Sabtu, 27 Juni 2009

ASKEP HEMORAGIE POST PARTUM

ASUHAN KEPERAWATAN POSTPARTUM DENGAN HAEMORAGIC POST PARTUM


A. Pengertian
- Perdarahan yang terjadi setelah melahirkan anak dalama 24 jam yang jumlahnya lebih dari 500-600 cc.
- Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur.
- POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.
.
B. Etiologi
1. Atonia uteri
2. Retensio placenta
3. Sisa placenta
4. Laserasi jalan lahir
5. Kelainan darah
6. Hematoma
7. Inversi uterus
8. Subinvolusi uterus

C. Faktor predisposisi dan pencetus
1. Umur (yang terlalu tua atau terlalu muda pada saat melahirkan),
2. Paritas (Multi para atau grandemulti),
3. Partus lama, obstetri oprastif dan narkose,
4. Uterus terlalu tegang dan besar,
5. Kelainan pada uterus (myoma uteri),
6. Sosek yang kurang yang dapat menyebabkan malnutrisi.

D. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi kesana, atonia uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan ruptur uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu, misalnya afibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

E. Tanda dan Gejala
1. Perdarahan yang lebih dari 500-600 cc,
2. Kontraksi uterus lemah, uterus lembek (boggy),
3. Sub involusi (fundus uteri naik),
4. Muka pucat/ anemis.
Atonia uteri
1. Gejala klinis berdasarkan penyebab :
• Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setyelah anak lahir (perdarahan post partum primer)
• Gejala yang kadang timbul : Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, extremitas dingin, gelisah, mual,dll)
2. Trauma jalan lahir
• Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.
• Gejala yang kadang timbul : pucat, lemah, mengggigil.
3. Retensio placenta
• Gejala yang selalu ada : placenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
• Gejala yang kadang timbul : tali pusat putus akibat traksi yang berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
4. Retensio placenta
• Gejala yang selalu ada : placenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera.
• Gejala yang kadang timbul : uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
5. Inversio uterus
• Gejala yang selalu ada : uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika placenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
• Gejala yang kadang timbul : syok neurogenik dan pucat

F. Komplikasi
- Syok haemoragik

G. Prognosis
Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar. R), dan menurut Wignyosastro angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.

H. Pathway keperawatan
Perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghamnbat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi fakrtor utama penyebab perdarahan pasca persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan sevik, vagina dan perineum.
I. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan
Secara umum untuk kasus perdarahan adalah:
1. Hentikan perdarahan.
2. Cegah terjadinya syock.
3. Ganti darah yang hilang.

Penatalaksanaan khusus:
1. Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak):
Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.
2. Tahap II (perdarahan lebih banyak):
Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
3. Bila semua tindakan diatas tidak menolong:
Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.

Penatalaksanaan keperawatan :
1. Penatalaksanaan umum
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah
dan komplikasi
e. Atasi syok jika terjadi syok
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

2. Penatalaksanaan khusus
a. Atonia uteri
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
b. Retensio plasenta dengan separasi parsial
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g
supp/oral ).
c. Plasenta inkaserata
Tentukan diagnosis kerja
Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
d. Ruptur uteri
Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus
Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi
Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e. Sisa plasenta
Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
g. Robekan serviks
Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan
Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah

J. Pengkajian
1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
2. Keluhan utama : perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi/eklamsi, bayi besar, gemelli, hidramnion, grand multi gravida, primi muda, anemia, perdarahan saat hamil, persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan kala III.
4. Riwayat kesehatan : kelainan darah dan hipertensi.
5. Pengkajian fisik :
# Tanda vital : - Tekana darah : Normal/turun (kurang dari 90-100 mmHg)
- Nadi : Normal/meningkat (28-34 x/menit)
- Suhu : Normal/meningkat
- Kesadaran : Normal/turun
# Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
# Kulit : dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang.
# Pervaginam : keluar darah, robekan, lochea (jumlah dan jenis)
# Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang.

K. Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
2. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan
3. Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus menerus.
4. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam kapiler.
5. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam
7. Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam
8. Cemas/ketakutan s/d perubahan keadaan atau ancaman kematian

L. Rencana asuhan keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan fungsiolaesa).
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan respirasi).
- Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.
Rencana:
1. Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Observasi jumlah perdarahan.
R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah akibat dari pengeluaran leukosit yang berlebihan.
3. Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.
R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.
R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan kuman yang lebh progresif.
5. Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).
R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.

2. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
Tujuan:
Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hb > 10 gr %.
- Konjungtiva tidak anemis.
- Mukosa tidak pucat.
Rencana:
1. Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.
R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.
3. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).
R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Pemberian koagulantia dan roburantia.
- Pemberian transfusi.
- Pemeriksaan DL secara berkala.
5. Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.
3. Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus menerus.
Tujuan:
Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak terjadi penurunan kesadaran.
- TTV dalam batas normal.
- Turgor kulit baik.
- Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
- Cairan dalam tubuh balance.
Rencana:
1. Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak ditangan secara baik.
4. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5. Kolaborasi dalam:
- Pemberian cairan infus atau transfusi.
- Pemberian koagulantia dan uterotonika.
- Pemesangan CVP.
- Pemeriksaan BJ Plasma.

4. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam
kapiler.
Tujuan:
Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hasil BGA dalam batas normal.
- TTV dalam batas normal.
Rencana:
1. Observasi TTV dalam batas normal.
R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya asidosis.
2. Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.
R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
3. Kolaborasi dalam:
- Pemeriksaan BGA.
- Pemberian cairan intravena.

5. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan: Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
Rencana:
1. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan yang dilakukan.
2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).
R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan dengan bantuan orang lain.
3. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.
R/ Kelemahan tubuh yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kebersihan perseorangan.
4. Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat mencerminkan berkurangnya kelemahan tubuh.
6.. Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam
Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
1. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.
2. Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital akan terjadi bila perdarahan semakin hebat. Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil, dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
3. Monitor intake dan out put setiap 5-10 menit
R/ Perubahan out put merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
4. Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh akan menghalangi kontraksi uterus
5. Lakukan massage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakkan diatas simpisis
R/ Masage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan plasenta, satu tangan simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
6. Batasi pemeriksaan vagina dan rectum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rectum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks/ perineum atau terdapat haematom
7. Berikan invus/cairan intra vena
R/ Cairan intra vena mencegah terjadinya syok
8. Berikan uterotonika (bila perdarahan karena atonia uteri)
R/ Uterotonika merangsang uterus dan mengontrol perdarahan
9. Berikan antibiotik
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada subinvolusio
10. Berikan tranfusi whole blood (bila perlu)
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh
7. Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam
Tujuan : selama perawatan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan
Kriteria hasil : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi dijaringan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3. Kaji ada/tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
4. Tindakan kolaborasi
- Monitor kadar gas darah dan PH
R/ perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan
- Berikan terapi oksigen
R/ oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan
8. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Tujuan : tidak terjadi cemas selama perawatan
Kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang
Rencana tindakan :
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan klien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan persaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisne koping yang tepat



M. Referensi
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company, Pholadelpia.
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.
Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.
http://askep-maternitas.blogspot.com/


Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company, Pholadelpia.
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.
Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.
http://askep-maternitas.blogspot.com/

http://dafid-pekajangan.blogspot.com/2008/03/infeksi-saluran-kencing.html

Tidak ada komentar: