cairan/pembatasan natrium.
Rasional: Mencegah reakumulasi cairan.
5. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti diuretik + tambahan kalium.
Rasional: Meningkatkan laju urin dan dapat mengabsorbsi Na, Cl dan mengganti kehilangan kalium.

4. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan kebutuhan dengan suplai oksigen.
Tujuan : Mendemostrasikan perbaikan/toleransi aktivitas.
KH : Palpitasi menjadi teratur.
Nyeri dada berkurang, rasa letih berkurang.
Intervensi
1. Pantau TTV.
Rasional: Mengidentifikasi kemajuan/kemunduran program terapi.
2. Anjurkan pasien cukup istirahat.
Rasional: Mengurangi pemakaian oksigen sampai beberapa hari akan meningkat.
3. Rencanakan aktivitas perawatan untuk memungkinkan periode istirahat.
Rasional: Mengistirahatkan tubuh untuk memulihkan tenaga.
4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dan aktivitas.
Rasional: Aktivitas yang maju memberi kontrol jantung dan mencegah aktivitas berlebih.

DAFTAR PUSTAKA


Ariatmo, Tjokonegoro dan Utama, Hendra. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: BPFKUI.

Corwn, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan KMB Vol 2. Jakarta: EGC.

Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesailapius.

Underwood. J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar: