Sabtu, 27 Juni 2009

ASKEP HERNIA FEMURALIS

BAB I
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang normal atau melalui defek congenital atau yang didapat (C.Long,1996:246).
Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus dan kandung kemih) memasuki defek tersebut sehingga timbul kantong berisikan materi abdomen (Tambayong, 2000:140).
Hernia atau herniae adalah penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding rongga itu. Dimana dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin (http://www.kompas.com/kesehatan/news).
Hernia adalah protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan.
(http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel_kesehatan?.htm)
Hernia Femoralis merupakan penonjolan yang terjadi pada lipatan paha melalui annulus femoralis. Hernia femoralis umumnya di jumpai pada perempuan tua. Keluhan biasanya muncul berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen. Pintu masuk hernia femoralis adalah annulus femoralis. Selanjutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha (http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel_kesehatan?.htm)
Herniorapi adalah proses pembedahan yang dilakukan untuk menutup lubang dan memperkuat bagian yang lemah dengan tujuan mengembalikan isi perut ketempat semula karena mengalami penurunan atau melemah (http://www.kompas.com/kesehatan/news)
B. ETIOLOGI
Hernia terjadi karena dinding otot yang melemah atau membran yang secara normal menjaga organ tubuh pada tempatnya melemah atau mengendur. Hernia sebagian besar diderita oleh orang yang berusia lanjut , karena pada usia lanjut otot – otot mulai melemah dan mengendur sehingga peluangnya sangat besar untuk terjadi hernia. Pada wanita sebagian besar hernia diakibatkan karena obesitas (berat badan yang berlebih). Hal lain yang dapat mengakibatkan hernia antara lain : mengangkat barang yang terlalu berat, batuk, penyakit kronik paru – paru, akibat mengejan pada saat buang air besar, gangguan metabolisme pada jaringan ikat, diare atau kejang perut, kehamilan.
Selain itu hernia juga dapat disebabkan karena kongenital (faktor bawaan sejak lahir). Hal – hal diatas merupakan beberapa contoh penyebab terjadinya hernia yang perlu diwaspadai (http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel_kesehatan?.htm)
C. PATOFISIOLOGI
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena kelemahan jaringan atau ruang luas pada ligamentum inguinalis atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra abdomen paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat beban berat juga menyebabkan peningkatan seperti pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul, bila dua faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia (Ester, 2002:54).
Sedangkan menurut pendapat yang diperoleh dari http:/www.kompas.com/kesehatan/news, pada orang dewasa, hernia terjadi karena dua faktor utama, yaitu adanya otot dinding rongga, misalnya perut yang lemah, kedua dorongan yang menyebabkan tekanan di dalam rongga perut meningkat. Faktor umur, usia biasanya juga mempengaruhi karena pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ akan jaringan tubuh mengalami degenerasi. Pada wanita, kegemukan juga dapat memungkinkan timbulnya daerah yang lemah. Keadaan itu, jika ditambah dengan faktor kedua tadi.
Hernia femoralis umumnya di jumpai pada perempuan tua. Keluhan biasanya muncul berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen. Pintu masuk hernia femoralis adalah annulus femoralis. Selanjutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan v vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha. (http:/www.geocities.com)















PATHWAY







































Reabsorpsi usus menurun

Gangguan eliminasi BAB




































Pembedahan


Efek anestesi

Hiperperistaltik usus

Mual muntah

Anoreksia

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan Faktor kongenital
Faktor didapat
Batuk kronik
Mengejan, kehamilan
Mengangkat beban berat
Merokok, DM

Peningkatan didalam rongga peritonium

Kelemahan otot femoralis

Isi abdomen (lemak,usus, kandung kemih melemah

Masuk annulus femoralis

Kanalis Femoralis

HERNIA FEMORALIS















Pintu masuk mikroorganisme


Resti infeksi























Penekanan Hernia

Terjepitnya pembuluh darah

Aliran darah kejaringan darah berkurang

Hernia strangulata


Luka Insisi

Inkontinuitas Jaringan

Merangsang sel di hipotalamus


Nyeri akut








































Kurang informasi

Kurang Pengetahuan




D. MANIFESTASI KLINIK
Pada hernia dapat dimanifestasi klinis sebagai berikut: penderita terdapat benjolan pada daerah – daerah yang memungkinkan terjadinya hernia, mual, muntah , susah makan dan tubuh demam, benjolan hilang apabila berdiri atau keadaan relaks, benjolan muncul apabila ada tekanan , seperti mengejan, membawa barang yang terlalu berat, batuk ,dll serta apa bila diraba terdapat benjolan pada titik–titik hernia (http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel_kesehatan?.htm).
E. ANATOMI DAN PATOLOGI
Secara garis besar hernia terdiri dari cincin, kantung dan isi hernia (misalnya usus atau jaringan penyangga usus). Faktor-faktor tertentu misalnya: batuk kronik, mengangkat beban berat dan lain sebagainya. Sehingga usus masuk ke dalam cincin. Hernia sering dialami oleh laki-laki dari pada wanita ini terjadi karena adanya proses perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Pada janin laki-laki, testis (buah pelir) turun dari rongga perut menuju skrotum kantung kemaluan pada bulan ke tujuh hingga ke delapan usia kehamilan. Lubang yang berupa saluran itu akan menutup menjelang kelahiran atau sebelum anak mencapai satu tahun.
(http:/www.kompas.com/kesehatan/news).
Tempat-tempat yang utama untuk menunjukan kelemahan itu (tempat terjadinya hernia) seperti inguinalis, saluran femoral, umbilikus dan jaringan perut yang lama bekas operasi yang cenderung terletak pada isi rongga perut untuk bisa terjebak didalamnya yang tersering adalah terjepitnya usus halus, usus besar, omentum /isi perut yang lain (Robin & Kumar, 1995:266).

F. PENATALAKSANAAN
Penanganan bisa dengan pengobatan konservatif, maupun tindakan definitif berupa operasi. Tindakan konservatif antara lain:
1. Dilakukan pada hernia reponibel.
2. Tindakan konservatif terbatas pada tindakan melalui reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Jika reposisi tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi segera.
3. Pada anak-anak dengan hernia indirect irreponibel diberi terapi konservatif dengan:
a. obat penenang (valium)
b. posisi trandelenburg
c. kompres es
Operatif:
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan herniorapi serta herniograpi.
1. Herniotomi: pembebasan kantung hernia sampai pada lehernya, kantung dibuka dan isi hernia dibebaskan
2. Hernioplasti: memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
3. Herniografi: membuat plasty di abdomen sehingga LMR (Locus Minorus Resisten)menjadi kuat.
Penanganan pasca opersi:
1. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
2. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
3. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis serta mengejan.
4. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
5. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen
6. Setelah dilakukannya tindakan pembedahan maka dilakukan perawatan luka dan penderita makan dengan diit tinggi kalori dan protein.
(http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel_kesehatan?.htm).
Menurut Barbara, 1996, perawatan luka setelah operasi tujuannya yaitu untuk mencegah trauma sampai timbul epitelisasi biasanya luka ditutup terlebih dahulu dengan pembalut. Penutup torehan terdiri dari kasa, pembalut yang rapat menutup atau semi menutup. Pembalut kasa memungkinkan udara mencapai luka, pembalut yang menutup rapat atau semi rapat dianggap memperlancar penyembuhan dengan mempertahankan luka pada kelembaban (namun steril) sehingga sel epitel dapat bergeser lebih mudah melalui permukaan luka pada saat epitelisasi. Pembalut kasa biasanya dipakai bila terjadi drainase yang menimbulkan kontak dan terjadilah maserasi kulit. Bila dipasang sistem drainase yang terbuka, bagian ynag terbuka dari drain harus tertutup dengan kasa yang memudahkan peresapan. Sedangkan untuk pelindung kulir, pembalut harus diganti agak sering.
Selain dilakukan perawatan luka, dianjurkan juga kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan tinggi kalori. Tujuan dari makanan tinggi protein karena protein diperlukan untuk pertumbuhan kolagen yang dapat mempercepat penyembuhan luka. Tinggi kalori yaitu untuk persediaan energi yang dapat digunakan untuk aktivitas setelah operasi

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi yaitu inkarserata belum tentu menyatakan obstruksi atau strangulasi usus, obstruksi usus didalam kantung mempunyai gambaran klinik seperti obstruksi usus halus atau usus besar lainnya, strangulasi merupakan resiko usus besar lainnya, strangulasi menyebabkan gejala-gejala dan tanda-tanda obstruksi usus kalau alat mengalami strangulasi adalah usus (Theodore, 1995:301), aliran darah ke usus terganggu sehingga terjadi kerusakan jaringan usus, peritonitis, obstruksi usus sederhana hingga perforasi, abses lokal dan fistel.
(http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel_kesehatan?.htm).
H. PENCEGAHAN
Hal-hal yang bisa mencegah timbulnya hernia antara lain: hindari obesitas atau kelebihan berat badan , usahakan agar berat badan sesuai standar yang sesuai dengan tinggi badan dan tipe badan, menghindari agar tubuh tidak mengalami konstipasi ( ketegangan ) dan tarikan dengan banyak makan makanan yang berserat, hindari kegiatan mengangkat beban terlalu berat, melakukan pengobatan terhadap penyakit – penyakit yang menjadi faktor terjadinya hernia , seperti batuk menahun dan sembelit menahun (http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel_kesehatan?.htm).
I. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian data fisik sebelum dilakukan operasi antara lain pada pengkajian abdomen dapat menunjukan: benjolan pada lipat paha/ area umbilikal (temuan paling sederhana). Adanya keluhan tentang aktivitas yang mempengaruhi ukuran benjolan. Benjolan mungkin ada secara konstan atau hanya tampak pada aktivitas yang meningkatkan tekanan intra abdomen seperti; batuk, bersin, mengangkat, defekasi. Keluhan tentang ketidaknyamanan dialami karena tegangan. Nyeri menandakan strangulasi dan kebutuhan terhadap pembedahan segera. Selain itu manifestasi obstruksi usus dapat dideteksi (bising usus meningkat) (Barbara, Enggram,1998:213).
Sedangkan hal-hal yang perlu dikaji setelah dilakukan pembedahan antara lain:
1. Status pernafasan
Seperti pada pembedahan, penggunaan anestesi meningkatkan resiko komplikasi pernafasan. Hal-hal yang harus dipantau antara lain: frekuensi, kedalaman dan pola pernafasan. Lokasi insisi sering menimbulkan rasa nyeri pada saat inspirasi dan batuk. Dengan demikian pasien cenderung melakukan fiksaasi dinding dada sehingga pernafasan cenderung dangkal.
2. Sistem sirkulasi dan kehilangan darah
Tanda-tanda vital dn tekanan darah arteri/ vena sentral dipantau. Warna dan suhu kulit serta keluaran urine juga akan memberikan informasi tentang keadekuatan status sirkulasi
3. Keadaan luka insisi dan selang drainase
Keadaan luka dan selang drainase harus sering diobservasi untuk membantu mengontrol kehilangan darah serta hemorragie yang tidak diduga
4. Nyeri
Rasa nyeri merupakan masalah utama bagi pasien post operasi akibat insisi dan posisi pasien diatas meja operasi untuk memungkinkan akses yang adekuat pada ginjal. Lokasi dan intensitas nyeri dikaji sebelum dan sesudah pemberian analgetik
5. Distensi abdomen yang meningkatkan gangguan rasa nyaman
6. Drainase urine
Keluaran urine dan drainase dari selang yang dipasang pada saat pembedahan dipantau dalam jumlah, warna serta tipenya. Penurunan atau tidak adanya drainase urine harus segera dipantau (Tucker, 1998: 154)


J. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI
Pada diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau terputusnya kontinuitas jaringan (Doenges,2000: 489). Mempunyai tujuan dan kriteria hasil yaitu klien menunjukan nyeri hilang, klien dapat istirahat/tidur dan klien menunjukan perilaku/distraksi. Intervensinya adalah kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10). Rasionalnya membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan ketidakefektifan/dapat mengatakan adanya/terjadinya komplikasi. Berikan posisi yang nyaman (Trendelburg). Rasionalnya dengan memberikan posisi tersebut dapat mengurangi ketegangan abdomen sehingga nyeri berkurang. Monitor tanda-tanda vital. Rasionalnya respon autoimun meliputi: tekanan darah, nadi, respirasi rate dan suhu yang menjadi tanda keluhan nyeri. Instruksikan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi. Rasinalnya memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan indikasi. Rasionalnya menghilangkan reflek spasme/kontraksi usus halus dan membantu dalam manajemen nyeri.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges, 2000:492). Tujuannya nutrisi kembali seimbang. Kriteria hasil tidak ada mual muntah dan makanan yang disediakan habis porsinya. Intervensinya adalah observasi mual muntah. Rasionalnya sejumlah besar aspirasi gaster dan mual muntah diduga terjadi obstruksi usus. Monitor bunyi usus ada/tidak ada/peraktif. Rasionalnya meskipun bunyi usus sering tidak ada, inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus. Ukur lingkar abdomen dan berat badan secara teratur. Rasionalnya kehilangan/peningkatan menunjukan perubahan hidrasi, tapi kehilangan lanjut diduga ada defisit. Beri makanan kecil/porsi kecil tapi sering. Rasionalnya untuk meningkatkan masukan oral secara periodik. Beri makanan sajian hangat. Rasionalnya meningkatkan rangsangan/nafsu makan.
Diagnosa ketiga yaitu gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan penurunan reabsorbsi usus (Doenges,2004:494). Tujuannya BAB lancar. Kriteria hasil pasien menunjukan tidak ada nyeri tekan abdomen dan bising usus kembali normal 3-25 kali permenit. Intervensinya kaji ulang adanya bising usus. Rasionalnya abnormalitas fungsi gastrointestinal bisa diketahui dari bising usus. Observasi adanya nyeri abdomen. Rasionalnya mungkin berhubungan dengan akumulasi gas dan cairan terjadi komplikasi. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang tidak mengiritasi lambung dan tidak menimbulkan gas. Perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses. Rasionlanya merupakan indikator, kembalinya fungsi gastrointestinal dan mengidentifikasi ketetapan intervensi. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. Rasionalnya mungkin perlu untuk mengontrol frekuensi defekasi sampai tubuh mengatasi perubahan akibat bedah.
Diagnosa keempat yaitu resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer:prosedur invasif. (Doenges, 2004:652). Tujuannya tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Kriteria hasil suhu normal (360C- 370C), tekanan darah normal (100/90mmHg-130/100mmHg). Intervensinya adalah tekankan tehnik mencuci tangan dengan tepat. Rasionalnya mencegah kontaminasi silang. Pertahankan tehnik aseptik. Rasionalnya menurunkan resiko infeksi nosokomial. Observasi adanya kemerahan, kalor, dan tumor. Rasionalnya untuk mendeteksi secara dini adanya infeksi. Berikan perawatan kateter. Rasionalnya mencegah infeksi kandung kemih. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan indikasi. Rasionalnya untuk menurunkan terjadinya infeksi
Diagnosa yang kelima yaitu kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang kondisi kesehatan (Doenges, 2004:453). Tujuannya pasien mengerti tentang kondisi kesehatannya. Kriteria hasil pasien berpartisipasi dalam program pengobatan dan melakukan perubahan pola hidup. Intervensinya adalah kaji ulang persepsi pasien tentang penyebab penyakitnya, efek pola hidup dan cara menurunkan faktor pendukung. Rasionalnya memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan keputusan tentang masa depan dan kontrol kesehatan. Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi. Rasionalnya agar pasien dapat melakukan aktivitas tanpa menimbulkan masalah. Dorong aktivitas sesuai toleransi. Rasionalnya mencegah kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Diskusikan perawatan insisi, pembatasan mandi dan mengganti balutan. Rasionalnya pemahaman peningkatan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.


BAB II
RESUME KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari senin tanggal 23 Juni 2008 pukul 15.00 WIB oleh Ita Windriani di ruang rahmat kamar no.3 RS Purbowangi.
1. Identitas Pasien
Pasien bernama Ny.S umur 78 tahun, agama islam, jenis kelamin perempuan, status sudah menikah (janda), pendidikan terakhir tidak tamat SD, alamat candirenggo Rt 6/05 ayah, suku/bangsa jawa/indonesia, pekerjaan petani. Pasien masuk tanggal 16 juni 2008 pukul 11.30 WIB, nomor rekam medik 041685 dengan diagnosa medis post operasi herniorapi hari ke-6.
2. Riwayat Keperawatan
Pasien masuk RS Purbowangi dengan keluhan utama pasien mengatakan takut untuk bergerak serta takut makan dan minum banyak. Pasien masuk tanggal 16 juni 2008 pukul 11.30 WIB dengan keluhan perut sakit, tidak bisa kentut dan tidak bisa BAB, kurang lebih sudah 1 minggu yang lalu. Tanda-tanda vital: tekanan darah 130/90mmHg, nadi 110x/menit, respirasi rate 30x/menit, suhu 360C. Pasien mendapat terapi injeksi cefotaxime 1gr, injeksi ranitidin 1 amp, injeksi antalgin 1 amp, dan infus D5 20 tetes per menit. Pasien mendapat tindakan operasi tanggal 17 Juni 2008 dengan general anestesi pukul 18.30 WIB dan selesai pukul 20.00 WIB.
Saat dikaji pasien mengatakan takut untuk bergerak dan takut untuk makan dan minum, kadang-kadang masih timbul nyeri pada luka post operasi. Pasien mengatakan sejak operasi tanggal 17 juni 2008 sampai tanggal 22 juni 2008 masih puasa. Pasien diperbolehkan makan tanggal 23 juni 2008 hanya bubur halus dan pasien minum belum adekuat ± 1-2 gelas sehari karena takut. Tanda-tanda vital, tekanan darah150/80 mmHg, nadi 73x/menit, respirasi rate 20x/menit dan suhu 37,60C.
3. Fokus Pengkajian
Pengkajian fokus berdasarkan komponen kesehatan, pasien mengatakan takut untuk bergerak dan takut untuk makan dan minum, pasien mengatakan selama sakit hanya tiduran ditempat tidur, ADL dibantu oleh keluarga serta pasien mengatakan badannya pegal-pegal.
Hasil pemeriksaan fisik adalah keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vitalnya adalah tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 73x/menit, respirasi rate 20x/menit, dan suhu 37,60C.
Pada pemeriksaan head to toe kepala mesochepal, rambut panjang beruban, tidak ada nyeri tekan, sedikit berminyak, tidak ada lessi. Mata konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, fungsi penglihatan baik, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung simetris,tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada polip, fungsi penciuman baik, dan tidak terpasang alat bantu pernafasan. Telinga simetris, fungsi pendengaran baik, terdapat sedikit serumen. Mulut mukosa kering, tidak ada stomatitis, fungsi pengecapan baik, gigi kotor. Leher tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, dan kelenjar getah bening, dapat digerakan, tidak ada peningkatan JVP. Dada: Paru-paru, inspeksi simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak ada retraksi dinding dada. Palpasi pengembangan paru sama kanan dan kiri. Perkusi sonor, auskultasi suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan. Jantung: Inspeksi ictus cordis tak tampak, palpasi ictus cordis teraba di space IC V 2cm medial line midclavicula sinistra, perkusi pekak, konfigurasi jantung dalam batas normal, auskultasi bunyi jantung S1 dan S2 murni, tidak ada suara tambahan (Gallop atau murmur).
Abdomen: inspeksi, abdomen datar, terdapat luka post operasi herniorapi pada abdomen kanan bawah dengan sayatan horizontal dan dengan jahitan sebanyak 3 jahitan, terpasang drain yang masih produktif ± 30 cc dengan cairan berwarna merah kecokelatan, serta terdapat luka diabdomen bagian tengah dengan sayatan vertical dan dijahit sebanyak 15 jahitan, luka bersih dan kering, tidak terdapat pus, auskultasi peristaltik 8x/menit, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi bunyi timpani. Genetalia tidak ada kelainan dan tidak terpasang DC, kulit turgor kulit baik, kulit kering.
Ekstremitas: superior, akral teraba hangat, CRT < 2 detik, kuku panjang dan sedikit kotor, tidak ada edema, tidak terpasang infuse, dapat bergerak dengan baik. Inferior: akral teraba hangat, tidak ada edema, dapat bergerak dengan baik.
Pada tanggal 16 juni 2008 dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hematologi yaitu: Haemoglobin 11,6gr% (normal 12-18 gr%), Leukosit 10.300/m3 (normal 4000-10.000/m3), Ureum 48,6 mgr/dl (normal 10-50 mgr/dl), Kreatinin 1,28 mgr/dl (normal 0,5-1,1 mgr/dl), Golongan darah O, Gula Darah Sewaktu 116 mgr/dl (normal 100-130 mgr/dl), Faktor pembekuan 6 menit (normal 1-6 menit).

B. Analisa Data
Pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 15.00 WIB diperoleh data subyektif yaitu pasien mengatakan takut untuk bergerak dan takut untuk minum banyak serta pasien mengatakan badannya pegal-pegal. Sedangkan data obyektifnya adalah pasien post operasi hari ke-6 alih baring masih dibantu karena takut, pasien tidak melaksanakan instruksi yang diberika perawat untuk ambulasi dini, minum belum adekuat 1-2 gelas sehari. Dari data tersebut penulis menyimpulkan diagnosa keperawatan yang timbul adalah kurangnya pengetahuan tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi.
Pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 15.00WIB diperoleh data obyektif yaitu terdapat luka post operasi herniorapi hari ke-6 di abdomen kanan bawah dan tengah, dijahit sebanyak 3 jahitan disebelah kanan bawah dan 15 jahitan dibagian tengah abdomen, terdapat drain di abdomen kanan bawah masih produktif cairan ± 30 cc warna merah kecokelatan, luka kering dan tidak terdapat pus, tanda-tanda vital: suhu 37.60C, nadi 73X/menit, tekanan darah 150/90mmHg, respirasi 20X/menit. Sedangkan data subyektif tidak terkaji. Dari data tersebut penulis menyimpulkan diagnosa keperawatan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry microorganisme.
Pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 15.00 WIB diperoleh data subyektif yaitu pasien mengatakan sudah tidak nyeri tetapi takut jahitannya lepas apabila untuk bergerak, pasien mengatakan mandi diseka, belum keramas, belum gosok gigi. Sedangkan data obyektifnya adalah rambut pasien tampak kotor, kuku terlihat panjang dan kotor, gigi kotor. Dari data tersebut penulis menyimpulkan diagnosa keperawatan yang timbul adalah defisit perawatan diri mandi/ hygine berhubungan dengan kurang/ penurunan motivasi.

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien, penulis membuat prioritas diagnosa menurut maslow adalah sebagai berikut: satu, kurang pengetahuan tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi. Dua, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry mikroorganisme. Tiga, defisit perawatan diri mandi/ hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi



D. Intervensi, Implementasi, Evaluasi
1. Kurang pengetahuan tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi.
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien mengerti aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi dengan kriteria hasil pasien mampu alih baring secara mandiri dan klien tidak takut melakukan aktivitas setelah operasi dan memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat serta pasien mengerti tentang aktivitas yang dilakukan untuk mencegah kekambuhan/komplikasi. Rencana tindakan keperawatan yaitu kaji tingkat pengetahuan pasien, identifikasi kemungkinan penyebab dan jelaskan kondisi tentang klien, diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah kekambuhan/ komplikasi, diskusikan tentang terapi dan pilihannya, latih mobilisasi setelah operasi, motivasi pasien untuk melakukan instruksi dari tim medis, tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 15.30 WIB adalah mengkaji keadaan umum pasien dengan hasil keadaan umum baik dan kesadaran compos mentis. Memonitor tanda-tanda vital dengan hasil: tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 73x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 37,60C. Pada pukul 16.00 WIB adalah mengkaji tingkat pengetahuan pasien dengan hasil pasien mengatakan tidak tahu aktifitas yang dilakukan setelah operasi, mengidentifikasi penyebab dan menjelaskan kondisi pasien dengan hasil pasien mengatakan sering mengangkat beban berat ketika dirumah serta kondisi pasien saat dikaji cukup baik. Pada pukul 16.15 WIB mengkaji kemampuan mobilisasi pasien dengan hasil pasien mengatakan sudah tidak sakit tetapi takut jahitannya lepas apabila untuk bergerak dan pasien baru mampu miring kanan dan miring kiri.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 17.00WIB data subyektif klien mengatakan sudah tidak sakit tetapi takut jahitannya lepas apabila untuk bergerak, pasien juga mengatakan badannya pegal-pegal. Data obyektifnya pasien post operasi hari ke-6 alih baring masih dibantu karena takut, pasien tidak melaksanakan instruksi yang diberika perawat untuk ambulasi dini, minum belum adekuat 1-2 gelas sehari, pasien mampu menyebutkan penyebab dan pekerjaan yang harus dihindari untuk mencegah kekambuhan/komplikasi. Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kemampuan alih baring pasien, latihan mobilisasi, anjurkan untuk minum secara adekuat.
Pada hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.00 WIB dilakukan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 37,30C. Pada pukul 10.45 mengajarkan pasien alih baring dan rentang gerak aktif dan pasif dengan hasil pasien mampu miring kanan dan kiri dengan mandiri serta duduk dengan bantuan. Pada pukul 11.15 WIB merganjurkan pasien untuk minum secara adekuat dengan hasil pasien sudah tidak takut untuk minum banyak dan pasien minum 3-4 gelas. Pada pukul 11.30 WIB menjelaskan kegiatan yang harus dihindari untuk mencegah kekambuhan atau komplikasi dengan hasil pasien mampu menyebutkan kembali kegiatan yang harus dihindari yaitu mengangkat beban berat, mengejan saat BAB.
Evaluasi pada hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 13.00 WIB data subyektif pasien mengatakan masih sedikit takut untuk bergerak, pasien juga mengatakan badanya masih pegal-pegal, pasien juga mengatakan akan berlatih bergerak sesuai yang telah diajarkan. Data obyektifnya pasien terlihat mampu miring kanan dan miring kiri dengan mandiri serta mampu duduk ditempat tidur masih dengan bantuan keluarga, minum belum adekuat 4 gelas sehari, mukosa bibir kering. Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya latih kemampuan mobilisasi pasien, motivasi pasien untuk melatih gerak, anjurkan untuk minum secara adekuat.
Pada hari rabu tanggal 25 Juni 2008 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 74 x/menit, respirasi rate 20 x/menit, suhu 36,5 0C. Pada pukul 09.00 WIB mengkaji kemampuan mobilisasi pasien dengan hasil pasien sudah mampu miring kanan dan kiri serta duduk dengan mandiri serta sudah mampu jalan-jalan disekitar ruangan dengan bantuan keluarga, pada pukul 11.30 WIB menganjurkan pasien untuk makan dan minum dengan adekuat hasilnya pasien minum 5-6 gelas sehari.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 25 Juni 2008 pukul 13.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak, badanya sudah tidak pegal-pegal. Deta obyektifnya pasien mampu duduk dengan mandiri serta jalan-jalan disekitar ruangan dengan bantuan keluarga, mukosa bibir lembab, minum 5-6 gelas sehari. Hal ini masalah teratasi. Intervensi selanjutnya motivasi pasien untuk latihan mobilisasi dan makan dan minum secara adekuat.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry mikroorganisme
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi sekunder dengan kriteria hasil tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda infeksi (kemerahan, bengkak, panas, nyeri dan keluarnya purulen) serta luka jahitan bersih dan kering. Rencana tindakan keperawatan monitor tanda-tanda vital, amati luka dari tanda2 infeksi, lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic dan gunakan kassa steril untuk merawat dan menutup luka, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kolaborasi pemberian antibiotik.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 15.30 WIB adalah mengkaji keadaan umum pasien dengan hasil keadaan umum baik dan kesadaran compos mentis. Memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 73x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 37,60C. Pada pukul 15.45 WIB adalah mengkaji tanda-tanda infeksi dengan hasil luka bersih, tidak ada pus, dan kemerahan, melepas infus RL 20 tetes per menit pada ekstremitas atas dengan hasil luka bekas tusukan jarum bersih dan tidak terjadi tromboflebitis.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 17.00WIB data obyektif terdapat luka post operasi hari ke-6, terdapat drain diabdomen kanan bawah, luka kering dan tidak ada pus, tidak kemerahan dan tanda-tanda vital hasil tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 73x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 37,60C. Hal ini masalah sudah teratasi. Intervensi selanjutnya pantau tanda-tanda infreksi, pertahankan tehnik aseptik setiap mengganti balutan, cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan dan kolaborasi pemberian antibiotik.
Pada hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.00 WIB dilakukan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 37,30C. Pada pukul 08.20 WIB mengobservasi tanda-tanda infeksi dengan hasil luka bersih dan kering, tidak kemerahan dan tidak terdapat pus. Pukul 08.30 WIB mengganti balutan dan mengangkat jahitan selang seling dengan hasil luka bersih dan kering, balutan kering, tidak terdapa pus dan kemerahan, jahitan rapat dan berjumlah 18 jahitan diangkat sebanyak 8 jahitan., drain sudah tidak produktif. Pukul 13.00 WIB memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 79 x/menit, respirasi rate 18 x/menit dan suhu 37 0C.
Evaluasi pada hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 13.00 WIB data obyektif luka bersih dan kering, tidak kemerahan dan tidak terdapat pus. jahitan rapat dan berjumlah 18 jahitan diangkat sebanyak 8 jahitan., drain sudah tidak produktif, tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 79 x/menit, respirasi rate 18 x/menit dan suhu 37 0C. Hal ini masalah sudah teratasi. Intervensi selanjutnya pantau tanda-tanda infreksi, pertahankan tehnik aseptik setiap mengganti balutan, cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan dan kolaborasi pemberian antibiotik.
Pada hari rabu tanggal 25 Juni 2008 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 74 x/menit, respirasi rate 20 x/menit, suhu 36,5 0C. Pada pukul 09.15 WIB mengganti balutan luka dan mengangkat drain dengan hasil drain sudah tidak produkif, luka bersih dan kering tidak ada pus dan kemerahan. Pada pukul 13.00 WIB memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 72 x/menit, respirasi rate 18 x/menit, dan suhu 36,8 0C.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 25 Juni 2008 pukul 13.00 WIB dengan data obyektif luka bersih dan kering serta tidak ada pus dan kemerahan, drain sudah tidak produktif, tanda-tanda vital tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 72 x/menit, respirasi rate 18 x/menit, dan suhu 36,8 0C. Hal ini masalah sudah teratasi. Intervensi selanjutnya pantau tanda-tanda infreksi, pertahankan tehnik aseptik setiap mengganti balutan, cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan dan kolaborasi pemberian antibiotik.
3. Defisit perawatan diri mandi/hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi.
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien mampu memenuhi kebutuhan hygine secara manrdiri dengan kriteria hasil pasien tampak segar dan bersih, rambut bersih, kuku pendek dan bersih, serta gigi bersih. Rencana tindakan keperawatan yaitu kaji tingkat kemampuan pasien dalam perawatan diri, kaji kebutuhan perawatan diri pasien, bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 16.30 WIB adalah mengkaji kemampuan pasien dalam memenuhi personal hygine dengan hasil pasien mengatakan selama dirumah sakit mandi diseka 2x sehari, belum keramas dan gosok gigi, kuku panjang dan kotor. Bantu pasien dalam memenuhi hygine mandi dan gig dengan hasil pasien belum mampu mandi secara mandiri. Memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan persorangan dengan hasil pasien mengerti apa yang dijelaskan oleh perawat.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 17.00WIB data subyektif klien mengatakan selama dirumah sakit mandi hanya diseka 2x sehari, belum keramas dan gosok gigi. Data obyektif rambut tampak berminyak, gigi kotor, kuku panjang dan kotor.Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.
Pada hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.30 WIB mengkaji kemampuan pasien dalam memenuhi personal hygine dengan hasil pasien mengatakan mandi diseka, belum keramas dan gosok gigi, kuku masih panjang dan kotor. Pada pukul 12.30 memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan persorangan dengan hasil pasien mengerti apa yang dijelaskan oleh perawat dan akan melakukan.
Evaluasi pada hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 13.00 WIB data subyektif data subyektif klien mengatakan mandi masih diseka 2x sehari, belum keramas dan gosok gigi. Data obyektif rambut masih tampak berminyak, gigi kotor, kuku panjang dan kotor.Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.
Pada hari rabu tanggal 25 Juni 2008 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan 08.30 WIB mengkaji kemampuan pasien dalam memenuhi personal hygine dengan hasil pasien mengatakan mandi diseka, belum keramas dan gosok gigi, kuku masih panjang dan kotor. Pada pukul 09.05 WIB membantu pasien untuk memotong kuku dengan hasil pasien mampu memotong kuku secara mandiri dan kuku tampak pendek dan bersih. Pada pukul 12.30 memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan persorangan dengan hasil pasien mengerti apa yang dijelaskan oleh perawat dan akan melakukan.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 25 Juni 2008 pukul 13.00 WIB dengan data subyektif klien mengatakan akan melatih mandi secara mandiri, pasien juga mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak. Data obyektif rambut masih tampak berminyak, gigi kotor, kuku pendek dan bersih, pasien sudah mampu berjalan. Hal ini masalah teratasi sebagian . Intervensi selanjutnya motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.



















BAB III
PEMBAHASAN

Pembahasan tentang asuhan keperawatan yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan Gangguan Sistem Pencernaan: Post Operasi Herniorapy hari ke-6 di Ruang Rahmat RS Purbowangi yang telah penulis laksanakan dengan metode pemecahan masalah secara alamiah dan pendekatan proses keperawatan. Hal-hal yang dibahas meliputi pengertian dari diagnosa, alasan diagnosa ditegakkan, alasan memprioritaskan masalah, rasionalisasi, kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan rencana tindakan serta bagaimana hasil evaluasi dari masalah keperawatan.
1. Kurang pengetahuan tentang aktivitas yang dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi.
Defisit pengetahuan adalah tidak ada atau kurangnya informasi pengetahuan tentang topik yang spesifik (Wilkinson, J.M, 2007:270)
Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berhubungan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2000:223)
Masalah kurang pengetahuan didukung oleh adanya laporan secara verbal/nonverbal, menunjukan dan mengungkapkan masalahnya secara verbal, tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat, serta tidak mengerjakan instruksi (Wilkinson, J.M, 2007:270)
Masalah kurang pengetahuan didukung juga dengan adanya batasan karakteristik yaitu menyatakan kurang pengetahuan atau meminta informasi, menyampaikan secara tidak tepat perilaku sehat yamg diinginkan dan kurang integrasi rencana tindakan kedalam kegiatan sehari-hari (Carpenito, 2000:223).
Diagnosa ini muncul dengan melihat data pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 15.15 WIB. Data subyektif pasien mengatakan takut untuk bergerak serta takut untuk minum banyak karena khawatir jahitannya akan lepas, pasien juga mengatakan badannya pegal-pegal . Data obyektif pasien hanya tiduran, terdapat luka post operasi hari ke-6, pasien tidak melaksanakan instruksi yang diberikan perawat untuk ambulasi dini, pasien baru bisa miring kanan dan kiri dengan bantuan, minum belum adekuat 1-2 gelas sehari.
Penulis mengangkat diagnosa kurang pengetahuan tantang aktivitas yang dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi sebagai prioritas pertama karena yang dirasakan oleh pasien jika tidak segera ditangani akan mengganggu aktivitas pasien dan kesembuhan pasien. Selain itu diagnosa ini diprioritaskan pertama karena merupakan keluhan utama pasien dan kurang pengetahuan tantang aktivitas yang dilakukan setelah operasi apabila tidak ditangani akan menghambat penyembuhan pasien karena seharusnya pasien post operasi hari ke-6 sudah dapat melakukan aktivitas secara mandiri sedangkan pasien belum dapat melakukan aktivitas secara manidiri. Aktivitas yang dilakukan setelah operasi yaitu pada hari ke-1 pasien latihan nafas dalam, hari ke-2 pasien latihan ambulasi dini bisa dengan miring kanan dan miring kiri, untuk hari selanjutnya pasien belajar duduk ditempat tidur, kemudian latihan berdiri disekitar tempat tidur dan hari selanjutnya latihan berjalan. Selain itu yang harus diperhatikan setelah operasi yaitu nutrisi yang dikonsumsi untuk mempercepat proses penyembuhan luka.
Dari hasil data tersebut penulis merencanakan intervensi sebagai berikut: kaji tingkat pengetahuan pasien, identifikasi kemungkinan penyebab dan jelaskan kondisi tentang klien, diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi, diskusikan tentang terapi dan pilihannya, latih rentang mobilisasi, motivasi pasien untuk melakukan instruksi dari tim medis, tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kurang pengetahuan meliputi:
a. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien
Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dilakukan untuk mengetahui pembuatan rencana individu mengidentifikasi secara verbal kesalahpahaman dan memberikan penjelasan serta untuk mempermudah dalam memberikan penjelasan (Doenges, 2000:95)
Kekuatan tindakan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien yang kurang terbuka dalam mengungkapkan pemahaman tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi.
b. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan menjelaskan kondisi tentang klien
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan menjelaskan kondisi pasien dilakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien terhadap kondisinya.
Kekuatan tindakan ini adalah pasien menjadi tahu tentang penyebab dan kondisinya saat ini sehingga pasien dapat lebih tenang dan tidak cemas dalam menghadapi penyakitnya serta dapat mempercepat proses penyembuhan pasien. Kelemahan tindakan ini adalah sulit diilakukan pada pasien yang mengalami cemas yang berlebihan.
c. Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dilakukan untuk mencegah komplikasi
Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dilakukan untuk mencegah komplikasi/ kekambuhan dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada pasien untuk menghindari pekerjaan atau aktivitas yang dapat meningkatkan resiko terjadi kekambuahn dan komplikasi (Doenges, 2000: 95)
Keuntungan dari tindakan ini adalah meningkatkan tingkat pengetahuan pasien tentang aktivitas atau pekerjaan yang harus dihindari untuk mencegah kekambuhan atau komplikasi. Kelemahan dari tindakan ini adalah pasien kurang terbuka dan pasif ketika diberi penjelasan.


d. Melatih mobilisasi pasien
Melatih mobilisasi dilakukan untuk mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot serta meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini. (Doenges, 2000:965)
Keuntungan dari tindakan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas setelah operasi. Kelemahan dari tindakan ini adalah pasien masih takut jahitannnya akan lepas apabila untuk melakukan latihan aktivitas sehingga dapat menghambat dalam latihan gerak.
e. Motivasi pasien untuk melakukan latihan gerak setelah operasi.
Memotivasi pasien untukm melakukan latihan gerak setelah operasi dilakukan karena mobilisasi setelah operasi sangat penting dan sangat dibutuhkan untuk mempercepat prosese penyembuhan. Kemandirian akan meningkatkan motivasi dan penurunan perasaan pasien tidak berdaya.
Kekuatan dari tindakan ini adalah pasien mau melakukan latihan mobilisasi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien masih tergantung pada keluarga sehingga terjadi penurunan kemandirian.
Hasil evaluasi tanggal 23 Juni 2008 pukul 17.00WIB data subyektif klien mengatakan sudah tidak sakit tetapi takut jahitannya lepas apabila untuk bergerak, pasien juga mengatakan badannya pegal-pegal. Data obyektifnya pasien post operasi hari ke-6 alih baring masih dibantu karena takut, pasien tidak melaksanakan instruksi yang diberika perawat untuk ambulasi dini, minum belum adekuat 1-2 gelas sehari, pasien mampu menyebutkan penyebab dan pekerjaan yang harus dihindari untuk mencegah kekambuhan/komplikasi. Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kemampuan alih baring pasien, latihan mobilisasi, anjurkan untuk minum secara adekuat.
Hasil evaluasi hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 13.00 WIB data subyektif pasien mengatakan masih sedikit takut untuk bergerak, pasien juga mengatakan badanya masih pegal-pegal, pasien juga mengatakan akan berlatih bergerak sesuai yang telah diajarkan. Data obyektifnya pasien terlihat mampu miring kanan dan miring kiri dengan mandiri serta mampu duduk ditempat tidur masih dengan bantuan keluarga, minum belum adekuat 4 gelas sehari, mukosa bibir kering. Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya latih kemampuan mobilisasi pasien, motivasi pasien untuk melatih mobilisasi, anjurkan untuk minum secara adekuat.
Hasil evaluasi hari rabu tanggal 25 Juni 2008 pukul 13.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak, badanya sudah tidak pegal-pegal. Deta obyektifnya pasien mampu duduk dengan mandiri serta jalan-jalan disekitar ruangan dengan bantuan keluarga, mukosa bibir lembab, minum 5-6 gelas sehari. Hal ini masalah teratasi. Intervensi selanjutnya motivasi pasien untuk latihan mobilisasi dan makan dan minum secara adekuat.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry microorganisme
Resiko tinggi infeksi yaitu peningkatan resiko untuk terinfeksi oleh organisme patogen (NANDA, 2006:121).
Faktor resiko meliputi prosedur invansif, tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan patogen, trauma, destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, rupture membrane amnioptik, agen parmasetikal (misal imunosupresan), malnutrisi, peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen, pertahanan sekunder tidak adekuat, pertahanan primer tidak adekuat misal trauma jaringan, penurunan gerak sillia, cairan tubuh statis, dan penyakit kronis (NANDA, 2006:121).
Diagnosa ini dirumuskan karena pada pasien terdapat luka operasi herniorapi hari ke-6, di abdomen kanan bawah dan tengah, dijahit sebanyak 3 jahitan disebelah kanan bawah dan 15 jahitan dibagian tengah abdomen, terdapat drain di abdomen kanan bawah masih produktif cairan ± 30 cc warna merah kecokelatan, luka kering dan tidak terdapat pus. Data yang berdokumentasikan tetapi tidak mendukung diagnosa resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer: prosedur invasif adalah warna cairan drain merah kecokelatan. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price, 1995:1193) sehingga merupakan adanya jalan masuk untuk kuman atau bakteri.
Pada bab pembahasan ini, penulis mengangkat diagnosa resiko tinggi infeksi menjadi prioritas ke-2 karena jika dibandingkan dengan defisit perawatan diri, resiko tinggi infeksi lebih mempengaruhi perubahan status kesehatan pasien. Meskipun pada resiko tinggi infeksi hanya tanda dan gejala yang muncul sebagai faktor resiko tetapi jika intervensi keperawatan tidak diberikan maka resiko terseburt bisa menjadi aktual (Priharjo R, 1996:172).
Rencana keperawatan yang dibuat antara lain monitor tanda-tanda vital, Amati luka dari tanda2 infeksi, lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic dan gunakan kassa steril untuk merawat dan menutup luka, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kolaborasi pemberian antibiotik.
Implementasi yang dilakukan penulis yaitu:
a. Memonitor tanda-tanda vital
Memonitor tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien. Pada diagnosa resiko tinggi infeksi difokuskan pada monitor suhu pasien. Didapatkan suhu pasien 37,6 0C berarti tidak terjadi peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh dapat menandakan adanya proses infeksi yaitu demam lebih dari 38 0C segera setelah pembedahan dapat menandakan infeksi luka atau pembentukan tromboflebitis. Demam 38,3 0C disertai menggigil, kelelahan, takipnea, takhikardia dan hipotensi menandakan syok septik. Peningkatan 4 sampai 7 hari setelah pembedahan sering menandakan abses (Doenges, 1999:502).
Kekuatan tindakan ini adalah pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan tiga kali perhari dapat memantau keadaan pasien secara terus menerus. Jika terjadi perbaikan atau keadaan pasien memburuk dapat diketahui dengan cepat dan segera dilakukan tindakan yang tepat. Kelemahan tindakan ini adalah dapat mengganggu istirahat pasien.
b. Mengobseervasi tanda-tanda infeksi
Memonitor tanda-tanda infeksi dengan memonitor adanya kemerahan, edema, dan panas serta bau tidak enak dari luka. Jika diketahuai adanya tanda-tanda infeksi dapat dilakukan pengobatan lebih dini sehingga dapat mencegah infeksi lebih lanjut. Adanya edema, eritema dan bau tidak enak dapat menandakan timbulnya infeksi lokal atau nekrosis lokal atau nekrosis jaringan yang dapat mempersulit penyembuhan (Doenges, 1999:774).
Kekuatan dari tindakan ini adalah dapat mendeteksi terjadinya gangguan penyembuhan luka. Kelemahan dari tindakan ini adalah hal ini tidak dapat dilakukan setiap saat karena seringnya membuka balutan dapat meningkatkan frekuensi sering terpapar dengan lingkungan.
c. Mengganti balutan luka dengan teknik steril
Mengganti balutan luka dengan teknik steril dilakukan karena dengan teknik steril dapat meminimalkan kesempatan introduksi bakteri sehingga dapat menurunkan resiko tinggi infeksi (Doenges, 1999:79)
Kekuatan tindakan ini adalah dapat memberikan rasa nyaman pada pasien dan meminimalkan infeksi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien terasa nyeri saat dilakukan perawatan luka.

d. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dapat menurunkan kontaminasi selang sehingga bakteri tidak menyebar terutama ke daerah luka pada akhirnya dapat menurunkan resiko infeksi (Doenges, 1999:874).
Kekuatan tindakan ini adalah mudah dilakukan tetapi manfaatnya besar salah satunya untuk mencegah kontaminasi silang. Kelemahan tindakan ini adalah cuci tangan yang hanya dilakukan oleh perawat tidak menjamin berkurangnya penyebaran kuman. Cuci tangan harus dilakukan oleh semua pihak yang berhubungan langsung dengan pasien.
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
Antibiotik yang diberikan adalah cefadroxil 2 x 500 mg, mengandung antibiotik yang bekerja untuk menghambat sintesa dinding sel bakteri sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi (Theodorus, 1999:13).
Kekuatan tindakan ini adalah pemberian antibiotik melalui peroral sehingga tidak terjadi trauma jaringan karena tusukan jarum dan tidak terdapat jalan masuk mikroorganisme.
Hasil evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 17.00WIB data obyektif terdapat luka post operasi hari ke-6, terdapat drain diabdomen kanan bawah, luka kering dan tidak ada pus, tidak kemerahan dan tanda-tanda vital hasil tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 73x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 37,60C. Hal ini masalah sudah teratasi. Intervensi selanjutnya pantau tanda-tanda infreksi, pertahankan tehnik aseptik setiap mengganti balutan, cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan dan kolaborasi pemberian antibiotik.
Hasil evaluasi pada hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 13.00 WIB data obyektif luka bersih dan kering, tidak kemerahan dan tidak terdapat pus. jahitan rapat dan berjumlah 18 jahitan diangkat sebanyak 8 jahitan., drain sudah tidak produktif, tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 79 x/menit, respirasi rate 18 x/menit dan suhu 37 0C. Hal ini masalah sudah teratasi. Intervensi selanjutnya pantau tanda-tanda infreksi, pertahankan tehnik aseptik setiap mengganti balutan, cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan dan kolaborasi pemberian antibiotik.
Hasil evaluasi pada tanggal 25 Juni 2008 pukulk 13.00 WIB yaitu resiko tinggi infeksi teratasi. Masalah resiko tinggi infeksi tetap ada karena masih adanya luka bekas operasi, sebagai tempat masuknya kuman. Rencana selanjutnya yaitu mengoptimalkan intervensi antara lain monitor tanda-tanda vital, monitor tanda-tanda infeksi, ganti balutan dengan teknik steril, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
3. Defisit perawatan diri mandi/ hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi.
Defisit Perawatan Diri: mandi/hygine adalah kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas mandi/kebersihan diri secara mandiri (NANDA, 2006:180)
Masalah defisit perawatan diri: mandi/hygine didukung dengan tidak mampu dalam membasuh bagian atau seluruh tubuh, menyediakan sumber ai mandi, mengambil perlengkapan mandi, masuk dan keluar kamar mandi, mengatur suhu dan aliran air mandi (NANDA, 2006:180)
Defisit perawatan diri pada post operasi herniorapi terjadi karena adanya luka yang menyebabkan pasien takut untuk bergerak, pasien takut jahitan lukanya lepas. Pasien merasa takut untuk menggerakan ekstremitas bawah sehingga pasien hanya tiduran dan ADL dibantu oleh keluarga. Hal ini mengakibatkan penurunan dalam aktifitas perawatan diri (boswick, 1997:123).
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 15.00 WIB pasien mengatakan sudah tidak nyeri tetapi takut untuk bergerak karena takut jahitannya lepas, pasien mengatakan mandi diseka, belum keramas. Data obyektif rambut pasien tampak kotor dan berminyak, kuku terlihat panjang dan kotor, gigi kotor. Melihat hal itu penulis mengangkat diagnosa deficit perawatan diri: mandi/hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi.
Masalah ini diprioritaskan ketiga karena pasien mengatakan sudah tidak nyeri tetapi takut jahitannya lepas apabila untuk bergerak, sehingga masalah ini tidak harus segera ditangani, karena masalah ini hanya akan mempengaruhi kenyamanan pasien.
Rencana keperawatan yang dibuat penulis yaitu kaji tingkat kemampuan pasien dalam perawatan diri, kaji kebutuhan perawatan diri pasien, bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.
Tindakan yang dilakukan yaitu:
a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien dalam perawatan diri
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan ketidakmampuan pasien dalam melakukan perawatan diri (Doenges, 1999:536)
Kekuatan tindakan ini adalah penulis lebih focus dalam memberikan tindakan keperawatan yaitu tindakan yang tidak bisa dilakukan mandiri supaya pasien tidak mempunyai ketergantungan pada orang lain. Kelemahan dari tindakan ini adalah belum bisa mengetahui secara tepat ketidakmampuan pasien Karena pasien mengatakan sudah tidak nyeri tetapi takut jahitannya lepas apabila untuk bergerak.
b. Mengkaji kebutuhan perawatan diri klien
Penulis melakukan tindakan ini dengan tujuan mengetahui apa saja kebutuhan perawatan diri klien yang dibutuhkan saat itu. Kekuatan tindakan pasien ini akan bersifat kooperatif dan mau menceritakan semua kebutuhannya. Kelemahannya pasien merasa malu jika digali lebih dalam tentang personal hygine tetapi setelah dijelaskan pasien lebih terbuka.
c. Membantu memotong kuku pasien
Penulis melakukan tindakan ini karena perawatan dasar penting untuk mempertahankan hygine yang baik saat pasien dapat melakukan sendiri (Carpenito, 1999:673)
Selain itu penulis membantu pasien juga bertujuan untuk meminimalkan timbulnya masalah baru, karena kuku yang panjang dan kotor merupakan tempat berkembangnya kuman sehingga dapat menimbulkan penyakit apabila tidak dijaga kebersihannya.
Kekuatan dari tindakan ini adalah pasien sangat kooperatif dan mau memotong kukunya. Kelemahan dari tindakan ini pasien masih sangat memerlukan dorongan atau motvasi untuk melakukan personal hygine secara mandiri.
d. Memotivasi pasien untuk melakukan perawatan diri
Penulis melakukan tindakan ini karena perawatan diri sangat penting dan sangat dibutuhkan. Kemandirian akan meningkatkan motivasi dan penurunan perasaan pasien tidak berdaya.
Kekuatan dari tindakan ini adalah pasien mau melakukan perawatan diri. Kelemahan tindakan ini adalah pasien masih tergantung pada keluarga sehingga terjadi penurunan kemandirian
e. Memotivasi keluarga untuk membantu perawatan diri pasien
Penulis melakukan tindakan ini karena bantuan keluarga untuk melakukan perawatan diri klien sangat dibutuhkan. Selanjutnya perawatan diri pasien juga sangat dibutuhkan. Kemudian, kemandirian akan meningkatkan motivasi dan menurunkan perasaan tidak berdaya. Bantuan keluarga dalam melakukan perawatan diri akan meningkatkan rasa percaya dan meningkatkan keakraban (Carpenito, 1999:5369).
Kekuatan dari tindakan ini adalah keluarga pasien sangat bersemangat mau membantu kebutuhan pasien. Kelemahan dari tindakan ini adalah pasien sangat tergantung pada keluarga sehingga terjadi penurunan kemandirian.
Hasil evaluasi pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 17.00WIB data subyektif klien mengatakan selama dirumah sakit mandi hanya diseka 2x sehari, belum keramas dan gosok gigi. Data obyektif rambut tampak berminyak, gigi kotor, kuku panjang dan kotor.Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.
Hasil evaluasi hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 13.00 WIB data subyektif data subyektif klien mengatakan mandi masih diseka 2x sehari, belum keramas dan gosok gigi. Data obyektif rambut masih tampak berminyak, gigi kotor, kuku panjang dan kotor.Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.
Hasil evaluasi selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada tanggal 25 Juni 2008 pukul 13.00 WIB pasien mengatakan mandi masih diseka dan dibantu oleh keluarga, data obyektifnya kuku pendek dan bersih, rambut masih tampak kotor, gigi masih kotor. Masalah deficit perawatan diri: mandi/hygine teratasi sebagian. Rencana selanjutnya dorong dan Bantu klien melakukan perawatan diri dan memotivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri
Diagnosa keperawatan yang tidak muncul pada pasien sesuai dengan konsep dasar adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan inkontinuitas jaringan
Nyeri akut adalah pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan dan muncul dari kerusakan serangan mendadak atau perlahan yang dapat diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan (NANDA, 2006:146).
Dengan batasan karakteristiknya adalah adanya laporan verbal atau nonverbal menunjukan kerusakan, posisi untuk mengurangi nyeri, gerakan untuk melindungi, tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur, muka topeng, focus pada diri sendiri, perubahan nafas, nadi, perubahan nafsu makan, tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, dan lemah) (NANDA, 2006:146).
Diagnosa ini tidak muncul karena saat dikaji pasien mengatakan sudah tidak nyeri untuk bergerak dan tidak ada tanda yang menunjukan kearah diagnosa nyeri.
2. Gangguan eliminasi BAB: Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus
Konstipasi adalah penurunan frekuensi dalam defekasi diikuti oleh kesulitan pengeluaran feses yang tidak tuntas atau feses keras dan kering (NANDA, 2006:79). Dengan batasan karakteristiknya adalah perubahan pola BAB, distensi abdomen, perubahan dalam bunyi perut, feses kering dan keras, nyeri saat defekasi dan perasaan penuh pada rectal (NANDA, 2006:79)
Diagnosa ini tidak dimunculkan karena saat dikaji pasien mengatakan tidak mengalami gangguan BAB dan tidak ada tanda yang menunjukan resiko terhadap konstipasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh adalah intake nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic (NANDA, 2005:139).
Batasan karakteristinya adalah berat badan dibawah ideal lebih dari 20%, konjungtiva anemis, membrane mukosa pucat, tidak mampu mngunyah makanan, diare, anoreksia, muntah terus-menerus, dan suara usus hiperaktif (NANDA, 2005:139).
Diagnosa ini tidak diangkat dalam kasus Ny.S karena pada saat dikaji tidak ada yang mendukung kearah diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Pasien juga mengatakan tidak mengalami mual dan muntah.

DAFTAR PUSTAKA

Boswick, J.A. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Alih bahasa Sukman Handali. EGC: Jakarta
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentas iKeperawatan. Edisi 2. Alih bahasa Monica Ester. EGC: Jakarta
Corwin, E.J. 2000. Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa Braham. U. EGC: Jakarta
Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, Alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC: Jakarta
______, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, Edisi 3, Alih bahasa I Made Kariasa. EGC: Jakarta
Enggram, Barbara, 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 1. EGC: Jakarta
Ester, Monica, 2002. Keperawatan Medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal. EGC: Jakarta
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga Jilid 2. Media Aesculapius: Jakarta
NANDA, 2006. Diagnosa Keperawatan. PSIK-FK UGM: Yogyakarta
Price, S.A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jilid 2, Alih bahasa Peter Anugrah. EGC: Jakarta
Syamsuhidajat. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Theodorus, 1996. Penuntun Praktisi Peresepaan Obat. EGC: Jakarta
Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta
Tucker, S.M. 1998. Standar Perawatan Pasien. Vol 2. EGC: Jakarta
http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel-kesehatan2. hlm. Diakses tanggal 17 Juli 2008 pukul 10.00 WIB.
http://www.kompas.com/kesehatan/news. Diakses tanggal 17 Juli 2008 pukul 10.00 WIB.

Tidak ada komentar: