Sabtu, 27 Juni 2009

ASKEP HIPOPARATIROIDISME

HIPOPARATIROIDISME

DEFINISI
• Hipoparatiroidisme adalah kurangnya sekresi PTH ditandai oleh gejala-gejala klinis hiperaktivitas neuromuskular dan secara biokimiawi ditandai oleh hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan menurunnya sampai tidak adanta IPTH dalam sirkulasi (Endokrinologi Dasar dan Klinik).
• Hipoparatiroidisme terjadi bila hormon paratiroid tidak mencukupi, atau bila hormon itu tidak dapat berfungsi di tingkat jaringan (Patofisiologi Untuk Keperawatan).

ETIOLOGI
1. Sekresi hormon paratiroid yang kurang adekuat akibat suplay darah tergenggu atau setelah jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi radikal leher.
2. Atrofi kelenjar paratiroid yang etiologinya tidak diketahui merupakan penyebab hipoparatiroidisme yang jarang dijumpai.
3. Tidak ada kelenjar paratiroid (kongenital).
4. Malabsorpsi gastrointestinal.
5. Alkoholisme.
6. Defek selektif absorpsi Mg dalam usus.

PATOFISIOLOGI
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Hipoparatiroidisme fungsional terjadi pada pasien yang telah lama mengalami hipomagnesia lama. Pasin-pasien ini termasuk mereka-mereka yang dengan defek selektif pada absorpsi Mg dalam usus, malabsorpsi gastrointestinal atau alkoholisme. Karena Mg dibutuhkan untuk melepaskan PTH dari kelenjar, IPTH serum khas sangat rendah atau tak terdeteksi. Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorpsi intestinal kasium dari makanan dan penurunan resorpsi kalsium dari tulang dan di sepanjang tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hifosfaturia, dan kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria. Hipokalsemia dan alkalosis, jika cukup parah menyebabkan eksitabilitas neuromuscular yang menu\ingkat dengan akibat timbul tetani dan paresthesia.

PATHWAYS
Terlampir

MANIFESTASI KLINIS
A. Manifestasi Neuromuskular
1. Paresthesia
Rasa kebas dan kesemutan dapat terjadi di sekeliling mulut, ujung-ujung jari, kadang-kadang di kaki.
2. Tetani
Tangan, lengan bawah dan yang lebih jarang kaki berubah bentuk yang khas. Pertama-tama jempol teradduksi dengan kuat diikuti fleksi sendi metakarpafalangeal, ekstensi sendi interfalangeal (jari-jari bersamaan) dan fleksi sendi pergelangan dan siku.
3. Hiperventilasi
Karena kepanikan akibat tetani, pasien dapat hiperventilasi dan mensekresi jumlah epinefrin yang meningkat.
4. Gejala-gejala Adrenergik
Peningkatan sekresi epinefrin lebih jauh menimbulkan anxietas, takikardi, berkeringat, dan kepucatan perifer dan sirkumoral.
5. Kejang
Pasien-pasien dengan hipoparatiroidisme dapat timbul kejang.

6. Tanda-tanda tetani lain
• Tanda Chvostek, ditimbulkan dengan mengtuk nervus fasialis tepat di sebelah anterior daun telinga, tepat dibawah zigomatikus dan sudut mulut.
• Tanda Trousseau harus dicari dengan manset sfigmomanometer. Tanda Trousseau adalah tanda tetani laten yang paling dapat dipercaya dan harus di uji dan dicatat segera pada masa pasca operatif.
7. Tanda-tanda Ekstrapiramidal
Sindroma neorologis ekstrapiramidal, termasuk parkinsonisme klasik terjadi pada hipoparatiroidisme kronis.

B. Manifestasi Klinis Lain
1. Katarak Lensa Posterior
Ini adlah sekuele hipoparatiroidisme paling umum. Katarak ada dan tumbuh untuk waktu 5-10 tahun sebelum terjadi gangguan penglihatan.
2. Manifestasi Jantung
Pemanjangan interval QT pada EKG (yang dikoreksi untuk kecepatannya) dikaitkan dengan hipokalsemia.
3. Manifestasi Gigi
Kelainan pembentukan enamel, tidak adanya atau terlambat erupsi dan terganggunya pembentukan akar gigi adalah tanda petunjuk adanya hipokalsemia yang ada pada masa kanak-kanak.
4. Sindroma Malabsorpsi
Malabsorpsi intestinal dengan steatorea tidak umum dijumpai pada hipoparatirodisme tapi bisa muncul pada pasien dengan penyakit lama yang tidak terobati.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Naikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl.
2. Jika terjadi hipoglikemia dan tetani setelah tiroidektomi, berikan kalsium glukonat IV segera. Sedatif dapat juga diberikan. Parathormon parenteral juga mungkin diberikan; awasi terhadap reaksi alergi.
3. Kurangi peka rangsang neuromuskular dengan memberikan lingkungan yang bebas bising, perubahan mendadak, lampu yang terang, atau gerakan mendadak.
4. Lakukan penatalaksanaan kedaruratan dengan trakeostomi atau ventilasi mekanik untuk gawat napas.

KOMPLIKASI
Disamping hiperkalsemia, hipokalsiuria timbul sebagai komplikasi pengobatan yang berhasil adalah disebabkan oleh PTH tidak lagi mempertahankan absorpsi kalsium tubulus ginjal yang normal. Oleh karena itu, pengukuran yang teliti dari kalsium urin 24 jam merupakan keharusan, sementara kadar normal kalsium serum didekati selama pengobatan kalsium dan vitamin D untuk menghindari kemungkinan pembentukan batu ginjal.
Diuretik tiazid, yang menyebabkan peningkatan reabsorpsi kalsium oleh tubulus ginjal bila berguna pada kasus ini dan bisa menambah keuntungan dari pencapaian eukalsemia parsial. Nyatanya, pengobatan semacam ini telah digunakan dengan berhasil tanpa vitamin D dalam penanganan hipoparatiroidisme ringan.

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Observasi atau temuan :
1. Neurologis
• Paresthesia : bibir, liah, jari-jari, kaki.
• Kesemutan.
• Tremor.
• Hiperrefleksia.
• Tanda Chvostek dan atau Trousseau positif.
• Papiledema.
• Labilitas emosional.
• Peka rangsang.
• Anxietas.
• Depresi.
• Delirium.
• Delusi.
• Perubahan dalam tingkat kesadaran.
• Tetani.
• Kejang.
2. Muskuloskeletal
• Kekakuan.
• Keletihan.
3. Kardiovaskuler
• Sianosis.
• Palpitasi.
• Disritmia jantung.
• Perubahan dalam gambaran EKG : perpanjangan interval QT, peninggian atau inversi gelombang T, blok jantung.

4. Pernapasan
• Suara serak.
• Edema atau stridor laring.
5. Gastrointestinal
• Mual, muntah.
• Nyeri abdomen.
6. Ginjal : pembentukan kalkuli.
7. Integumen
• Kulit dan kuku keras.
• Pigmentasi kutan.
• Alopesia.
• Kuku rapuh.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi cedera b.d konvulsi menyeluruh.
2. Pola napas tak efektif b.d spasme laring.
3. Intoleransi aktivitas b.d paresthesia, formikasi dan kram otot.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi cedera b.d konvulsi menyeluruh.
Kriteria Hasil : Pasien akan mendemonstrasikan tak ada cedera dengan komplikasi minimal atau terkontrol.
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140-200 x/menit), disritmia, distress pernapasan, sianosis (berkembangnya edema paru atau GJK).
Manipulasi kelenjar selama tiroidektomi subtotal dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tiroid.
2. Evaluasi reflek secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, kebas, paresthesia, Tanda Chvostek dan Trousseau positif, adanya kejang. Hipokalsemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1-7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hipoparatiroidisme yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak di sengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.
3. Pertahankan penghalang tempat tidur terpasang atau di beri bantalan, tempat tidur pada posisi yang rendah dan jalan napas buatan di dekat pasien. Hindari penggunaan restrein. Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.

Kolaborasi :
4. Pantau kadar kalsium darah.
Pasien dengan kalsium kurang dari 7,5/100ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
5. Berikan obat sesuai indikasi :
• Kalsium (glukonat, laktat)
Untuk memperbaiki kekurangan yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen. Catatan: gunakan dengan berhati-hati pada pasien pengguna digitalis karena kalsium meningkatkan sensitivitas terhadap digitalis yang berpotensi menimbulkan toksik.
• Agen-ikatan fosfat Membantu sepenuhnya dalam menurunkan kadar fosfor yang meningkat b.d hipokalsemia.

• Sedatif

• Antikonvulsan Meningkatkan istirahat, menurunkan stimulasi dari luar.
Mengendalikan kejang sampai terapi yang dilakukan memberikan hasil yang memuaskan.

2. Diagnosa Keperawatan : Pola napas tak efektif b.d spasme laring.
Kriteria Hasil : Frekuensi, irama, dan kedalamam pernapasan normal bagi pasien.
Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji upaya pernapasan dan kualitas suara setiap 2 jam.

2. Auskultasi untuk mendengarkan stridor laring tiap 4 jam.

3. Instruksikan pasien untuk mengiformasikan pada perawat atau dokter saat pertama kali terjadi tanda kekakuan pada renggorok atau sesak napas.
4. Baringkan pasien untuk mengoptimalkan bersihan jalan napas ; pertahankan dalam posisi alamiah.



Pengkajian yang berulang kali sangat penting karena mungkin kondisi pasien berubah secara drastic.
Suara stridor laring dan diam menggambarkan spasme laring parsial sampai total.
Dilakukan agar dapat segera diberikan tindakan yang tepat.



Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah.
Kolaborasi :
5. Laporkan gejala dini pada dokter dan kolaborasi untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
6. Berikan atau pertahankan alat Bantu pernapasan (ventilator).
Dilakukan untuk memaksimalkan oksigen.


Dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Selang endotrakheal mungkin tetap pada tempatnya dan penggunaan mesin Bantu pernapasan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu.

3. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas b.d paresthesia, formikasi, dan kram otot.
Kriteria hasil : Tingkat aktivitas pasien meningkat tanpa dispnea, takikardi, atau peningkatan TD.
Pasien melakukan AKS tanpa susah payah.
Intervensi Rasional
1. Kaji pola aktifitas yang lalu. Dapat menentukan tingkat kemajuan aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
2. Kaji terhadap aktivitas
• Catat perubahan TD, nadi, dan pernapasan.
• Hentikan aktivitas bila terjadi perubahan.
• Tingkatkan keikutsertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan peningkatan toleransi.







Dilakukan untuk melatih mobilisasi pasien.
• Ajarkan pasien untuk memantau respon terhadap aktiviyas dan untuk mengurangi, menghentikan, atau meminta bantuan ketika terjadi perubahan.
• Rencakan perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan; jadwalakan bantuan dengan orang lain.
• Seimbangkan antara aktivitas dengan waktu istirahat.
• Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien untuk menghemat penggunaan energi. Meningkatkan pemahaman pasien mengenai penyakitnya dan meminimalkan resiko cedera.



Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.


Agar tidak terjadi keletihan dan kelemahan otot.
Tehnik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan supply dan kebutuhan oksigen.


HIPOPARATIROIDISME

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II







Disusun Oleh:
NURLAILA
G2B001231



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2004

PATHWAYS






































DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. Keperawatan medikal-bedah:buku saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta:EGC. 2000.

Doengoes, Marilynn E. Rencana asuhan keperawatan:pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. edisi 3. Jakarta:EGC. 1999.

Francis SG, John DB. Endokrinologi dasar dan klinik. Edisi 4. Jakarta:EGC. 1998.

Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth. Ed.8. Vol.2. Jakarta:EGC. 2000.

Sodeman. Patofisiologi sodeman:mekanisme penyakit. Ed.7. Jilid II. Jakarta:Hipokrates. 1995.

Tambayong, Jan. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta:EGC. 2000.

Tucker Susan Martin, dkk. Standar perawatan pasien:proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed.5. Vol.2. Jakarta:EGC. 1998.

Tidak ada komentar: