Sabtu, 27 Juni 2009

ASKEP LEUKIMIA

TUGAS KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
LEUKEMIA













Disusun Oleh:
EDI PURNAMA
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

LEUKIMIA

A. Pengertian
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.

B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Faktor genetik: virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV).
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya.
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.
5. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
6. Kelainan kromosom: Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s), Trisomi G (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia.

C. Klasifikasi
1. Leukemia Mielogenus Akut
AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena, insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Kronis
CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3. Leukemia Limfositik Akut
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
4. Leukemia Limfositik Kronis
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.

D. Insiden
ALL (Acute Lymphoid Leukemia) adalah insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 3 dan 5 tahun. Anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih baik daripada anak laki-laki. Anak kulit hitam mempunyai frekuensi remisi yang lebih sedikit dan angka kelangsungan hidup (survival rate) rata-rata yang juga lebih rendah.. ANLL (Acute Non-Lymphoid Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia pada anak. Resiko terkena penyakit ini meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom bawaan seperti Sindrom Down. Lebih sulit dari ALL dalam hal menginduksi remisi (angka remisi 70%). Remisinya lebih singkat pada anak-anak dengan ALL. Lima puluh persen anak yang mengalami pencangkokan sumsum tulang memiliki remisi berkepanjangan.

E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas: kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.
2. Sirkulasi: palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat.
3. Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan haluaran urin.
4. Integritas ego: perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang, ansietas.
5. Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan disfagia.
6. Neurosensori: penurunan koordinasi, disorientasi, pusing, kesemutan, parestesia, aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
7. Nyeri: nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah.
8. Pernafasan: nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan bunyi nafas.
9. Keamanan: gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam, infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.
10. Seksualitas: perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.

F. Patofisiologi
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang maligna, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yangt akan berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur. Biasanya menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobulin: dapat kurang dari 10 gr/100ml.
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah.
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm).
5. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat.
6. Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
7. Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
8. Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
9. Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
10. Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.




H. Penatalaksanaan Medis
1. Pelaksanaan kemoterapi
2. Irradiasi kranial
3. Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi:
a. Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin (antineoplastik), dan L-asparaginase (menurunkan kadar asparagin; asam amino untuk pertumbuhan tumor). Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Fase konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.
2. Nyeri berhubungan dengan efek agen fisiologis dari leukemia.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis.
4. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis berhubungan kemoterapi.







J. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil NIC
1 Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam, diharapkan:
NOC:
 Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
 Melaporkan tanda dan gejala infeksi
 Menunjukkan hyegiene pribadi yang adekuat  Pantau tanda dan gejala infeksi
 Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
 Pantau hasil laboratorium
 Pantau tanda tanda vital
 Amati penampilan praktik hyegiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi
 Jelaskan kepada pasien mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko terhadap infeksi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
 Ajarkan pada klien/keluarga tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada pusat kesehatan
 Bantu klien/keluarga mengidentifikasi faktor dilingkungan, gaya hidup, dan praktik kesehatan yang meningkatkan resiko infeksi
2 Nyeri berhubungan dengan efek agen fisiologis dari leukemia Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam, diharapkan:
NOC:
 Pasien mampu menunjukkan teknik relaksasi yang efektif
 Mengenali faktor penyebab nyeri
 Melaporkan nyeri pada petugas kesehatan  Gunakan laporan dari pasien sendiri dalam mengumpulkan informasi pengkajian
 Gunakan lembar alur nyeri untuk memantau pengurangan nyeri
 Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas nyeri, faktor presipitasinya
 Observasi ketidaknyamanan nonverbal, khususnya yang komunikasi tidak efektif
 Instrusikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat tercapai
 Berikan informasi tentang nyeri, penyebab, cara mengantisipasinya
 Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum menjadi berat
 Ajarkan teknik relaksasi
 Kolaborasi pemberian analgesik
3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena efek samping kemoterapi dan atau stomatitis Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam, diharapkan:
NOC:
 Menunjukkan status gizi adekuat
 Mempertahankan massa tubuh atau berat badan dalam batas normal  Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
 Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
 Kaji dan dokumentasikan derajat kesulitan mengunyah/menelan
 Timbang pasien pada interval yang tepat
 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
 Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan kedalam jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan/ketidaksukaan pasien, dan suhu makanan
 Diskusukan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap, pemberian makan melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
 Tentukan dengan kolaborasi bersama ahli gizi, secara tepat jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, khususnya pasien dengan kebutuhan energi tinggi
 Ketahui makanan kesukaan pasien
 Pantau hasil laboratorium
4 Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan kemoterapi. Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam, diharapkan:
NOC:
 Menunjukkan kesehatan mulut baik
 Menunjukkan hyegiene mulut yang esensial sesuai dengan yang dasarankan  Identifikasi zat yang mengiritasi
 Kaji pemahaman dan kemampuan pasien untuk melakukan perawatan mulut
 Tentukan persepsi klien tentang perubahan pada rasa, menelan, kualitas suara, dan kenyamanan
 Pantau pasien setiap pergantian tugas jaga dari adanya kekeringan pada mukosa mulut
 Pantau tanda dan gejala glositis dan stomatitis
 Pantau efek terapeutik dari anestesi lokal, pasta perlindungan mulut, dan analgesik sistemik atau topikal, sesuai dengan kebutuhan
 Anjurka program kesehatan mulut sebagai bagian dari perencanaan pulang
 Instruksikan pasien untuk menghindari pembersih mulut komersil
 Instruksikan pasien untuk melaporkan tanda dan gejala infeksi kepada dokter sesegera mungkin
 Kolaborasi pemberian anestesi topikal, pasta perlindungan mulut, dan topikaal atau analgesik sistemik, sesuai dengan kebutuhan
 Pantau tanda tanda vital pasien
 Hindari penggunaan permen bergula atau permen karet
 Sediakan perawatan mulut sebelum makan atau sesuai dengan kebutuhanbantu pasien dalam memilih makanan yang lembut, lunak, dan tidak asam
 Tingkatkan perawatan gigi setiap dua jam dan dua kali pada malam hari jika stomatitis tidak dapat dikendalikan


























DAFTAR PUSTAKA

Buku saku NIC NOC.

NANDA. (2005) Diagnosa Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. (1994) Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta: EGC.

Reeves, Charlene J et al. (2001). Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta: EGC.

Tucker, Susan Martin et al. (1998). Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar: