Sabtu, 27 Juni 2009

KTI HERNIA SCROTALIS EDI


ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : POST OPERASI HERNIOTOMI HARI KE-1 DI RUANG TERATAI RSUD KEBUMEN



Laporan ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Uji Komprehensif
Jenjang Pendidikan Diploma III Ahli Madya Keperawatan














Disusun oleh:
EDI PURNAMA
NIM: 0600968





SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PRODI DIII KEPERAWATAN
2009

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING


Laporan hasil ujian komprehensif telah diterima oleh pembimbing ujian akhir Diploma III Keperawatan Muhammadiyah Gombong:

Hari :
Tanggal :
Tempat :







Mengetahui Pembimbing


Bambang Utoyo, S.Kep, Ns




LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Uji Komprehensif Pendidikan Ahli Madya Keperawatan Muhammadiyah Gombong.

Hari :
Tanggal :
Tempat :

1. Sawiji, S.Kep, Ns (…………..…………)
NIP./NIK
2. Bambang Utoyo, S.Kep, Ns (…………......………)
NIP./NIK


Mengetahui
Ketua Prodi DIII Keperawatan
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG



Herniyatun, S.Kp, M.Kep


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdullilah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan komprehensif dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST OPERASI HERNIOTOMI HARI KE-1 DI RUANG TERATAI RSUD KEBUMEN”
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. H. Basirun Al Ummah, M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
2. Herniyatun, S.Kp, M.Kep selaku Direktur Prodi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
3. Sanudin selaku Ayah, Karis selaku Ibu dan Deni selaku adiku tersayang yang telah memberikan bantuan materi dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
4. Segenap dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong yang telah membimbing dan memberikan materi selama belajar di STIKES Muhammadiyah Gombong.
5. Teman-teman seperjuangan serta sahabat-sahabat ku terima kasih atas semua motivasi dan bantuannya.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan saran dan bantuannya sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan uji komprehensif ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan ujian komprehensif.

Wassalamu’alaikum Wr.wb.





Gombong, Juni 2008


Edi Purnama





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
BAB I KONSEP DASAR .......................................................................... 1
A. Pengertian ....................................................................................... 1
B. Penyebab ......................................................................................... 1
C. Patofisiologi ................................................................................... 3
D. Pathway............................................................................................ 5
E. Manifestasi Klinis ............................................................................ 6
F. Penatalaksanaan ............................................................................... 6
G. Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 8
H. Fokus Pengkajian......... .................................................................... 8
I. Diagnosa Keperawatan dan Fokus Intervesnsi .............................. 9
BAB II RESUME KEPERAWATAN ....................................................... 13
A. Pengkajian ...................................................................................... 13
B. Analisa data .................................................................................... 15
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi .......................................... 17
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... 25
A. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ......................... 24
B. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual .................................................................................... 28
C. Resiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan jaringan dan
peningkatan pajanan terhadap lingkungan ........................................ 31
D. Diagnosa yang tidak muncul ........................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Hernia atau herniae adalah penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding rongga itu. Dimana dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin (Rizal, 2007 ).
Hernia adalah protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan ( Romi, 2006 ).
Hernia adalah adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dincling rongga dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup ( Nanda, 2009 ).
Hernia adalah keluarnya isi rongga tubuh atau abdomen lewat suatu celah pada dinding yang mengelilinginya ( Khaidir, 2009 )
Hernia scrotalis adalah hernia yang melalui cincin inguinalis dan turun ke kanalis pada sisi funikulus spermatikus pada bagian anterior dan lateral, yang dapat mencapai scrotum, hernia ini disebut juga hernia inguinalis indirect (Samsudin, 2006).

B. PENYEBAB
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria, berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2. Kerja otot yang terlalu kuat.
3. Mengangkat beban yang berat.
4. Batuk kronik.
5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas dan kehamilan (Samsudin, 2006).
. Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah lemahnya dinding rongga perut.
Dapat ada sejak lahir atau didapat kemudian dalam hidup karena :
1. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
2. Kongenital
a. Hernia congenital sempurna
Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat-tempat tertentu.
b. Hernia congenital tidak sempurna
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada tempat – tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan ( 0 – 1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intra abdominal (mengejan, batuk, menangis).
3. Aquisial adalah hernia yang buka disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya, antara lain:
a. Tekanan intra abdominal yang tinggi.
Banyak dialami oleh pasien yang sering mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.
b. Konstitusi tubuh.
Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena banyaknya jaaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada locus minoris resistence (LMR) (Rahimul, 2009).

C. PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis congenital pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena merupakan lokus minoris rersistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral akuisita keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis (Samsudin, 2006).


D. PATHWAY































Takut untuk bergerak, nyeri


Gangguan mobilitas fisik




Reabsorpsi usus menurun

Gangguan eliminasi BAB





















Kurang informasi

Kurang Pengetahuan








Pembedahan


Efek anestesi

Hipoperistaltik usus

Mual muntah

Anoreksia

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

















Pembesaran scrotum

HERNIA SKROTALIS


Menekan syaraf-syaraf nyeri

Merangsang sel di hipotalamus

Nyeri akut









Pintu masuk mikroorganisme


Resti infeksi




















Penekanan Hernia

Terjepitnya pembuluh darah

Aliran darah kejaringan darah berkurang

Hernia strangulata


Luka Insisi

Inkontinuitas Jaringan

Merangsang sel di hipotalamus


Nyeri akut













































(Samsudin, 2006).
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan asimetri pada kedua sisi lipat paha, scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat di reposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar (Samsudin, 2006).

F. PENATALAKSANAAN
Penanganan bisa dengan pengobatan konservatif, maupun tindakan definitif berupa operasi. Tindakan konservatif antara lain:
1. Tindakan konservatif terbatas pada tindakan melalui reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Jika reposisi tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi segera.
2. Pada anak-anak dengan hernia indirect irreponibel diberi terapi konservatif dengan:
a. obat penenang (valium)
b. posisi trandelenburg
c. kompres es
Operatif:
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan herniorapi serta herniograpi.
1. Herniotomi: pembebasan kantung hernia sampai pada lehernya, kantung dibuka dan isi hernia dibebaskan
2. Hernioplasti: memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
3. Herniografi: membuat plasty di abdomen sehingga LMR (Locus Minorus Resisten) menjadi kuat.
Penanganan pasca opersi:
1. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
2. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
3. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis serta mengejan.
4. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
5. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen
Setelah dilakukannya tindakan pembedahan maka dilakukan perawatan luka dan penderita makan dengan diit tinggi kalori dan protein ( Romi, 2006 ).



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan melalui scrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah hernia inguinalis medialis. ( Samsudin, 2006)

H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pengkajian
Data yang diperoleh atau dikali tergantung pada tempat terjadinya, beratnya, apakah akut atau kronik, pengaruh terhadap struktur di sekelilingnya dan banyaknya akar syaraf yang terkompresi.
a. Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala: > atropi otot , gangguan dalam berjalan riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu lama.
b. Eliminasi
Gejala: konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya inkontinensia atau retensi urine.
c. Integritas ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya paralysis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
d. Neuro sensori
Tanda dan gejala: penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan kaki.
e. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala: sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk paku, semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan.
f. Keamanan
Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
( Doenges, 1999, hal 320 – 321 )

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI
Pada diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau terputusnya kontinuitas jaringan (Doenges,2000: 489). Mempunyai tujuan dan kriteria hasil yaitu klien menunjukan nyeri hilang, klien dapat istirahat/tidur dan klien menunjukan perilaku/distraksi. Intervensinya adalah kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10). Rasionalnya membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan ketidakefektifan/dapat mengatakan adanya/terjadinya komplikasi. Berikan posisi yang nyaman (Trendelburg). Rasionalnya dengan memberikan posisi tersebut dapat mengurangi ketegangan abdomen sehingga nyeri berkurang. Monitor tanda-tanda vital. Rasionalnya respon autoimun meliputi: tekanan darah, nadi, respirasi rate dan suhu yang menjadi tanda keluhan nyeri. Instruksikan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi. Rasinalnya memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan indikasi. Rasionalnya menghilangkan reflek spasme/kontraksi usus halus dan membantu dalam manajemen nyeri.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges, 2000:492). Tujuannya nutrisi kembali seimbang. Kriteria hasil tidak ada mual muntah dan makanan yang disediakan habis porsinya. Intervensinya adalah observasi mual muntah. Rasionalnya sejumlah besar aspirasi gaster dan mual muntah diduga terjadi obstruksi usus. Monitor bunyi usus ada/tidak ada/peraktif. Rasionalnya meskipun bunyi usus sering tidak ada, inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus. Ukur lingkar abdomen dan berat badan secara teratur. Rasionalnya kehilangan/peningkatan menunjukan perubahan hidrasi, tapi kehilangan lanjut diduga ada defisit. Beri makanan kecil/porsi kecil tapi sering. Rasionalnya untuk meningkatkan masukan oral secara periodik. Beri makanan sajian hangat. Rasionalnya meningkatkan rangsangan/nafsu makan.
Diagnosa ketiga yaitu gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan penurunan reabsorbsi usus ( Doenges,2004:494 ). Tujuannya BAB lancar. Kriteria hasil pasien menunjukan tidak ada nyeri tekan abdomen dan bising usus kembali normal 3-25 kali permenit. Intervensinya kaji ulang adanya bising usus. Rasionalnya abnormalitas fungsi gastrointestinal bisa diketahui dari bising usus. Observasi adanya nyeri abdomen. Rasionalnya mungkin berhubungan dengan akumulasi gas dan cairan terjadi komplikasi. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang tidak mengiritasi lambung dan tidak menimbulkan gas. Perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses. Rasionlanya merupakan indikator, kembalinya fungsi gastrointestinal dan mengidentifikasi ketetapan intervensi. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. Rasionalnya mungkin perlu untuk mengontrol frekuensi defekasi sampai tubuh mengatasi perubahan akibat bedah.
Diagnosa keempat yaitu resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya pintu masuk mikroorganisme (Doenges, 2004:652). Tujuannya tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Kriteria hasil suhu normal (360C- 370C), tekanan darah normal (100/90mmHg-130/100mmHg). Intervensinya adalah tekankan tehnik mencuci tangan dengan tepat. Rasionalnya mencegah kontaminasi silang. Pertahankan tehnik aseptik. Rasionalnya menurunkan resiko infeksi nosokomial. Observasi adanya kemerahan, kalor, dan tumor. Rasionalnya untuk mendeteksi secara dini adanya infeksi. Berikan perawatan kateter. Rasionalnya mencegah infeksi kandung kemih. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan indikasi. Rasionalnya untuk menurunkan terjadinya infeksi.
Diagnosa yang ke lima yaitu kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang kondisi kesehatan (Doenges, 2004:453). Tujuannya pasien mengerti tentang kondisi kesehatannya. Kriteria hasil pasien berpartisipasi dalam program pengobatan dan melakukan perubahan pola hidup. Intervensinya adalah kaji ulang persepsi pasien tentang penyebab penyakitnya, efek pola hidup dan cara menurunkan faktor pendukung. Rasionalnya memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan keputusan tentang masa depan dan kontrol kesehatan. Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi. Rasionalnya agar pasien dapat melakukan aktivitas tanpa menimbulkan masalah. Dorong aktivitas sesuai toleransi. Rasionalnya mencegah kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Diskusikan perawatan insisi, pembatasan mandi dan mengganti balutan. Rasionalnya pemahaman peningkatan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.
Diagnosa yang keenam yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan takut untuk bergerak, nyeri (Doenges, 2004:453). Tujuannya pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil pasien tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, pasien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensinya adalah ubah posisi klien tiap 2 jam. Rasionalnya menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan. ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak saki. Rasionalnya gerakan aktif memberikan masa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki peredaran darah. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit. Rasionalnya otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik pasien.





BAB II
RESUME KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari selasa tanggal 19 Mei 2009 jam 12.00 WIB oleh Edi Purnama di ruang Teratai kamar No C5 RSUD Kebumen.
1. Identitas Pasien
Pasien bernama Tn. S, umur 61 tahun, alamat wadas malang, karang sambung, satus menikah, agama islam, suku jawa, pendidikan SD, pekerjaan tani, tanggal masuk RS 14 Mei 2009, No RM 801700 dengan diagnosa medis post operasi herniotomi hari ke-1.
2. Riwayat Keperawatan
Pasien datang ke IGD RSUD Kebumen pada tanggal 14 Mei 2009 jam 11.00 WIB dengan keluhan skrotum membesar sejak 13 tahun yang lalu. Pasien merasa nyeri di bagian skrotum dan merasa lemas, di lakukan operasi pada tanggal 18 mei 2009 jam 10.00 WIB. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 19 Mei 2009 jam 12.00 pasien mengatakan nyeri di bagian operasi.nyeri datang jika bokong dan kaki di gerakan dan berkurang jika istirahat. Nyeri terasa di tusuk-tusuk, nyeri tidak menyebar. Skala nyeri 5 dan nyeri sekitar 10 menit dan wajah terlihat mengkerut ketika nyeri datang.
Pasien mengatakan 6 tahun yang lalu pasien pernah menginap di rumah sakit degan penyakit yang sama tetapi tidak dilakukan operasi. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi atau TBC. Pasien mengatakan di dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit hipertensi, diabetes mellitus, TBC atau penyakit keturunan yang lain.
3. Fokus Pengkajian
Pengkajian fokus berdasarkan komponen kesehatan, pasien mengatakan makan 3 sendok bubur setiap kali makan sejak kemarin karena mual dan badan terasa agak lemas, Pasien merasa berat badannya tidak menurun dan pasien terlihat menolak untuk makan. Pasien mengatakan tidak bisa beraktifitas karena mersa nyeri kalau beraktivitas dan hanya tiduran di tempat tidur tetapi pasien sudah latiahan miring kiri dan kanan setiap jam di bantu oleh keluarga, pasien mengatakan sudah mendapat penjelasan tentang penyakitnya dari perawat dan dokter.
Hasil pemeriksaan fisik adalah kesadaran compos mentis, tanda-tanda vitalnya adalah tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi rate 18x/menit, dan suhu 37,40C.
Pada pemeriksaan head to toe kepala mesochepal, rambut pendek bersih, tidak ada luka. Mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, peglihatan agak kabur tetapi masih agak jelas, pupil ishokor. Hidung tidak ada polip, fungsi penciuman baik, tidak terpasang NGT dan oksigen. Teling fungsi penengaran baik, tidak ada serumen. Mulut mukosa bibir tidak kering, lidah tidak kotor, gigi bersih, fungsi pengecapan baik. Leher tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, dan kelenjar getah bening, dapat digerakan, tidak ada peningkatan JVP. Dada simetris, tidak ada bantuan otot bantu pernapasan, bunyi jantung regular, bunyi paru vesikuler. Perkusi jantung pekak dan paru-paru sonor serta tidak ada iktus kordis.
Abdomen cekung, bunyi peristaltik usus 15x/menit, tidak teraba hepar dan lympe, perkusi tympani. Kulit sawo matang, lembab, turgor kulit baik. Genetalia bersih, disamping kiri atas penis ada luka bekas operasi, balutan bersih, terpasang DC nomer 18 sejak kemarin. Keadaan DC bersih dan terdapat urin 200cc. Ekstremitas atas, tangan kiri terpasang infuse RL 20 tetes per menit sejak 3 hari, keadaan infuse agak kotor. Tidak ada edema dan sianosis, kekuatan otot semua bernilai 5. Ektremitas bawah tidak ada edema dan sianosis, kekuatan otot semua bernilai 4.
Pada tanggal 19 Mei 2009 dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hematologi yaitu: Haemoglobin 10,5 gr% (normal 12-18 gr%), Leukosit 14.700/m3 (normal 4000-10.000/m3), Ureum 10 mgr/dl (normal 10-50 mgr/dl), Kreatinin 0,63 mgr/dl (normal 0,5-1,1 mgr/dl), Golongan darah O, Gula Darah Sewaktu 81 mgr/dl (normal 100-130 mgr/dl), Faktor pembekuan 6 menit (normal 1-6 menit). Dan di berikan therapi ampisilin 4 x 1gr, gentamisin 2 x 2 ml, kalnex 2 x 5 ml, ketorolak2 x 2 ml

B. Analisa Data
Pada tanggal 19 Mei 2009 jam 12.00 WIB diperoleh data subyektif yaitu pasien mengatakan nyeri di bagian operasi.nyeri datang jika bokong dan kaki di gerakan dan berkurang jika istirahat. Nyeri terasa di tusuk-tusuk, nyeri tidak menyebar. Skala nyeri 5 dan nyeri sekitar 10 menit. Sedangkan data obyektifnya adalah wajah terlihat mengkerut ketika nyeri datang tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 88x/menit. Dari data tersebut penulis menyimpulkan diagnosa keperawatan yang timbul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Pada tanggal 19 Mei 2009 jam 12.00 WIB diperoleh data subyektif yaitu pasien mengatakan makan 3 sendok bubur setiap kali makan sejak kemarin karena mual dan badan terasa agak lemas, pasien merasa berat badannya tidak menurun. Sedangkan data obyektif yaitu pasien terlihat menolak untuk makan. Dari data tersebut penulis menyimpulkan diagnosa keperawatan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual.
Pada tanggal 19 Mei 2009 jam 12.00 WIB diperoleh data subyektif tidak terkaji. Sedangkan data obyektifnya adalah tangan kiri terpasang infuse RL 20 tpm sejak 3 hari, keadaan infuse agak kotor, disamping kiri atas penis ada luka bekas operasi, terpasang DC nomer 18 sejak kemarin, leukosit 14.000 k/ul .
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien, penulis membuat prioritas diagnosa menurut maslow adalah sebagai berikut: satu, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. Dua, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual. Tiga, Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan terhadap lingkungan.
C. Intervensi, Implementasi, Evaluasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Dengan nursing outcomes classification tingkat nyeri yaitu jumlah nyeri yang dilaksanakan atau di tunjukan. Tujuannya yaitu setelah di lakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam pasien akan menunjukan tingkat nyeri di buktikan dengan indikataor 1-5 ( ekstrim, berat, sedang, ringan, tidak ada ) sebagai berikut : tidak ada mengekspresikan nyeri secara, verbal awal sedang dengan tujuan tidak ada, tidak ada posisi tubuh yang melindungi, awal ringan dengan tujuan tidak ada, frekuensi nyeri dan lama episode nyeri, awal sedang dengan tujuan tidak ada. Dengan nursing interventions classification yaitu mengajarkan tekhnik distraksi relaksasi, atur posisi yang nyaman bagi pasien, berikan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi pengunjung, memberikan obat analgesic sesuai program terapi ( ketorolak 2 x 2 ml ), pantau skala nyeri, monitor tanda-tanda vital.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 19 Mei 2009 jam 12.00 WIB adalah memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi rate 18x/menit, suhu 37,40C, memberikan injeksi ketorolak 2 ml dengan hasil obat masuk dan tidak terjadi alergi. Pada pukul 13.40 WIB adalah memberikan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi pengunjung dengan hasil pasien terlihat lebih nyaman. Pada pukul 14.30 WIB mengajarkan tekhnik distraksi relaksasi, memantau skala nyeri dengan hasil pasien terlihat agak tenang dan skala nyeri bernilai 4. Pada pukul 16.00 WIB adalah memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi rate 16 x/menit, suhu 37,10C.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 19 Mei 2009 jam 17.00 WIB data subyektif pasien mengatakan nyeri di bagian operasi. Nyeri datang jika bokong dan kaki di gerakan dan berkurang jika istirahat. Nyeri terasa di tusuk-tusuk, nyeri tidak menyebar. Skala nyeri 4 dan nyeri sekitar 5 menit. Data obyektifnya wajah pasien masih terlihat mengkerut ketika nyeri datang dan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, tidak ada mengekspresikan nyeri secara verbal awal sedang dengan tujuan tidak ada dan akhir masih sedang, tidak ada posisi tubuh yang melindungi, awal ringan dengan tujuan tidak ada dan akhir masih ringan, frekuensi nyeri dan lama episode nyeri awal sedang dengan tujuan tidak ada dan akhir tidak ada. Hal ini berarti masalah nyeri akut belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu berikan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi pengunjung, memberikan obat analgesic sesuai program terapi ( ketorolak 2 x 2 ml ), pantau skala nyeri, monitor tanda-tanda vital.
Pada hari rabu tanggal 20 Mei 2009 jam 07.15 WIB dilakukan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi rate 16x/menit, suhu 37,10C. Pada pukul 10.00 WIB memantau skala nyeri dengan hasil skala nyeri bernilai 4 dan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi rate 15x/menit, suhu 37,10C.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 20 Mei 2009 jam 11.00 WIB data subyektif pasien mengatakan nyeri di bagian operasi. Nyeri datang jika bokong dan kaki di tekuk dan berkurang jika istirahat. Nyeri terasa di tusuk-tusuk, nyeri tidak menyebar. Skala nyeri 4 dan nyeri sekitar 5 menit. Data obyektifnya wajah pasien masih terlihat mengkerut ketika nyeri datang dan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84x/menit, tidak ada mengekspresikan nyeri secara verbal awal sedang dengan tujuan tidak ada dan akhir masih sedang, tidak ada posisi tubuh yang melindungi, awal ringan dengan tujuan tidak ada dan akhir masih ringan, frekuensi nyeri dan lama episode nyeri awal sedang dengan tujuan tidak ada dan akhir tidak ada. Hal ini berarti masalah nyeri akut belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu berikan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi pengunjung, memberikan obat analgesic sesuai program terapi( ketorolak 2 x 2 ml ), pantau skala nyeri, monitor tanda-tanda vital.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual.
Dengan nursing outcomes classification status gizi yaitu asupan makanan dan cairan, jumlah makanan dan cairan yang di konsumsi tubuh selama 24 jam. Tujuannya yaitu setelah di lakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam pasien akan menunjukan status gizi asupan makanan, cairan dan zat gizi di tandai dengan indicator 1-5 ( tidak adekuat, ringan, sedang, kuat, adekuat total ) sebagai berikut : makanan oral, awal ringan dengan tujuan kuat, melaporkan keadekuatan tingkat energi, awal sedang dengan tujuan adekuat total. Dengan nursing interventions classification yaitu berikan hidangan makanan dalam keadaan hangat, berikan makanan sedikit tapi sering, tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi, motovasi pasien untuk makanan, timbang berat badan pasien jika sudah bias berdiri.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 19 Mei 2009 jam 12.00 WIB adalah memotivasi pasien untuk makan dan memberikan makan dalam keadaan hangat dengan hasil pasien makan 2 sendok makan dari porsi yang di sediakan dan terlihat menolak untuk makan.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 19 Mei 2009 jam 17.00 WIB data subyektif pasien mengatakan pasien mengatakan makan 2 sendok karena masih tersa mual dan masih agak lemas. Data obyektifnya pasien terlihat menolak utuk makan, makanan oral awal ringan dengan tujuan kuat dan akhir masih ringan, melaporkan keadekuatan tingkat energi, awal sedang dengan tujuan adekuat total dan akhir masih sedang. Hal ini berarti masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu berikan hidangan makanan dalam keadaan hangat, berikan makanan sedikit tapi sering, tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi, motovasi pasien untuk makanan, timbang berat badan pasien jika sudah bias berdiri.
Pada hari rabu tanggal 20 Mei 2009 jam 08.00 WIB dilakukan memotivasi pasien untuk makan dan memberikan makan dengan hasil pasien menolak untuk makan.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 20 Mei 2009 jam 11.00 WIB data subyektif pasien mengatakan makan 4 sendok karena masih terasa mual dan masih agak lemas . Data obyektifnya pasien terlihat menolak untuk makan, makanan oral awal ringan dengan tujuan kuat dan akhir masih ringan, melaporkan keadekuatan tingkat energi, awal sedang dengan tujuan adekuat total dan akhir masih sedang. Hal ini berarti masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu berikan hidangan makanan dalam keadaan hangat, berikan makanan sedikit tapi sering, tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi, motovasi pasien untuk makanan, timbang berat badan pasien jika sudah bias berdiri.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan terhadap lingkungan.
Dengan nursing outcomes classification pengendalian resiko yaitu tindakan untuk menghilangkan atau untuk mengurangi ancaman kesehatan. Tujuannya yaitu setelah di lakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam pasien tidak akan mengalami infeksi dengan indicator 1-5 ( tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten ) sebagai berikut : terbebas dari tanda-tanda infeksi ( gatal-gatal, kemerah-merahan ), awal sering dengan tujuan konsisten, menujukan hygine yang adekuat awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten, balutan infuse, bekas operasi dan kateter bersih awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten. Dengan nursing interventions classification yaitu pantau tanda-tanda infeksi, ajarkan kepada pasien dan keluarga pasien tentang tanda dan gejala infeksi, lakukan perawatan luka sesuai program terapi, ajarkan kepada pasien untuk cuci tangan yang benar dan pentingnya cuci tanagan, monitor tanda-tanda vital, berikan terapi antibiotic sesuai program terapi (ampisilin 4 x 1gr, gentamisin 2 x 2 ml).
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 19 Mei 2009 jam 12.00 WIB adalah memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi rate 18x/menit, suhu 37,40C, memberikan injeksi ampisilin 1gr, gentamisin 2ml dengan hasil obat masuk dan tidak terjadi alergi. Pada pukul 13.40 WIB adalah mengganti balutan infus dengan hasil balutan infus bersih. Pada pukul 16.00 WIB adalah memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi rate 16 x/menit, suhu 37,10C. Pada pukul 16.00 WIB adalah mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dengan hasil pasien mengetahui tanda atau gejala infeksi.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 19 Mei 2009 jam 17.00 WIB data subyektif pasien mengatakan tidak merasa gatal-gatal di sekitar balutan. Data obyektifnya balutan infus, luka operasi dan kateter bersih, terbebas dari tanda-tanda infeksi ( gatal-gatal, kemerah-merahan ), awal sering dengan tujuan konsisten dan akhir konsisten, menunjukan hygine yang adekuat awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten dan akhir kadang-kadang, balutan infuse, bekas operasi dan kateter bersih awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten dan akhir konsisten. Hal ini berarti masalah resiko infeksi belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu pantau tanda-tanda infeksi, lakukan perawatan luka sesuai program terapi, monitor tanda-tanda vital, berikan terapi antibiotic sesuai program terapi ( ampisilin 4 x 1gr, gentamisin 2x 2 ml ).
Pada hari rabu tanggal 20 Mei 2009 jam 07.15 WIB dilakukan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi rate 16x/menit, suhu 37,10C, memantau tanda-tanda infeksi dengan hasil balutan operasi agak kotor, tidak ada gatal-gatal atau kemerahan di sekitar balutan. Pada pukul 10.00 WIB mengganti balutan post operasi dengan hasil luka bersih tidak ada pes. Pada pukul 10.00 WIB memantau skala nyeri dengan hasil skala nyeri bernilai 4 dan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi rate 15x/menit, suhu 37,10C.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 20 Mei 2009 jam 11.00 WIB data subyektif pasien mengatakan tidak merasa gatal-gatal di sekitar balutan. Data obyektifnya balutan infus, luka operasi dan kateter bersih, terbebas dari tanda-tanda infeksi ( gatal-gatal, kemerah-merahan ), awal sering dengan tujuan konsisten dan akhir konsisten, menujukan hygine yang adekuat awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten dan akhir kadang-kadang, balutan infuse, bekas operasi dan kateter bersih awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten dan akhir konsisten. Hal ini berarti masalah resiko infeksi belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu pantau tanda-tanda infeksi, lakukan perawatan luka sesuai program terapi, monitor tanda-tanda vital, berikan terapi antibiotic sesuai program terapi ( ampisilin 4 x 1gr, gentamisin 2 x 2 ml ).
BAB III
PEMBAHASAN

Pembahasan tentang asuhan keperawatan yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan Sistem Pencernaan: Post Operasi Herniotomi hari ke-1 di di ruang teratai RSUD kebumen yang telah penulis laksanakan dengan metode pemecahan masalah secara alamiah dan pendekatan proses keperawatan. Hal-hal yang dibahas meliputi pengertian dari diagnosa, alasan diagnosa ditegakkan, alasan memprioritaskan masalah, rasionalisasi, kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan rencana tindakan serta bagaimana hasil evaluasi dari masalah keperawatan.
A. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Wilkinson, J.M, 2007:338).
Masalah nyeri akut didukung juga dengan adanya batasan karakteristik yaitu adanya laporan verbal atau nonverbal menunjukan kerusakan, posisi untuk mengurangi nyeri, gerakan untuk melindungi, tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur, muka topeng, focus pada diri sendiri, perubahan nafas, nadi, perubahan nafsu makan, tingkah laku ekspresif ( gelisah, merintih, menangis, dan lemah ) (NANDA, 2006:146).
Diagnosa ini muncul dengan melihat data pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 12.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan nyeri di bagian operasi. Nyeri datang jika bokong dan kaki di gerakan dan berkurang jika istirahat. Nyeri terasa di tusuk-tusuk, nyeri tidak menyebar. Skala nyeri 5 dan nyeri sekitar 10 menit. Sedangkan data obyektifnya adalah wajah terlihat mengkerut ketika nyeri datang tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 88x/menit.
Penulis dalam melakukan pengkajian kurang dalam diagnosa nyeri akut. Penulis tidak mencantumkan posisi pasien untuk mengurangi nyeri, gerakan untuk melindungi, tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur karena nyeri, perubahan nafas, perubahan nafsu makan, tingkah laku ekspresif pasien ( gelisah, merintih, menangis, atau lemah ) seperti batasan karakteristik di buku NANDA tahun 2006 halaman 146. Penulis juga bisa mengangkat diagnosa nyeri akut dengan etiologi terputusnya kontinuitas jaringan menurut Doenges tahun 2000 halaman 489.
Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan berhubungan dengan agen cedera fisik sebagai prioritas pertama karena yang dirasakan oleh pasien jika tidak segera ditangani akan mengganggu aktivitas pasien dan kesembuhan pasien. Selain itu diagnosa ini diprioritaskan pertama karena merupakan keluhan utama pasien dan apabila tidak ditangani akan menghambat penyembuhan pasien.
Dari hasil data tersebut penulis merencanakan intervensi sebagai berikut: mengajarkan tekhnik distraksi relaksasi, atur posisi yang nyaman bagi pasien, berikan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi pengunjung, memberikan obat analgesic sesuai program terapi ( ketorolak 2 x 2 ml ), pantau skala nyeri, monitor tanda-tanda vital.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi nyeri akut meliputi:
1. Memonitor tanda-tanda vital
Memonitor tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien. Kekuatan tindakan ini adalah pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan tiga kali perhari dapat memantau keadaan pasien secara terus menerus. Jika terjadi perbaikan atau keadaan pasien memburuk dapat diketahui dengan cepat dan segera dilakukan tindakan yang tepat. Kelemahan tindakan ini adalah dapat mengganggu kenyamanan pasien.
2. Memberikan obat analgesic sesuai program terapi ( ketorolak 2 x 2 ml )
Kekuatan tindakan ini adalah akan memberikan kenyamanan bagi pasien karena pemberian obat analgesik, nyeri akan berkurang. Kelemahan tindakan ini adalah dengan pemberian obat akan memperberat kerja ginjal.
3. Memberikan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi pengunjung
Keuntungan dari tindakan ini adalah meningkatkan tingkat kenyamanan karena istirahat pasien tidak akan terganggu sehingga pasien akan merasa lebih nyaman. Kelemahan tindakan ini adalah pasien akan merasa anggota keluarganya tidak di hargai dan akan mengganggu keperluan pasien kepeda pengunjung atau keluarga.
4. Mengajarkan tekhnik distraksi relaksasi
Keuntungan dari tindakan ini adalah agar pasien dapat memfokuskan perhatian pasien tidak tertuju pada nyeri, membantu menurunkan tegangan otot. Kelemahan tindakan ini adalah pasien bisa kurang memahami penjelsan sehingga nyeri makin bertambah.
5. Memantau skala nyeri.
Kekuatan dari tindakan ini adalah untuk mengetahui skala nyeri pasien sudah berkurang atau belum sehingga dapat di lakukan tindakan yang tepat selanjutnya. Kelemahan tindakan ini adalah dapat memunculkan hasil yang salah sehingga akan mempengaruhi tindakan berikutnya.
Penulis dalam melakukan implementasi kurang dalam diagnosa nyeri akut. Pengumpulan implementasinya seperti memberikan informasi kepeda pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri, memberikan posisi atau masase punggung (Wilkinson, J.M, 2007:340).
Hasil evaluasi tanggal 19 Mei 2009 jam 17.00 WIB data subyektif pasien mengatakan nyeri di bagian operasi. Nyeri datang jika bokong dan kaki di gerakan dan berkurang jika istirahat. Nyeri terasa di tusuk-tusuk, nyeri tidak menyebar. Skala nyeri 4 dan nyeri sekitar 5 menit. Data obyektifnya wajah pasien masih terlihat mengkerut ketika nyeri datang dan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, tidak ada mengekspresikan nyeri secara verbal awal sedang dengan tujuan tidak ada dan akhir masih sedang, tidak ada posisi tubuh yang melindungi, awal ringan dengan tujuan tidak ada dan akhir masih ringan, frekuensi nyeri dan lama episode nyeri awal sedang dengan tujuan tidak ada dan akhir tidak ada . Hal ini berarti masalah nyeri akut belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu berikan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi pengunjung, memberikan obat analgesic sesuai program terapi ( ketorolak 2 x 2 ml ), pantau skala nyeri, monitor tanda-tanda vital.
Hasil evaluasi pada hari rabu tanggal 20 Mei 2009 jam 11.00 WIB data subyektif pasien mengatakan nyeri di bagian operasi. Nyeri datang jika bokong dan kaki di tekuk dan berkurang jika istirahat. Nyeri terasa di tusuk-tusuk, nyeri tidak menyebar.skala nyeri 4 dan nyeri sekitar 5 menit. Data obyektifnya wajah pasien masih terlihat mengkerut ketika nyeri datang dan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84x/menit, tidak ada mengekspresikan nyeri secara verbal awal sedang dengan tujuan tidak ada dan akhir masih sedang, tidak ada posisi tubuh yang melindungi, awal ringan dengan tujuan tidak ada dan akhir masih ringan, frekuensi nyeri dan lama episode nyeri awal sedang dengan tujuan tidak ada dan akhir tidak ada. Hal ini berarti masalah nyeri akut belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu berikan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi pengunjung, memberikan obat analgesic sesuai program terapi ( ketorolak 2 x 2 ml ), pantau skala nyeri, monitor tanda-tanda vital.

B. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan individu yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolik ( Wilkinson, J.M, 2007:319 ).
Batasan karateristik perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah penulis menyarankan penggunaan diagnosa ini hanya jika satu di antara tanda-tanda berikut muncul : berat badan kurang dari 20% atau lebih dari ideal terhadap tinggi badan dan kerangka, asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolik baik kalori total atau nutrisi spesifik ( non NANDA ), kehilangan berat badan dengan asupan makanan adekuat, melaporkan asupan makanan tidak adekuat kurang dari anjuran kecukupan gizi harian. Melaporkan kurangnya makanan, konjungtiva dan membran mukosa pucat ( Wilkinson, J.M, 2007:319 ).
Diagnosa ini muncul dengan melihat data pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 12.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan makan 3 sendok bubur setiap kali makan sejak kemarin karena mual dan badan terasa agak lemas, pasien merasa berat badannya tidak menurun. Sedangkan data obyektif yaitu pasien terlihat menolak untuk makan.
Penulis dalam melakukan pengkajian diagnosa kurang dalam diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual. Seperti penulis tidak mencantumkan konjungtiva dan membran mukosa pasien, kelemahan otot yang di butuhkan untuk menelan atau menguyah, kehilangan rmbut yang berlebihan ( Wilkinson, J.M, 2007:319 ).
Pada bab pembahasan ini, penulis mengangkat diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena lebih mempengaruhi perubahan status kesehatan pasien.
Rencana keperawatan yang dibuat antara lain berikan hidangan makanan dalam keadaan hangat, berikan makanan sedikit tapi sering, tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi, motovasi pasien untuk makanan, timbang berat badab pasien jika sudah bisa berdiri.
Implementasi yang dilakukan penulis yaitu:
1. Motovasi pasien untuk makanan
Kekuatan tindakan ini adalah supaya pasien termotivasi untuk makan sehingga pasien mau untuk makan. Kelemahan tindakan ini adalah pasien akan merasa resah karena selalu di motivasi sehingga akan memepegaruhi kepercayaan pasien.
2. Memberikan hidangan makanan dalam keadaan hangat
Kekuatan dari tindakan ini adalah untuk meningkatkan minat pasien untuk makan dan makanan hangat dapat megurangi rasa mual saat makan. Kelemahan tindakan ini adalah tidak setiap saat tersedia makanan dalam keadaan hangat.
Penulis juga kurang dalam melakukan tindakan keperawatan atau implementasi seperti penulis tidak, memberikan makanan sedikit tapi sering, mengajarkan metode untuk perencanaan makan, mengetahui makanan kesukaan pasien, memberikan pasien minuman dan cemilan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap di konsums, bila memungkinkan ( Wilkinson, J.M, 2007:319 ).
Hasil evaluasi dilakukan pada tanggal 19 Mei 2009 jam 17.00 WIB data subyektif pasien mengatakan pasien mengatakan makan 2 sendok karena masih tersa mual dan masih agak lemas. Data obyektifnya pasien terlihat menolak untuk makan, makanan oral awal ringan dengan tujuan kuat dan akhir masih ringan, melaporkan keadekuatan tingkat energi, awal sedang dengan tujuan adekuat total dan akhir masih sedang. Hal ini berarti masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu berikan hidangan makanan dalam keadaan hangat, berikan makanan sedikit tapi sering, tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi, motovasi pasien untuk makanan, timbang berat badan pasien jika sudah bias berdiri.
Hasil evaluasi pada hari rabu tanggal 20 Mei 2009 jam 11.00 WIB data subyektif pasien mengatakan makan 4 sendok karena masih terasa mual dan masih agak lemas. Data obyektifnya pasien terlihat menolak untuk makan, makanan oral awal ringan dengan tujuan kuat dan akhir masih ringan, melaporkan keadekuatan tingkat energi, awal sedang dengan tujuan adekuat total dan akhir masih sedang. Hal ini berarti masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu berikan hidangan makanan dalam keadaan hangat, berikan makanan sedikit tapi sering, tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi, motovasi pasien untuk makanan, timbang berat badan pasien jika sudah bias berdiri.

C. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan terhadap lingkungan
Resiko tinggi infeksi yaitu peningkatan resiko untuk terinfeksi oleh organisme patogen ( NANDA, 2006:121 ). Resiko infeksi yaitu suatu kondisi individu yang mengalami peningkatan risiko terserang organisme patogenik (Wilkinson, J.M, 2007:261). Faktor resiko meliputi prosedur invansif, tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan patogen, trauma, destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, rupture membrane amnioptik, agen parmasetikal ( misal imunosupresan ), malnutrisi, peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen, pertahanan sekunder tidak adekuat, pertahanan primer tidak adekuat misal trauma jaringan, penurunan gerak sillia, cairan tubuh statis, dan penyakit kronis ( NANDA, 2006:121 ).
Faktor resiko meliputi penyakit kronis, imunosupresi, imunitas yang tidak adekuat, pertahanan tubuh yang tidak adekuat ( kulit terbuka, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan PH pada sekresi, dan peristaltik yang berubah ), pertahanan lapis kedua yang tidak memadai ( hemoglobin turun, leukopenia, dan respon inflasi tersupresi ), pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan patogen, prosedur infasif, malnutrisi, agen farmasi, ruptur membran amniotik, kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan terhadap lingkungan, trauma ( Wilkinson, J.M, 2007:261 ).
Diagnosa ini muncul dengan melihat data pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 12.00 WIB. Data subyektif tidak terkaji. Sedangkan data obyektifnya adalah tangan kiri terpasang infuse RL 20 tetes per menit sejak 3 hari, keadaan infuse agak kotordisamping kiri atas penis ada luka bekas operasi, terpasang DC nomer 18 sejak kemarin, leukosit 14.000 k/ul.
Penulis kurang dalam melakukan pengkajian diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan terhadap lingkungan. Seperti penulis tidak mencantumkan data seperti peningkatan paparan lingkungan, pertahanan sekunder tidak adekuat seperti batasan karakteristik di buku NANDA tahun 2006 halaman 121. Penulis juga bisa mengangkat diagnosa resiko infeksi dengan etiologi adanya pintu masuk mikroorganisme menurut Doenges tahun 2004 halaman 652.
Pada bab pembahasan ini, penulis mengangkat diagnosa resiko tinggi infeksi menjadi prioritas ke-3 karena jika dibandingkan dengan diagnosa yang lain diagnosa ini hanya baru resiko.
Rencana keperawatan yang dibuat antara lain pantau tanda-tanda infeksi, ajarkan kepada pasien dan keluarga pasien tentang tanda dan gejala infeksi, lakukan perawatan luka sesuai program terapi, ajarkan kepada pasien untuk cuci tangan yang benar dan pentingnya cuci tanagan, monitor tanda-tanda vital, berikan terapi antibiotic sesuai program terapi ( ampisilin 4 x 1gr, gentamisin 2 x 2 ml).
Implementasi yang dilakukan penulis yaitu:
1. Memonitor tanda-tanda vital
Memonitor tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien. Kekuatan tindakan ini adalah pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan tiga kali perhari dapat memantau keadaan pasien secara terus menerus. Jika terjadi perbaikan atau keadaan pasien memburuk dapat diketahui dengan cepat dan segera dilakukan tindakan yang tepat. Kelemahan tindakan ini adalah pasien akan merasa tidak nyaman.
2. Memberikan terapi antibiotic sesuai program terapi (ampisilin 4 x 1 gr, gentamisin 2 x 2 ml)
Kekuatan dari tindakan ini adalah pemberian antibiotik bisa mengurangi perkembangan bakteri atau mikro organisme di sekitar luka. Kelemahan tindakan ini adalah akan memperberat kerja ginjal.
3. Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi.
Kekuatan dari tindakan ini adalah pasien dan keluarga dapat mengetahui tentang tanda dan gejala infeksi sehingga jika terjadi infeksi pasien atau keluarga pasien dapat melaporkan dengan cepat. Kelemahan tindakan ini adalah pasien juga bisa salah persepsi dari hal yang di jelaskan sehingga bisa salah dalam menentukan tindakan berikutnya.
4. Mengobseervasi tanda-tanda infeksi
Memonitor tanda-tanda infeksi dengan memonitor adanya kemerahan, edema, dan panas serta bau tidak enak dari luka. Jika diketahuai adanya tanda-tanda infeksi dapat dilakukan pengobatan lebih dini sehingga dapat mencegah infeksi lebih lanjut. Adanya edema, eritema dan bau tidak enak dapat menandakan timbulnya infeksi lokal atau nekrosis lokal atau nekrosis jaringan yang dapat mempersulit penyembuhan ( Doenges, 1999:774 ).
Kekuatan dari tindakan ini adalah dapat mendeteksi terjadinya gangguan penyembuhan luka. Kelemahan dari tindakan ini adalah hal ini tidak dapat dilakukan setiap saat karena seringnya membuka balutan dapat meningkatkan frekuensi sering terpapar dengan lingkungan.
5. Melakukan perawatan luka sesuai program terapi
Mengganti balutan luka atau perawatan luka dengan teknik steril dilakukan karena dengan teknik steril dapat meminimalkan kesempatan introduksi bakteri sehingga dapat menurunkan resiko tinggi infeksi (Doenges, 1999:79 ).
Kekuatan tindakan ini adalah dapat memberikan rasa nyaman pada pasien dan meminimalkan infeksi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien terasa nyeri saat dilakukan perawatan luka.
Penulis dalam melakukan implementasi kurang dalam diagnosa nyeri akut. Implementasinya seperti menjelaskan kepada pasien atau keluarga mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan risiko terhadap infeksi, membantu pasien ataukeluarga untuk mengidentifikasi factor di lingkungan mereka, gaya hidup dan praktik kesehatan yang meningkatkan risiko infeksi ( Wilkinson, J.M, 2007:263 ).
Hasil evaluasi dilakukan pada tanggal 19 Mei 2009 jam 17.00 WIB data subyektif pasien mengatakan tidak merasa gatal-gatal di sekitar balutan. Data obyektifnya balutan infus, luka operasi dan kateter bersih, terbebas dari tanda-tanda infeksi ( gatal-gatal, kemerah-merahan ), awal sering dengan tujuan konsisten dan akhir konsisten, menujukan hygine yang adekuat awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten dan akhir kadang-kadang, balutan infuse, bekas operasi dan kateter bersih awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten dan akhir konsisten. Hal ini berarti masalah resiko infeksi belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu pantau tanda-tanda infeksi, lakukan perawatan luka sesuai program terapi, monitor tanda-tanda vital, berikan terapi antibiotic sesuai program terapi ( ampisilin 4 x 1gr, gentamisin 2 x 2 ml ).
Hasil evaluasi pada hari rabu tanggal 20 Mei 2009 jam 11.00 WIB data subyektif pasien mengatakan tidak merasa gatal-gatal di sekitar balutan. Data obyektifnya balutan infus, luka operasi dan kateter bersih, terbebas dari tanda-tanda infeksi ( gatal-gatal, kemerah-merahan ), awal sering dengan tujuan konsisten dan akhir konsisten, menujukan hygine yang adekuat awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten dan akhir kadang-kadang, balutan infuse, bekas operasi dan kateter bersih awal kadang-kadang dengan tujuan konsisten dan akhir konsisten. Hal ini berarti masalah resiko infeksi belum teratasi. Nursing interventions classification selanjutnya yaitu pantau tanda-tanda infeksi, lakukan perawatan luka sesuai program terapi, monitor tanda-tanda vital, berikan terapi antibiotic sesuai program terapi ( ampisilin 4 x 1 gr, gentamisin 2 x 2 ml )

D. Diagnosa keperawatan yang tidak muncul
1. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Defisit pengetahuan adalah tidak ada atau kurangnya informasi pengetahuan tentang topik yang spesifik ( Wilkinson, J.M, 2007:270 ).
Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berhubungan dengan kondisi atau rencana pengobatan ( Carpenito, 2000:223 ).
Diagnosa ini tidak dimunculkan karena saat dikaji pasien mengatakan pasien mengatakan sudah mendapat penjelasan tentang penyakitnya dari perawat dan dokter.
Seharusnya penulis mengagkat diagnosa ini karena pasien yang habis operasi perlu penjelasan tentang perawatan yang perlu di lakukan di rumah dan hal-hal yang perlu di hindari sesuai dengan penyakitnya.
2. Gangguan eliminasi BAB: Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus
Konstipasi adalah penurunan frekuensi dalam defekasi dikuti oleh kesulitan pengeluaran feses yang tidak tuntas atau feses keras dan kering (NANDA, 2006:79 ). Dengan batasan karakteristiknya adalah perubahan pola BAB, distensi abdomen, perubahan dalam bunyi perut, feses kering dan keras, nyeri saat defekasi dan perasaan penuh pada rectal (NANDA, 2006:79).
Adapun batasan karateristiknya yaitu pasien mengharapkan defekasi setiap hari, mengharapkan keluarnya feses pada waktu yang sama setiap hari, terlalu berlebihan dalam penggunaan laksatif, enema, dan suposituria (Wilkinson, J.M, 2007:303 ).
Diagnosa ini tidak dimunculkan karena saat dikaji pasien mengatakan tidak mengalami gangguan BAB dan tidak ada tanda yang menunjukan resiko terhadap konstipasi.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan takut untuk bergerak, nyeri
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih (sebutkan tingkatnya) : tingkat 0 : mandiri penuh, tingkat 1 : memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu, tngkat 2 : memerlukan bantuan dari orang lain untuk pertolongan, pengawasan atau pengajaran, tingkat 3: membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan atau alat bantu, tingkat 4 : ketrgantungan, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas ( Wilkinson, J.M, 2007:303 ).
Adapun batasan karateristiknya yaitu penurunan waktu reaksi, kesulitan bergerak, terlibat dalam penggantian pergerakan, perubahan cara berjalan, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar, keterbatasan rentang pergerakan, tremor yang di induksi oleh pergerakan, melambatnya pergerakan, pergerakan takterorganisasi ( wilkinson, J.M, 2007:303 ).
Diagnosa ini tidak di angkat karena pasien sudah latihan miring di bantu oleh keluarga tetapi seharusnya penulis mengangkat diagnosa ini karena pasien perlu pemantauan terus soal mobilitasnya.

DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentas iKeperawatan. Edisi 2. Alih bahasa Monica Ester. EGC: Jakarta
Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, Alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC: Jakarta
______, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, Edisi 3, Alih bahasa I Made Kariasa. EGC: Jakarta
NANDA, 2006. Diagnosa Keperawatan. PSIK-FK UGM: Yogyakarta
Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta
http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel-kesehatan2.htlm. Ditulis oleh Rizal tahun 2007 dan diakses tanggal 17 Juli 2008 pukul 10.00 WIB.
http://www.kompas.com/kesehatan/news. Ditulis oleh Romi tahun 2006 dan diakses tanggal 17 Juli 2008 pukul 10.00 WIB.
http://susternada.blogspot.com/2007/07/hernia.html. Ditulis oleh Suster Nanda tahun 2007 dan diakses tanggal 19 Mei 2009 pukul 16.00 WIB.
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2008/12/askep-hernia.html. Ditulis oleh Khaidir tahun 2007 dan diakses tanggal 19 Mei 2009 pukul 16.00 WIB.
http://ilmu-ilmukeperawatan.blogspot.com/2009/03/download-asuhan-keperawatan-medikal.html. Ditulis oleh Samsudin tahun 2007 dan diakses tanggal 19 Mei 2009 pukul 16.00 WIB.
http://rahimul.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-hernia.html. Ditulis oleh Rahimul tahun 2009 dan diakses tanggal 19 Mei 2009 pukul 16.00 WIB.

Tidak ada komentar: