Sabtu, 27 Juni 2009

sirosis hepatitis

SIROSIS HEPATITIS

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien yang beruisa 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan dari negara maju, maka kasus Sirosis hati yang datang dan berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.

A. DEFINISI
Istilah sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow); karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akubat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomipembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.


B. INSIDENS / ANGKA KEJADIAN
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibantingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.

KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu:
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara fungsional sirosis terbagi atas:
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum terlihat gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.
C. ETIOLOGI
1. Virus hepatitis (B,C, dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic:
a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. Defisiensi Alphal-antitripsin
d. Glikonosis type-IV
e. Galaktosemia
f. Tirosinemia
4. Kolestatis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran batu agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatica
- Sindroma Budd-Chiari
- Payah jantung
6. Gangguan imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron, INH, dan lain-lain).
8. Operasi pintas usus pada obesitas.
9. Kriptogenik
10. Malnutrisi
11. Indian Childhood Cirrhosis









D. PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENCETUS

Proses terjadinya asites pada penyakit hati
Jaringan fibrosa di dalam hati akibat darah alkoholisme
Hepatitis atau sirosis


Kerusakan pada sejumlah sel-sel hati

Kontraksi pembuluh darah didalam hati

Meningkatkan tekanan di dalam hati

Masuknya kembali aliran darah dari usus halus dan limpa
untuk sirkulasi sistematik

Peningkatan tekanan kapiler (15-20 mmHg)

Kebocoran protein dan cairan yang meluas dari kapiler masuk
ke dalam abdomen


Hipo albuminemia Asites Hiper aldusteronisme
'Diagram 2.1 proses terjadinya asites pada penyakit hati
(Reeves, 2001: 147)



E. PATOFISIOLOGI
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun. Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.








G. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis dari sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang tersebut di bawah ini :
1. Kegagalan Prekim hati
2. Hipertensi portal
3. Asites
4. Ensefalophati hepatitis

Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
a. Merasa kemampuan jasmani menurun.
b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan.
c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap.
d. Pembesaran perut dan kaki bengkak
e. Perdarahan saluran cerna bagian atas
f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Enchelopathy)
g. Perasaan gatal yang hebat

Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan parenkim hati yang masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa:
1. Kegagalan sirosis hati
a. Edema
b. Ikterus
c. Koma
d. Spider nevi
e. Alopesia pectoralis
f. Ginekomastia
g. Kerusakan hati
h. Asites
i. Rambut pubis rontok
j. Eritema palmaris
k. Atropi testis
l. Kelainan darah (anemia, hematon/mudah terjadi pendarahan)
2. Hipertensi portal
a. Varises oesophagus
b. Spleenomegali
c. Perubahan sum-sum tulang
d. Caput meduse
e. Asites
f. Collateral veinhemorrhoid
g. Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

Klasifikasi sirosis hati menurut criteria Child-pugh:
Skor / parameter Bilirubin (mg%) Albumin Prothrombin time
(quick %) Asites Hepatic enchepha Lopathy
1 <2,0 > 3,5 > 70 Minimal Tidak ada
2 2 - <3 2,8 - < 3,5 40 - < 70 - Std I dan II
3 > 3,0 < 2,8 < 40 Sedang Std III dan IV

H. PEMERIKSAAN PANUNJANG
a. Pemeriksaan taboratorium
1) Darah .Hb rendah, anemia.
2) Enzin hati
Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT/SGPT terjadi akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan, peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase.
3) Albumin . Albumin menurun.
4) Kadar elektrolit
Penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diit.
5) Pemeriksaan kolinesterase
Untuk menilai kemampuan sel hati.
6) Peninggian kadar gula darah
7) Pemanjangan massa protrombin
Untuk menunjang adanya penurunan fungsi hati.
b. Radiologi
l) Barium swallow, untuk mengetahui adanya varises esofagus.
2) Esofaguskopi
Untuk mengetahui sumber perdarahan varises esofagus.
3) Ultrasonografi
Asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu, darah hipo/hiperekoik atas adanya S0L (space occupying lession).
4} Sidikan hati
Radio nukleid yang disuntikan akan diambil oleh hati, sel retikulo endotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista filling defek.
5) Tomograti komputerisasi
Untuk mendiagnosis kelainan fekal seperti tumor dapat dilihat besar, bentuk dan hemogenesis hati.

I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
Misalnya : cukup kalori, protein 1 gr/kgBB/hari dan vitamin.
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti
a) Kombinasi IFN dengan ribavirin
b) Terapi induksi IFN
c) Terapi dosis IFN tiap hari
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000 – 2000 mg per hari tergantung berat badan (1000 mg untuk berat badan kurang ari 75 kg) yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu .
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
C) Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti
1. Astises
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic

Ad. Asites
Dalam dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- Istirahat
- Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalameia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepathic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.

Terapi lain
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin <40%, serum bilirubin ? dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm creatinin> 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.

Ad. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba berasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :
• Spontaneous bacterial peritonitis
• Suspect grade B dan C cirrhosis with ascites
• Clinical feature may be absent and WBC normal.
• Ascites protein usual;ly <1g/dl
• Usually monomicrobial and Gram-Negative
• Start antibiotic if ascites >250 mm polymorhps
• 50% die
• 69% recur in 1 year
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins generasi III (cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400 mg/hari) selama 2-3 minggu.

Ad. Hepatorenal Sindrome
Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :
Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome
 Major
• Chronic liver disease with ascietes
• Low glomerular fitration rate
• Serum creatin > 1,5 mg/dl
• Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute
• Absence of shock, severe infection, fluid lossers and Nephrotoxic drugs
• Proteinuira < 500 mg/day
• No improvement following plasma volume expansion
 Minor
• Urine volume < 1 liter/day
• Urine sodium < 10 mmol/litre
• Urine osmolarity > plasma osmolarity
• Serum Sodium concentration < 13 mmol/litre

Sindroma ini dicegah dengan menghindrai pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elektrolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi.
Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal. Ad. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus. Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : Untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi, darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.
- Ad. Ensefalopati Hepatik
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma.
Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adnaya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastron intestinal, obat-obat yang hepatotoxic.
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran:
1. Mengenali dan mengobati factor pencetus
2. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactolose/lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin, Flumazemil)
- Tak langsung (pemberian AARS)
J. KOMPLIKASI
1. Perdarahan gastrointernal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul perdarahan yang masih.
2. Koma Hepatikum
3. Ulkus Peptikum
4. Karsinoma hepatosellural

K. PROGNOSIS
Prognosis sirosis hati tergantung dari beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Parameter yang dipakai untuk menentukan prognosis sirosis hati adalah kriteria Child, yang dikaitkan dengan kemungkinan bila penderita menghadapi tindakan operasi. Mortalitas Child A pada operasi berkisar 10-15%, Child B 30% dan Child C diatas 60%. Oleh Pugh dan kawan kawan, kriteria Child ini diganti dengan pemanjangan masa protrombin (PT). Parameter yang diukur pada kriteria Child-Pugh dapat dilihat pada tabel dibawah.:

Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat
Bil serum (mg%) <2,0 2,0-3,0 >3
Alb.serum (mg%) >3,5 3,0-3,5 <3,0
Ascites - Mudah di Kontrol Sulit dikontrol
Enselopati - Minimal Berat /koma
Nutrisi Sempurna Baik Kurang /kurus
Protrombin >70% 40-70% <40%

Grade (CHILD) Nilai Pronosis
A 5-6 10-15%
B 7-9 30%
C 10-15 >60%

L. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau (durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Yang juga harus dicatat adalah riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan aktivitas rekreasi. Pajanan dengan obat-obat yang potensial bersifat hepatotoksik atau dengan obat-obat anestesi umum dicatat dan dilaporkan. Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani. Di samping itu, hubungan pasien dengan keluarga, sahabat dan teman sekerja dapat memberikan petunjuk tentang kehilangan kemampuan yang terjadi sekunder akibat meteorismus (kembung), perdarahan gastrointestinal, memar dan perubahan berat badan perlu diperhatikan. Status nutrisi yang merupakan indikator penting pada sirosis dikaji melalui penimbangan berat yang dilakukan setiap hari, pemeriksaan antropometrik dan pemantauan protein plasma, transferin, serta kadar kreatinin.




M. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang diharapkan
Diagnosa Keperawatan : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
1. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
2. Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
3. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat


4. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap 1. Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
2. Memberikan nutrien tambahan.
3. Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
4. Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri • Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.
• Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.
• Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.
• Memperlihatkan asupan nutrien yang adekuat dan menghilangkan alkohol dari diet.
Diagnosa keperawatan : perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis.
Tujuan : pemeliharaan suhu tubuh yang normal.
1. Catat suhu tubuh secara teratur.

2. Motivasi asupan cairan




3. Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.

4. Berikan antibiotik seperti yang diresepkan.


5. Hindari kontak dengan infeksi.


6. Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi. 1. Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi.
2. Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
3. Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan tingkat kenyaman pasien.
4. Meningkatkan konsentrasi antibiotik serum yang tepat untuk mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolik.
6. Mengurangi laju metabolik. • Melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala menggigil atau perspirasi.
• Memperlihatkan asupan cairan yang adekuat.
Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan yang mengalami edema.
1. Batasi natrium seperti yang diresepkan.
2. Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.


3. Balik dan ubah posisi pasien dengan sering.


4. Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
5. Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
6. Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya. 1. Meminimalkan pembentukan edema.
2. Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
3. Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
4. Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
5. Meningkatkan mobilisasi edema.
6. Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar. • Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubun.
• Tidak memperlihatkan luka pada kulit.
• Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu di daerah tonjolan tulang.
• Mengubah posisi dengan sering.
Diagnosa keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang terganggu.
Tujuan : Memperbaiki integritas kulit dan meminimalkan iritasi kulit.
1. Observasi dan catat derajat ikterus pada kulit dan sklera.
2. Lakukan perawatan yang sering pada kulit, mandi tanpa menggunakan sabun dan melakukan masase dengan losion pelembut (emolien).
3. Jaga agar kuku pasien selalu pendek. 1. Memberikan dasar untuk deteksi perubahan dan evaluasi intervensi.
2. Mencegah kekeringan kulit dan meminimalkan pruritus.
3. Mencegah ekskoriasi kulit akibat garukan. • Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa terlihat luka atau infeksi.
• Melaporkan tidak adanya pruritus.
• Memperlihatkan pengurangan gejala ikterus pada kulit dan sklera.
• Menggunakan emolien dan menghindari pemakaian sabun dalam menjaga higiene sehari-hari.
Diagnosa keperawatan : Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
Tujuan : Perbaikan status nutrisi.
1. Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan.
2. Tawarkan makan makanan dengan porsi sedikit tapi sering.
3. Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya.
4. Pantang alkohol.
5. Pelihara higiene oral sebelum makan.
6. Pasang ice collar untuk mengatasi mual.
7. Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual, muntah, diare atau konstipasi.
8. Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan jika pasien melaporkan konstipasi.
9. Amati gejala yang membuktikan adanya perdarahan gastrointestinal. 1. Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
2. Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia.
3. Meningkatkan selera makan dan rasa sehat.
4. Menghilangkan makanan dengan “kalori kosong” dan menghindari iritasi lambung oleh alkohol.
5. Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan.
6. Dapat mengurangi frekuensi mual.
7. Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak pada perut yang mengurangi selera makan dan keinginan terhadap makanan.
8. Meningkatkan pola defekasi yang normal dan mengurangi rasa tidakenak serta distensi pada abdomen.

9. Mendeteksi komplikasi gastrointestinal yang serius. • Memperlihatkan asupan makanan yang tinggi kalori, tinggi protein dengan jumlah memadai.
• Mengenali makanan dan minuman yang bergizi dan diperbolehkan dalam diet.
• Bertambah berat tanpa memperlihatkan penambahan edema dan pembentukan asites.
• Mengenali dasar pemikiran mengapa pasien harus makan sedikit-sedikit tapi sering.
• Melaporkan peningkatan selera makan dan rasa sehat.
• Menyisihkan alkohol dari dalam diet.
• Turut serta dalam upaya memelihara higiene oral sebelum makan dan menghadapi mual.
• Menggunakna obat kelainan gastrointestinal seperti yang diresepkan.
• Melaporkan fungsi gastrointestinal yang normal dengan defekasi yang teratur.
• Mengenali gejala yang dapat dilaporkan: melena, pendarahan yang nyata.
Diagnosa keperawatan : Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
Tujuan : Pengurangan resiko cedera.
1. Amati setiap feses yang dieksresikan untuk memeriksa warna, konsistensi dan jumlahnya.
2. Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan dan kegelisahan.
3. Periksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi.
4. Amati manifestasi hemoragi: ekimosis, epitaksis, petekie dan perdarahan gusi.
5. Catat tanda-tanda vital dengan interval waktu tertentu.
6. Jaga agar pasien tenang dan membatasi aktivitasnya.
7. Bantu dokter dalam memasang kateter untuk tamponade balon esofagus.
8. Lakukan observasi selama transfusi darah dilaksanakan.
9. Ukur dan catat sifat, waktu serta jumlah muntahan.
10. Pertahankan pasien dalam keadaan puasa jika diperlukan.
11. Berikan vitamin K seperti yang diresepkan.
12. Dampingi pasien secara terus menerus selama episode perdarahan.
13. Tawarkan minuman dingin lewat mulut ketika perdarahan teratasi (bila diinstruksikan).
14. Lakukan tindakan untuk mencegah trauma :
1. Mempertahankan lingkungan yang aman.
2. Mendorong pasien untuk membuang ingus secara perlahan-lahan.
3. Menyediakan sikat gigi yang lunak dan menghindari penggunaan tusuk gigi.
4. Mendorong konsumsi makanan dengan kandungan vitamin C yang tinggi.
5. Melakukan kompres dingin jika diperlukan.
6. Mencatat lokasi tempat perdarahan.
7. Menggunakan jarum kecil ketika melakukan penyuntikan.
15. Berikan obat dengan hati-hati; pantau efek samping pemberian obat. 1. Memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus gastrointestinal.
2. Dapat menunjukkan tanda-tanda dini perdarahan dan syok.
3. Mendeteksi tanda dini yang membuktikan adanya perdarahan.
4. Menunjukkan perubahan pada mekanisme pembekuan darah.
5. Memberikan dasar dan bukti adanya hipovolemia dan syok.
6. Meminimalkan resiko perdarahan dan mengejan.
7. Memudahkan insersi kateter kontraumatik untuk mengatasi perdarahan dengan segera pada pasien yang cemas dan melawan.
8. Memungkinkan deteksi reaksi transfusi (resiko ini akan meningkat dengan pelaksanaan lebih dari satu kali transfusi yang diperlukan untuk mengatasi perdarahan aktif dari varises esofagus)
9. Membantu mengevaluasi taraf perdarahan dan kehilangan darah.
10. Mengurangi resiko aspirasi isi lambung dan meminimalkan resiko trauma lebih lanjut pada esofagus dan lambung.
11. Meningkatkan pembekuan dengan memberikan vitamin larut lemak yang diperlukan untuk mekanisme pembekuan darah.
12. Menenangkan pasien yang merasa cemas dan memungkinkan pemantauan serta deteksi terhadap kebutuhan pasien selanjutnya.
13. Mengurangi resiko perdarahan lebih lanjut dengan meningkatkan vasokontriksi pembuluh darah esofagus dan lambung.
14. Meningkatkan keamanan pasien.
1. Mengurangi resiko trauma dan perdarahan dengan menghindari cedera, terjatuh, terpotong, dll.
2. Mengurangi resiko epistaksis sekunder akibat trauma dan penurunan pembekuan darah.
3. Mencegah trauma pada mukosa oral sementara higiene oral yang baik ditingkatkan.
4. Meningkatkan proses penyembuhan.
5. Mengurangi perdarahan ke dalam jaringan dengan meningkatkan vasokontriksi lokal.
6. Memungkinkan deteksi tempat perdarahan yang baru dan pemantauan tempat perdarahan sebelumnya.
7. Meminimalkan perambesan dan kehilangan darah akibat penyuntikan yang berkali-kali.
15. Mengurangi resiko efek samping yang terjadi sekunder karena ketidakmampuan hati yang rusak untuk melakukan detoksifikasi (memetabolisasi) obat secara normal.

• Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata dari traktus gastrointestinal.
• Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium dan indikator lain yang menunjukkan hemoragi serta syok.
• Memperlihatkan hasil pemeriksaan yang negatif untuk perdarahan tersembunyi gastrointestinal.
• Bebas dari daerah-daerah yang mengalami ekimosis atau pembentukan hematom.
• Memperlihatkan tanda-tanda vital yang normal.
• Mempertahankan istirahat dalam keadaan tenang ketika terjadi perdarahan aktif.
• Mengenali rasional untuk melakukan transfusi darah dan tindakan guna mengatasi perdarahan.
• Melakukan tindakan untuk mencegah trauma (misalnya, menggunakan sikat gigi yang lunak, membuang ingus secara perlahan-lahan, menghindari terbentur serta terjatuh, menghindari mengejan pada saat defekasi).
• Tidak mengalami efek samping pemberian obat.
• Menggunakan semua obat seperti yang diresepkan.
• Mengenali rasional untuk melakukan tindakan penjagaan dengan menggunakan semua obat.
Diagnosa keperawatan : Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang membesar serta nyeri tekan dan asites.
Tujuan : Peningkatan rasa kenyamanan.
1. Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa nyaman pada abdomen.
2. Berikan antipasmodik dan sedatif seperti yang diresepkan.
3. Kurangi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan. 1. Mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi hati.
2. Mengurangi iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri serta gangguan rasa nyaman pada abdomen.
3. Memberikan dasar untuk mendeteksi lebih lanjut kemunduran keadaan pasien dan untuk mengevaluasi intervensi.
4. Meminimalkan pembentukan asites lebih lanjut. • Mempertahankan tirah baring dan mengurangi aktivitas ketika nyeri terasa.
• Menggunakan antipasmodik dan sedatif sesuai indikasi dan resep yang diberikan.
• Melaporkan pengurangan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen.
• Melaporkan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman jika terasa.
• Mengurangi asupan natrium dan cairan sesuai kebutuhan hingga tingkat yang diinstruksikan untuk mengatasi asites.
• Merasakan pengurangan rasa nyeri.
• Memperlihatkan pengurangan rasa nyeri.
• Memperlihatkan pengurangan lingkar perut dan perubahan berat badan yang sesuai.
Diagnosa keperawatan : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
Tujuan : Pemulihan kepada volume cairan yang normal.
1. Batasi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.
2. Berikan diuretik, suplemen kalium dan protein seperti yang dipreskripsikan.
3. Catat asupan dan haluaran cairan.
4. Ukur dan catat lingkar perut setiap hari.
5. Jelaskan rasional pembatasan natrium dan cairan. 1. Meminimalkan pembentukan asites dan edema.
2. Meningkatkan ekskresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal.
3. Menilai efektivitas terapi dan kecukupan asupan cairan.
4. Memantau perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan.
5. Meningkatkan pemahaman dan kerjasama pasien dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan. • Mengikuti diet rendah natrium dan pembatasan cairan seperti yang diinstruksikan.
• Menggunakan diuretik, suplemen kalium dan protein sesuai indikasi tanpa mengalami efek samping.
• Memperlihatkan peningkatan haluaran urine.
• Memperlihatkan pengecilan lingkar perut.
• Mengidentifikasi rasional pembatasan natrium dan cairan.
Diagnosa keperawatan : Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan kadar amonia.
Tujuan : Perbaikan status mental.
1. Batasi protein makanan seperti yang diresepkan.
2. Berikan makanan sumber karbohidrat dalam porsi kecil tapi sering.
3. Berikan perlindungan terhadap infeksi.
4. Pertahankan lingkungan agar tetap hangat dan bebas dari angin.
5. Pasang bantalan pada penghalang di samping tempat tidur.
6. Batasi pengunjung.
7. Lakukan pengawasan keperawatan yang cermat untuk memastikan keamanan pasien.
8. Hindari pemakaian preparat opiat dan barbiturat.
9. Bangunkan dengan interval. 1. Mengurangi sumber amonia (makanan sumber protein).
2. Meningkatkan asupan karbohidrat yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan energi dan “mempertahankan” protein terhadap proses pemecahannya untuk menghasilkan tenaga.
3. Memperkecil resiko terjadinya peningkatan kebutuhan metabolik lebih lanjut.
4. Meminimalkan gejala menggigil karena akan meningkatkan kebutuhan metabolik.
5. Memberikan perlindungan kepada pasien jika terjadi koma hepatik dan serangan kejang.
6. Meminimalkan aktivitas pasien dan kebutuhan metaboliknya.
7. Melakukan pemantauan ketat terhadap gejala yang baru terjadi dan meminimalkan trauma pada pasien yang mengalami gejala konfusi.
8. Mencegah penyamaran gejala koma hepatik dan mencegah overdosis obat yang terjadi sekunder akibat penurunan kemampuan hati yang rusak untuk memetabolisme preparat narkotik dan barbiturat.
9. Memberikan stimulasi kepada pasien dan kesempatan untuk mengamati tingkat kesadaran pasien. • Memperlihatkan perbaikan status mental.
• Memperlihatkan kadar amonia serum dalam batas-batas yang normal.
• Memiliki orientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
• Melaporkan pola tidur yang normal.
• Menunjukkan perhatian terhadap kejadian dan aktivitas di lingkungannya.
• Memperlihatkan rentang perhatian yang normal.
• Mengikuti dan turut serta dalam percakapan secara tepat.
• Melaporkan kontinensia fekal dan urin.
• Tidak mengalami kejang.
Diagnosa keperawatan : Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks.
Tujuan : Perbaikan status pernapasan.
1. Tinggalkan bagian kepala tempat tidur.
2. Hemat tenaga pasien.
3. Ubah posisi dengan interval.
4. Bantu pasien dalam menjalani parasentesis atau torakosentesis.
1. Berikan dukungan dan pertahankan posisi selama menjalani prosedur.
2. Mencatat jumlah dan sifat cairan yang diaspirasi.
3. Melakukan observasi terhadap bukti terjadinya batuk, peningkatan dispnu atau frekuensi denyut nadi. 1. Mengurangi tekanan abdominal pada diafragma dan memungkinkan pengembangan toraks dan ekspansi paru yang maksimal.
2. Mengurangi kebutuhan metabolik dan oksigen pasien.
3. Meningkatkan ekspansi (pengembangan) dan oksigenasi pada semua bagian paru).
4. Parasentesis dan torakosentesis (yang dilakukan untuk mengeluarkan cairan dari rongga toraks) merupakan tindakan yang menakutkan bagi pasien. Bantu pasien agar bekerja sama dalam menjalani prosedur ini dengan meminimalkan resiko dan gangguan rasa nyaman.
2. Menghasilkan catatan tentang cairan yang dikeluarkan dan indikasi keterbatasan pengembangan paru oleh cairan.







Menunjukkan iritasi rongga pleura dan bukti adanya gangguan fungsi respirasi oleh pneumotoraks atau hemotoraks (penumpukan udara atau darah dalam rongga pleura). • Mengalami perbaikan status pernapasan.
• Melaporkan pengurangan gejala sesak napas.
• Melaporkan peningkatan tenaga dan rasa sehat.
• Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18/menit) tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.
• Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala pernapasan dangkal.
• Memperlihatkan gas darah yang normal.
• Tidak mengalami gejala konfusi atau sianosis.


N. NURCING OUTCOME AND
NURSING INTERVENTION CLASSIFICATION

Menurut Carpenito (2000), Doengoes (1999), NANDA (2001) dan Smeltzer, Suzanne & Bare (2001) fokus intervensi pada sirosis hepatis adalah sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh untuk keperluan metabolisme berhubungan dengan ketidakmampuan menerima makanan atau pemasukan.
Dapat dihubungkan dengan:
1) Diit inadekuat, ketidakmampuan untuk memproses makanan.
2) Anoreksia, mual/muntah.
3) Fungsi usus abnormal.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Penurunan berat badan.
2 ) Perubahan bunyi dan fungsi usus.
3) Tonus otot buruk.
4) Ketidakseimbangan dalam pemberian nutrisi.
Hasil yang diharapkan:
1) Menunjukkan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
2) Tak mengenal tanda malnutrisi lanjut.
Intervensi:
Mandiri:
1) Ukur masukan diit harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi.
2) Timbang berat badan sesuai indikasi, bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan BB sebagai indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/asites.
3) Bantu dan dorong pasien untuk makan, biarkan orang terdekat membantu pasien, pertimbangkan pilihan makanan yang disukai, diit rendah lemak.
Rasional : Diit yang tepat penting untuk penyembuhan.
4) Dorong pasien untuk makan semua makanan/minuman tambahan.
Rasional : Pasien mungkin hanya makan sedikit karena kehilangan selera makan.
5) Berikan makanan sedikit dan sering.
Rasional : Buruk toleransi terhadap makanan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdominal.
6) Berikan tambahan garam bila diizinkan, hindari yang mengandung amoni um.
Rasionaf : Membantu menurunkan iritasi gaster.
7) Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional : Perdarahan dari varises esofagus bisa terjadi.
8) Berikan perawatan mulut.
Rasional : Pasien sering mengaiami luka atau perdarahan gusi.
9) Tingkatkan periode tidur.
Rasional : Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan regenerasi seluler.
10) Anjurkan penghentian rokok.
Rasionai : Menurunkan rangsangan gaster dan resiko perdarahan/iritas.
Kolaborasi:
11) Awasi pemeriksaan laboratorium contoh glukosa serum, albumin, total protein, ammonium.
Rasional : Glukosa menurun karena glukogenesis, masukan tidak adekuat, protein menurun karena gangguan metabolisme, peningkatan kadar air perlu dibatasi untuk mencegah serius.
12) Pertahankan status puasa, bila diit diindikasikan.
Rasional : Pada awalnya, pengistirahatan gastrointestinal diperlukan untuk menurunkan kebutuhan pada hati dan produksi ammonium/urea gastrointestinal.
13) Konsul dengan ahii diit dalam kalori dan karbohidrat sederhana, rendah letnak, batasi cairan natrium.
Rasional : Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukannya buruk, kalori memberikan energi slap pakai, lemak diserap dengan buruk karena disfungsi hati dan mungkin memperberat ketidaknyamanan abdomen.
14) Berikan obat sesuai indikasi, contoh antiemetik.
Rasional : Untuk menurunkan mual, muntah, meningkatkan masukan oral.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan berlebihan.
Dapat dihubungkan dengan:
1 ) Gangguan mekanisme regulasi (contoh: penurunan protein plasma, malnutrisi).
2) Kelebihan natrium untuk masukan cairan.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Edema anasarka, peningkatan berat badan.
2) Pemasukan berlebihan dari pengeluaran, oliguria, perubahan dalam berat jenis urine meningkat.
3) Dispnea, bunyi napas tambahan.
4 ) Perubahan tekanan darah.
5) Perubahan status mental.
Hasil yang diharapkan:
1) Terlihat adanya perbaikan status nutrisi dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2) Tidak terdapat dehidrasi.
3) Tekanan darah normal.
4) Tidak ada gangguan elektroiit.
5) Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, BB stabil, TTV dalam rentang normal, tidak ada edema.
Intervensi:
Mandiri :
1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif, timbang berat badan tiap hari, peningkatan lebih dari 0,5 kg per hari.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya perbaikan perpindahan/peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
2) Awasi tekanan darah.
Rasional : Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan.
3) Ukur Iingkar abdomen.
Rasional : Menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan retensi air dan natrium, penurunan anti diuretik hormon.
4) Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis. Kolaborasi:
5) Hindari memberikan narkotik dan sedativa bila terjadi perubahan status mental.
Rasional : Obat-obat in] menekan kesadaran dan dimetabolisme oleh hepar yang sakit dengan buruk. Perawatan khusus diperlukan untuk menjamin keamanan dan memenuhi kebutuhan fisioiogis dari pasien tak sadar.
b. Intoleransi aktivitas
Dapat dihubungkan dengan:
1) Postur tubuh tidak stabil selama melakukan kegiatan.
2) Keterbatasan kemampuan, kelemahan fisik.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
l ) Dapat rnelakukan aktivitas dibantu oleh keluarga.
Hasil yang diharapkan:
1) Mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain.

lntervensi:
Mandiri:
1) Anjurkan untuk mobiiisasi secara bertahap.
Rasional : Mempertahankan mobilisasi, fungsi sendi, dan posisi normal ekstremitas.
2) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan Iatihan rentang gerak sendi pasif dan aktif.
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.
3) Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan.
4) Dorong penggunaan teknik relaksasi untuk mengurangi stres, misal membaca, mengobrol.
Rasional : Menghilangkan kejenuhan.
5) Bantu pasien memenuhi kebutuhan.
Rasional : Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri.
6) lkut sertakan keluarga dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Keluarga bersama perawat dapat membantu aktivitas pasien.
Kolaborasi:
7) Berikan suplemen vitamin (A, B complex, C dan K) dan tambahan asupan kalori protein.
Rasional : Memberikan nutrisi tambahan dan tenaga untuk aktivitas pasien.

c. Pola napas tidak efektif.
Dapat dihubungkan dengan:
1) Pertumbuhan cairan intraabdomen (asites).
2) Penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret.
3) Penurunan energi, kelelahan.
Perencanaan tujuan:
1) Jalan napas tetap baik, lancar.
2) Oksigenasi tetap adekuat.
Hasil yang diharapkan:
1) Mampukan pola pernapasan efektif.
2) Bebas dispnea dan sianosis dengan kapasitas nilai GPA dan kapasitas vital dalam rentang normal.
Intervensi:
1) Awasi frekuensi kedalaman dan upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan cepat/dangkal ada hubungannya dengan
hipoksialasites.
2) Auskultasi bunyi napas, catat rnengi.
Rasional : Menunjukkan komplikasi (akumulasi cairan, sekresi, atelektasis), meningkatkan risiko infeksi.
3) Selidiki perubahan tingkat kesadaran.
Rasional : Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dari gagal pernapasan yang sering disertai koma hepatik.
4) Pertahankan kepala tetap tinggi, posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
5) Ubah posisi dengan sering dorong untuk napas dalatn, latihan batuk.
Rasional : Membantu ekspansi dan memobiiisasi sekret.
6) Awasi suhu, catat adanya menggigil, meningkatnya batuk.
Rasional : Menunjukkan timbulnya infeksi (pneumonia).
e. Risiko tinggi terhadap perubahan integritas kulit.
Dapat dihubungkan dengan:
1) Gangguan sirkulasi/status metabolik.
2) Akumulasi garam empedu pada kulit.
3) Turgor kulit buruk, adanya edema, asites.
Perencanaan tuj uan:
1) lntegritas kulit tetap utuh.
Hasi1 yang diharapkan:
1) Mlengintegrasikan faktor risiko dan menunjukkan teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1) Lihat pennukaan kulit/titik tekan secara rutin, pijat penonjolan tulang/area yang tertekan terus-menerus, gunakan lotion minyak, batasi penggunaan sabun untuk mandi.
Rasional : Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus-asites dapat memanjangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis hepatis berat.
2) Ubah posisi secara teratur saat di kursi/tempat tidur. Bantu dengan teknik latihan rentang gerak pasif aktif.
Rasional : Perubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkuiasi dan perbaikan/mempertahankan mobilitas sendi.
3) Tinggikan ekstremitas bawah.
RasionaI : Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas.
4) Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
Rasional : Ketembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan kerusakan kulit.
5) Bila tirah baring, implementasikan tindakan untuk mencegah komplikasi imobilitas.
Rasional : Asites dan edema meningkatkan risiko kerusakan kuiit.

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Dapat dihubungkan dengan:
1) Kurang mengingat, kesalahan interpretasi.
2) Ketidakbiasaan terhadap sumber-sumber informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Pernyataan permintaan infonnasi.
2) Pernyataan salah konsepsi.
3) Tidak akurat mengikuti instruksi.
Hasil yang diharapkan:
l ) Menyatakan pemahaman proses penyakit dan prognosis.
2) Menghubungkan gejala dan faktor penyebab.
3) Melakukan perubahan-perubahan pada pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan.
Intervensi:
1) Kaji silang proses penyakit atau prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang dapat membuat piiihan informasi.
2) Tekankan pentingmya menghindari alkohol.
Rasional : Alkohol menyebabkan terjadinya sirosis.
3) Informasikan pasien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis hepatis dan pentingnya penggunaan obat hanya diresepkan atau dijelaskan oleh dokter yang mengenal riwayat pasien.
Rasional : Beberapa obat bersifat hepatotoksik (terutama narkotik, sedativa, hipnotik) selain itu kerusakan hall telah menurunkan kemampuan metabolisme semua obat potensial efek akumulasi clan atau meningkatnya kecenderungan perdarahan.
4) Tekankan pentingnya nutrisi yang baik.
Rasional : Pemeliharaan diit yang tepat dan menghindari makanan amonia akan membantu perbaikan gejala dan mencegah kerusakan hati.
5) Tekankan perlunya mengevaluasi kesehatan dan mentaati program terapeutik.
Rasional : Sifat penyakit kronik mempunyai potensi untuk komplikasi.
6) Diskusikan pembatasan natrium dan garam serta perlunya membaca label makanan atau obat yang dijual bebas.
Rasional : Peningkatan pengetahuan pasien tentang makanan yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi akan dapat mencegah komptikasi lebih lanjut akibat asites.
7) Dorong menjadwalkan aktivitas sesuai dengan periode istirahat adekuat.
Rasional : Istirahat adekuat menurunkan kebutuhan metabolik tubuh dan meningkatkan simpanan energi.
8) Tingkatkan aktivitas hiburan yang dapat dinikmati oleh pasien.
Rasional : Mencegah kebosanan dan meminimalkan ansietas.
9) Anjurkan menghindari infeksi khususnya infeksi saluran kemih.
Rasional : Penurunan pertahanan, gangguan status nutrisi dan respon imun potensial resiko infeksi.
l0) Identifikasi bahaya lingkungan, contoh karbon tetraklorida tipe pembersih.
Rasional : Dapat mencetuskan kekambuhan.
11) Anjurkan pasien atau orang terdekat rnelihat tanda dan gejala yang perlu pemberitahuan pada pemberian perawatan.
Rasional : Laporkan segera tentang gejala menurunkan risiko kerusakan hati lebih Ianjut.
12) Instruksikan orang terdekat untuk memberikan pemberi perawatan akan adanya bingung.
Rasional : Perubahan dapat lebih tampak oleh orang terdekat meskipun adanya perubahan dapat dilihat oleh orang lain yang jarang kontak dengan pasien.
g. Risiko tinggi infeksi.
Dapat dihubungkan dengan:
1) Prosedur invasif.
2) Pertahanan primer tidak adekuat.
Hasil yang diharapkan:
1 ) Melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang atau transmisi ke orang lain.
2) Tidak terjadi infeksi.
Intervensi:
Mandiri:
1) Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional : Perubahan dalam tanda-tanda vital seperti peningkatan suhu tubuh mempakan salah satu indikasi adanya infeksi.
2) Melakukan teknik isolasi untuk infeksi interik termasuk cuci tangan efektif.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
3) Awasi clan batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Pemahaman alasan untuk perlindungan diri mereka sendiri dan orang lain.
4) Pertahankan teknik septik dan aseptik.
Rasional : Mencegah infeksi silang terhadap petugas kesehatan atau dari pasien yang lain.

Kolaborasi:
5) Berikan obat sesuai indikasi, antibiotik tepat untuk organ pencegahan.
Rasional : Pengobatan hepatis bakterial/untuk mencegah infeksi sekunder.

h. Nyeri berhubungan dengan hati membesar, asites, nyeri tekan.
Hasil yang diharapkan:
1) Mempertahankan tirah baring dan mengurangi aktivitas.
2) Memperlihatkan pengurangan lingkar perut.
3) Pasien menyatakan nyeri berkurang/terkontrol atau hilang.
4) Pasien dapat istirahat dan skala nyeri menurun.
Intervensi:
1) Kaji skala, durasi, intensitas dan hal-haI yang menyebabkan nyeri bertambah atau berkurang.
Rasional : Diketahuinya hat-hal mengenai nyeri pada pasien membantu perawat untuk menentukan intervensi lebih lanjut yang tepat.
2) Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan nyeri ada abdomen.
Rasional : Mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi hat].
3) Berikan antispasmodik dan sedativa sesuai yang diresepkan.
Rasional : Mengurangi iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri serta gangguan rasa nyaman pada perut.
4) Amati, catat clan laporkan keberadaan sifat nyeri clan gangguan rasa nyaman.
Rasional : Memberikan dasar untuk mendeteksi lebih lanjut kemunduran keadaan pasien untuk mengevaluasi intervensi.
5) Kurangi asupan natrium dan cairan jika diindikasikan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan asites lebih lanjut.















KESIMPULAN
Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan mengobati penyulit, maka prognosa SH bisa jelek. Namun penemuan sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan sirosis hati.


PUSTAKA
Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm (Diakses 14 September 2008)
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Hakim Zain. L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatitis
Lesmana L.A, Pembaharuan Strategi Terapi Hepatitis Kronik C, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Rosenack, J, Diagnostic and Therapy of Chronic Liver and Biliary Diseases.Hadi Sujono, Gastroenterology, Penerbit Alumni / 1995/ Bandung.
Sherlock S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford, England Blackwell 1997.
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta. 1987
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

Tidak ada komentar: