Sabtu, 27 Juni 2009

ASKEP ASFIKSIA NEONATORUM

TUGAS TERSTRUKTUR
KEPERAWATAN MATERNITAS

ASFIKSIA NEONATORUM









Oleh :

edi purnama
stikes muhammadiyah gombong


ASFIKSIA NEONATORUM


I. KONSEP TEORI
A. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis (Rusepno dkk, 1985)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).

B. Etiologi
Penyebab asfiksia neonatorum biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya diabetes melitus, preeklampsia berat atau eklampsia, eritoblastosis faetalis, kelahiran kurang bulan (<34 minggu), kelahiran kewat waktu, plasenta previa, solusio plasentae, korioamniotik, hidramnion, dan oligohidramnion, gawat janin serta pemberian obat anastesi atau narlotik sebelum kelahiran.

C. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Pernafasan spontan BBL bergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transient). Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Secara klinis asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnea (primary apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnea kedua (secondary apnea). Pada tingkat ini disamping bradikardi ditemukan pula penurunan tekanan darah. Disamping terjadi perubahan klinis akan terjadi gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi.
Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organik yang terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan timbulnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya:
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan
3. Pengisisan udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
Keadaan ini akan berakibat buruk terhadap sel otak dan otak akan mengalami kerusakan dan dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi.

D. Tanda dan Gejala
1. Distress pernafasan (apnea atau mengap-mengap)
2. Detak jantung < 100x
3. Refleks/ respon bayi lemah
4. Tonus otot menurun
5. Warna kulit biru pucat

E. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatorum antara lain:
1. Edema otak
2. Perdarahan otak
3. Anuria atau oliguria
4. Hiperbilirubinemia
5. Enterokolitis nekrotikans
6. Kejang
7. Koma
8. Pneumothorax oleh karena tindakan bag ang mask

F. Prognosis
Dilakukan pemantauan nilai Apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai Apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor menvapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi, karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
Berdasarkan skor Apgar menit pertama, asfiksia neonatorum dibagi menjadi:
1. Asfiksia ringan : skor Apagar 4-6
2. Asfiksia berat : skor Apgar 1-3

Nilai Apgar
klinis 0 1 2
detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
pernafasan Tidak ada tak teratur tangis kuat
refleks saat jalan nafas dibersihkan Tidak ada Menyeringai batuk/bersin
tonus otot lunglai fleksi ekstrimitas (lemah) fleksi kuat gerak aktif
warna kulit biru pucat tubuh merah ekstrimitas biru merah seluruh tubuh


G. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium darah: darah rutin, ABG, serum elektrolit
b. Radiology : RO dada, USG kepala





















H. Pathway Keperawatan































I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Resusitasi diberikan secepat mungkin tanpa menunggu perhitungan Apgar skor
2. Langkah resusitasi mengikuti prinsip ABC:
a. Pertahankan jalan nafas
b. Bangkitkan nafas spontan dengan stimulasi taktil atau tekanan positif menggunakan bag and mask atau melalui pipa endotrakeal
c. Pertahankan sirkulasi jika perlu dengan kompresi dada dan obat-obatan
d. Pada asfiksia ringan berikan bantuan nafas dengan oksigen 100% melalui bag and mask selama 15-30 detik.
e. Bila dalam 30 detik denyut nadi masih <80x/ menit, lakukan kompresi dada dengan dua jari pada 1/3 bawah sternum sebanyak 120x/ menit.
f. Intubasi endotrakeal dilakukan oleh tenaga terlatih pada bayi yang tidak respon terhadap bantuan nafas dengan bag and mask atau pada bayi dengan asfiksia berat.
Tindakan lain meliputi:
a. Pengisapan cairan lambung untuk menghindari adanya regurgitasi dan aspirasi.
b. Faktor aseptik dan antiseptik dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi.
c. Oksigen hiperbarik, yaitu bayi diletakkan dalam ruangan tertutup yang berisi oksigen dengan tekanan oksigen tinggi. Cara ini dianggap memperlihatkan hasil yang sama dengan ventilasi tekanan positif.





II. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Pernafasan yang cepat
2. Pernafasan cuping hidung
3. Sianosis
4. Nadi cepat
5. Reflek lemah
6. Warna kulit biru atau pucat
7. Penilaian apgar skor menunjukkan adanya asfiksia, seperti asfiksia ringan (7-10), sedang (4-6), dan berat (0-3)
B. Diagnosis / masalah keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi.
3. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif.
C. Rencana Asuhan Keperawatan (tujuan dan kriteria hasil, intervensi dan rasionalisasi)
1. DP 1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan pertukaran gas dapat diatasi
NOC :
a. Status respiratorius : pertukaran gas
b. Status respiratorius : ventilasi
Kriteria hasil :
a. Tidak sesak nafas
b. Fungsi paru dalam batas normal
c. PaO2, PaCO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.
NIC :
a. Manajemen asam-basa:
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas, dan produksi sputum.
R : Perubahan pola nafas menunjukkan sistem respiratorius yang tidak normal
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri.
R : Penurunan saturasi O2 menunjukkan adanya hipoksia.
3 ) Pantau hasil analisa gas darah
R : Untuk mengetahui adanya asidosis respiratorik atau asidosis metabolik.
4) Observasi terhadap sianosis
R : Sianosis menandakan pasien mengalami kekurangan oksigen yang akan dapat mengakibatkan terjadinya hipoksemia.
b. Manajemen jalan nafas:
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lendir
R: Pengisapan lendir dilakukan untuk membebaskan jalan nafas (airway)
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan
R: Observasi kondisi klinis akan memberikan perbandingan perubahan yang terus menerus.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
R: Setiap kemunduran gejala klinis dengan kontrol oksigen mengindikasikan ketidakmampuan neonatus untuk berkompensasi terhadap hipoksia.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik
6) Berikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
2. DP II
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas menjadi efektif.
NOC :
a. Status respirasi : ventilasi
b. Status tanda vital : suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah
Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif
b. Ekspansi dada simetris
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan
d. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
NIC :
a. Manajemen jalan nafas :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lendir
R : Pengisapan lendir dilakukan untuk membebaskan jalan nafas (airway)
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik
6) Berikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
b. Pemantauan jalan nafas :
1) Pantau tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu tubuh.
2) Memonitor perfusi jaringan tiap 2-4 jam
3) Memonitor intake dan out put
4) Melakukan kolaborasi dalam pemberian vasodilator.
3. DP III
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka tidak terjadi infeksi.
NOC:
Status tanda vital: suhu, nadi, tekanan darah, respirasi
Kriteria Hasil:
a. Suhu tubuh bayi dan tekanan darah stabil
b. Tidak terjadi infeksi
NIC:
a. Berikan perawatan dengan prinsip aseptik technique
R: Untuk mencegah infeksi
b. Berikan perhatian yang cermat dalam mengontrol infeksi, bersihkan peralatan yang dipakai pasien secara teratur dan gunakan selang steril.
R: Penurunan ekspansi paru merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder.
c. Observasi bayi terhadap tanda ketidakstabilan suhu dan peningkatan konsumsi oksigen serta asidosis.




DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Asfiksia Pada Bayi. http://www.google.com/.
Hidayat, Aziz Alimul (2005) Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika.
Hassan, R., dkk (1985) Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta: Infomedika.
Wilkinson (2007) Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar: