Sabtu, 27 Juni 2009

DIARE

Kasus 3

Betty, 6 bulan, dibawa ke RS Banyumas karena buang air besar cair lebih dari 4 kali dalam 1 hari. Ibu melaporkan hal ini sudah terjadi sejak kemarin. Hari ini Betty BAB 7 kali, kotorannya cair dengan sedikit ampas, warnanya kuning dan berbau busuk. Tidak ada lender atau darah dalam kotorannya. Ibu mengatakan, Betty jadi sangat rewal dan tidak mau menyusu. Betty muntah 2 kali hari ini. Ibu juga mengatakan, Betty mulai diberikan makanan tambahan bubur susu sejak 2 hari yang lalu.

Dari pemeriksaan didapatkan : S=39 C, N=132x/mnt, P=30x/mnt, BB=6,5 Kg (BB sebelum sakit 7 Kg). Betty teraba panas dan tampak rewel. Mata terlihat cekung, mukosa mulut kering, tidak ada lesi atau kemerahan. Betty tampak sangat haus saat diberikan minum per oral dan terlihat lemah. Turgor kulit cukup, suara nafas vesikuler, suara jantung normal.















DIARE

A. Definisi
Diare adalah keadaan dimana individu mengalami perubahan didalam kebiasaan buang air besar yang normal. Ditandai dengan seeringnya kehilangan cairan, feses yang tidak berbentuk (Tucker, 1998).
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 1998).
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan atau lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi da anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer, 2000).
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja. Diare dapat terjadi akibat adanya zat larut yang tidak dapat diserap dalam tinja, yang disebut diare osmotik, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah infeksi virus atau bakteri di usus halus atau usus besar (Corwin, 2000).

B. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh infeksi, bakteri, virus, parasit, dan makanan yang terkontaminasi atau alergi makanan dan minuman. Proses terjadinya diare oleh organisme adalah sebagai berikut :
1. Organisme melepaskan enterotoksin kemudian menyerang usus halus dan menyebabkan peradangan lokal dan terjadilah diare. Akibat dari peradangan lokal mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Hal ini biasanya disebabkan oleh bakteri shigella dan E.colli.
2. Organisme melakukan penetrasi pada usus halus sehingga menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis berupa ulserasi cairan. Sehingga diare dapat bercampur dengan darah dan lendir. Hal ini biasanya disesabkan oleh bakteri shigella dan campylobacter.
3. Organisme menyerang epitel mukosa tetapi tidak melaksanakan penetrasi sel-sel pada usus sehingga dapat mengalami kerusakan dan mengakibatkan terjadinya malabsorbsi roto virus.
Pada semua situasi diatas tersebut mengakibatkan bertambahnya keaktifan diare, dimana cairan dan elektrolit yang dikeluarkan ke usus cepat. Organisme yang menyerang akan menambah kemampuan organisme untuk merusak membran mukosa (FKUI, 1990).
Sedangkan mekanisme dasar yang menyebabkan diare menurut Ngastiyah (1997) adalah :
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya zat makanan yang tidak dapat diserap dapat mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Oleh karena itu, isi rongga usus berlebihan dan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehigga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal toksin), pada idnding rongga akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga dapat menimbulkan diare. Sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan timbul atau mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan.
Iritasi usus oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus, sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik, termasuk mukus. Iritasi oleh mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkurang (Corwin, 2000).
C. Manifestasi Klinik
Menurut Ngastiyah (1997), manifestasi klinik yaitu pasien mula-mula cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir dan darah.
Anus dan daerahnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari kotoran yang tidak diabsosbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak, yaitu : berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lender bibir dan mulut serta kulit terlihat kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat.
1. Dehidrsi ringan dapat ditandai dengan buang air besar 4 kali dalam sehari, kadang disertai muntah, air mata masih ada, ubun-ubun besar dan cekung, rasa haus, mulut dan lidah masih basah, denyut naadi normal, nafsu makan berkurang, kehilangan cairan 0-5% rata-rata 25 ml/kg BB.
2. Dehidrasi sedang ditandai dengan buang air besar lebih dari 4 kali sehari, apabila disertai muntah, muntahnya sering, ubun-ubun besar dan cekung, pasien rewel dan gelisah, denyut nadi kurang cepat, rasa haus, mulut dan lidah kering, turgor kulit jelek, kehilangan cairan 5-10% rata-rata 75ml/kg BB
3. Dehidrasi berat ditandai dengan buang air besar lebih dari 10 kali sehari, turgor kulit jelek, ubun-ubun besar dan cekung sekali, pasien sangat ngantuk, kadang-kadang disertai kejang, mulut dan lidah kering, tidak dapat minum, urin sedikit atau tidak ada, kencing lebih dari 6 jam serta banyak keluar keringat dingin, bias terjadi syok, denyut nadi kurang cepat, bahkan sampai tidak teraba, tekanan darah tidak teratur, pernafasan cepat dan dalam, apatis, kehilangan cairan lebih dari 10%.


D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan tinja : makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
2. Pemeriksaan darah : darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kretinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
4. Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.
(Mansjoer, 2000)

E. Manajemen Terapeutik
1. Rehidrasi
a. Jenis cairan
1). Cara rehidrasi oral
a). Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti oral, pedyalit setiap kali diare
b). Formula sederhana (NaCl dan Sukrosa)
2). Cara parenteral
a). Cairan I : RL dan NS
b). Cairan II : D5 ¼ salin, nabik, KCL
c). HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan
b. Jalan pemberian
1). Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2). Intra gastrik (bila anak tak mau minum, makan, kesadaran menurun)
c. Jumlah cairan ; tergantung pada :
1). Defisit (derajat dehidrasi)
2). Kehilangan sesaat (concurrent less)
3). Rumatan (maintenance)
d. Jadwal/kecepatan cairan
1). Pada anak usia 1-5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badannya kurang lebih 13 Kg : maka pemberiannya adalah :
a). BB (kg) x 50 cc
b). BB (kg) x 10-20 = 130-260 cc setiap diare = 1 gls
2). Terapi standar pada anak dengan diare sedang : + 50 cc/kg/3jam atau 5 tetes/kg/mnt
2. Terapi
a. Obat anti sekresi :
b. Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg ; Klorpromazine 0,5-1 mg/kg BB/hari
c. Obat anti spasmotik : Papaveri, opium, loperamide
d. Antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta
3. Dietetik
a. Umur > 1 tahun dengan BB > 7 kg, makanan padat / makanan cair atau susu
b. Dalam keadaan malabsorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen atau semi elemental formula
4. Supportif
Vitamin A 200.000 IU/IM, usia 1-5 tahun

F. Pengkajian Tambahan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
1). Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
2). Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
3). Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
4). Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
1). Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
2). Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
3). Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
a). Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)
b). Meniru membuat garis lurus (GH)
c). Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
d). Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun
c. Kepala : ubun-ubun teraba cekung
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltik meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap atau kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
f. Sistem pernapasan : dispnea, pernapasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolik (kontraksi otot pernapasan)
g. Sistem Kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 37,5° C, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memanjang > 2dt, warna kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

G. Analisa Data

No Analisa Data Problem Etiologi
1. DO : Teraba panas dan tampak rewel, mata terlihat cekung, mukosa mulut kering, Betty tampak sangat haus saat diberikan minum per oral dan terlihat lemah, BB menurun.
DS : Ibu mengatakan, Betty buang air besar cair lebih dari 4 kali dalam sehari, Ibu melaporkan hal ini sudah terjadi sejak kemarin. Hari ini Betty BAB 7 kali, kotorannya cair dengan sedikit ampas, warnanya kuning dan berbau busuk, tidak ada lendir/darah dalam kotorannya. Kurang volume cairan











Asupan cairan yang tidak adekuat akibat diare



2. DO : BB=6,5 Kg (BB sebelum sakit 7 Kg), tampak rewel, terlihat lemah.
DS : Ibu mengatakan, Betty jadi sangat rewel dan tidak mau menyusu, Betty muntah 2 kali hari ini.
Ibu melaporkan, Betty buang air besar cair lebih dari 4 kali dalam sehari. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan dan menyerap nutrien yang diakibatkan karena diare

H. Diagnosa Keperawatan
DX I : Kurang volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat karena diare
DX II : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan dan menyerap nutrien yang diakibatkan karena diare

I. Rencana Keperawatan
DX I : Kurang volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat karena diare

NOC :
• Keseimbangan elektrolit dan asam-basa
• Fluid Balance (keseimbangan cairan)
• Hidrasi
• Status nutrisi : asupan makanan dan cairan
Tujuan/Kriteria hasil :
• Keseimbangan urin out put lebih dari 1300 ml/hr (paling sedikit 30 ml/jam)
• Tekanan darah, nadi, dan suhu normal
• Turgor kulit baik, membran mukosa dan lidah lembab, orientasi tempat, waktu, dan orang baik.
NIC :
1. Fluid Managemen (manajemen cairan)
2. Fluid Monitoring ( Monitor cairan)
• Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
• Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
• Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misal : obat-obatan, demam, stres, dan program pengobatan)
• Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida, dan kreatinin
• Pantau status hidrasi (misal kelembaban membran mukosa, keadekuatan nadi)
• Timbang BB dan pantau kemajuannya
• Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran
• Berikan terapi IV sesuai dengan anjuran

DX II : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan dan menyerap nutrien yang diakibatkan karena diare
NOC :
• Status gizi
• Status gizi : asupan makanan dan cairan
• Status gizi dan nilai gizi
Tujuan/Kriteria evaluasi :
• Menunjukan status gizi : asupan makanan, cairan, dan zat gizi adekuat
• Pasien akan mempertahankan berat badan
• Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
• Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
• Tidak ada penurunan berat badan yang berarti
NIC :
1. Pengelolaan gangguan makanan
2. Bantu kenaikan status peningkatan berat badan
3. Nutrition management (manajemen nutrisi)
• Kaji adanya alergi makanan
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
• Berikan substansi gula
• Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
• Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
4. Nutrition monitoring (monitor nutrisi)
• BB pasien dalam batas normal
• Monitor adanya penurunan BB
• Monitor lingkungan selama makan
• Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
• Monitor turgor kulit
• Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
• Monitor pertumbuhan dan perkembangan
• Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
• Monitor kalori dan intake nutrisi


DAFTAR PUSTAKA


Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Diare pada Anak. http://blog.rusari.com. Diakses tanggal 23 Nov 2008.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta.
FK-UI. 1990. Buku Kuliah Ilmu Kesehata Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK-UI : Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 2. Media Aesculapius FKUI : Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta.
NANDA International. 2005. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006, Alih Bahasa : Budi Santosa. NANDA International : Philadelphia.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien, Proses Perawatan, Diagnosa, dan Evaluasi, Vol 4 Ed V. EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta.

Tidak ada komentar: