Sabtu, 27 Juni 2009

DEMAM REMATIK

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian demam rematik yang pada intinya sama, yaitu :
Demam rematik adalah suatu penyakit radang yang terutama menyerang sendi dan jantung dan jarang menyerang susunan saraf pusat, kulit dan jaringan subkutis. Penyakit cenderung kambuh, serangan awal maupun serangan kambuhan merupakan komplikasi nonsupuratif akibat infeksi streptokokus grup A pada saluran pernafasan bagian atas ( Ilmu Kesehatan Anak, h. 930 ).
Demam rematik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus beta-hemolytikus grup A. Demam rematik yang menimbulkan gejala sisa pada katub jantung disebut sebagai penyakit jantung rematik ( Kapita Selekta, h. 454 ).
Demam rematik adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik, dapat sembuh sendiri oleh sebab yang belum jelas atau menimbulkan cacat pada katub jantung secara lambat. Demam rematik dianggap sebagai suatu sindroma klinis dengan etiologi tunggal yaitu infeksi pada tenggorok oleh kelompok streptokokus beta hemolitikus grup A. ( Ilmu Penyakit Dalam, h. 1026 ).
Cheddle, 1886, menggambarkan sindrom rematik yang terdiri atas : karditis, poliartritis, korea, dan adanya nodul subkutan serta eritema marginatum.
Collins ( Inggris ) dan Coburn ( USA ), 1931, pada penelitiannya secara bakteriologik dan epidemiologis-imunologis menemukan faringitis streptokokus grup A ada hubungannya dengan demam rematik. Pada tahun 1939, Coburt dan Moore melakukan tindakan preventif terhadap demam rematik dengan pengobatan anti streptokokal. Dan hasilnya dibuktikan oleh Mazzel, Wannamaker, dkk, membuktikan adanya prevensi serangan pertama demam rematik dengan pengobatan adekuat faringitis akibat streptokokus. Dengan demikian, demam rematik merupakan kelanjutan faringitis yang disebabkan streptokokus beta hemolytikus grup A.

B. ETIOLOGI
Serangan awal dan kekambuhan demam rematik dikarenakan infeksi yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolytikus grup A, yang menyerang saluran nafas bagian atas ( tonsillitis, nasofaringitis, faringitis, otitis media ). Beberapa tipe streptokokus grup A yang sering menimbulkan demam rematik yaitu tipe M 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19, 24, 27 dan 29.

Faktor predisposisi :
1. Faktor sosial ekonomi
Insiden secara menyolok lebih tinggi pada golongan sosial ekonomi rendah.
2. Sistem kekebalan tubuh
Reaksi autoimun memegang peranan penting terhadap timbulnya demam rematik.

C. PATOFISIOLOGI
Taranta dan Markowitz ( 1981 ) melaporkan demam rematik merupakan penyebab utama kelainan jantung pada umur 5 – 30 th. Demam rematik dan penyakit jantung rematik merupakan penyebab kematian utama kelainan jantung pada umur kurang dari 45 tahun, dan dari semua penyakit jantung pada semua umur, 25 – 40 % nya adalah penyakit jantung rematik.
Patogenesis demam rematik secara pasti tidak diketahui, akan tetapi ada 2 mekanisme dugaan yang telah diajukan, yaitu :


1. Respon hiperimun baik yang bersifat autoimun atau alergik
Penjelasan dari sudut imunologi ini dianggap sebagai penjelasan yang paling dapat diterima. Reaksi autoimun terhadap infeksi streptokokus secara hipotesis akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam rematik, sebagai berikut :
a) Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi faring.
b) Antigen streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada individu yang hiperimun.
c) Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptokokus, dan dengan jaringan tubuh yang secara antigenik sama seperti streptokokus ( dengan kata lain : antibodi tidak dapat membedakan antara antigen streptokokus dengan antigen jaringan jantung ataupun jaringan tubuh yang lain ).
d) Auto antibodi tersebut bereaksi dengan jaringan tubuh sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.
2. Efek langsung streptokokus atau toksinnya
Streptokokus mengeluarkan banyak toksin dan enzym ( produk ekstrasel ), yang akan berdifusi dari tempat infeksi, dan beberapa toksin seperti streptolisin merupakan kardiotoksik pada binatang. Akan tetapi tidak satupun dari toksin – toksin ini mempunyai kerja toksik langsung pada manusia. Oleh karena banyak bahan ekstrasel bersifat antigenik dan merangsang timbulnya respon antibodi, maka satu keberatan terhadap teori toksin adalah kemungkinan pengaruh merugikan yang ditimbulkan oleh bahan-bahan ini akan dinetralisir oleh antibodi yang beredar. Akan tetapi, terdapat hipotesa bahwa satu dari produk ekstrasel tersebut, yaitu streptolisin O, dapat membentuk kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya terurai, sehingga memungkinkan streptolisin O mewujudkan pengaruh toksiknya.

D. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis umumnya dimulai dengan demam atau arthritis yang timbul setelah 2 – 3 minggu terserang infeksi streptokokus  hemolitikus.
1. Demam
Demam tidak khas, bisa berlangsung sampai berkali-kali dengan tanda-tanda berupa malaise, astenia, penurunan BB. Demam biasanya terdapat pada saat permulaan terjadinya poliarthritis, tipe demam adalah remittent, tetapi umumnya tidak sering melampaui 390 C dan akan kembali normal dalam 2 – 3 minggu, walaupun bila tidak diobati.
2. Sakit Persendian
Bisa berupa artralgia, yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda obyektif radang. Arthritis ialah radang persendian dengan tanda – tanda panas, merah, bengkak atau nyeri tekan dan keterbatasan gerak persendian.
Athritis terjadi pada 70 % pasien dengan demam rematik dan mengenai beberapa persendian secara bergantian selama beberapa hari dalam seminggu ( poliarthritis migrans ). Arthritis sering dimulai pada kaki dan menjalar ke lengan. Tanpa pengobatan, poliarthritis biasanya menghilang dalam 3 minggu tanpa meninggalkan bekas.
3. Pankarditis
Pankarditis berupa endokarditis, miokarditis dan perikarditis. Karditis terjadi pada 50 % demam rematik pertama. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising jantung patologis, kardiomegali yang secara radiologi makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis ( nyeri sekitar umbilikus karena pembengkakan hati dan terdengar friction rub ). Jika aktivitas rematik sudah menurun, yang sering menetap adalah tanda -tanda kerusakan katub.


4. Eritema Marginatum
Eritema marginatum biasanya timbul pada awal penyakit, dapat hilang-timbul tak menentu. Ditemukan pada kurang lebih 5 % pasien, dan biasanya timbul hanya pada pasien dengan karditis. Eritema ini tidak gatal, dengan tepi eritema menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal dengan sentrumnya berwarna pucat. Tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
5. Nodul Subkutan
Ditemukan pada sekitar 5 – 10 % pasien, biasanya timbul dalam minggu-minggu pertama dan hanya pada pasien dengan karditis. Nodul berukurang antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan, serta kulit yang menutupinya tidak menunjukkan tanda radang. Umumnya terdapat pada permukaan ekstensor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
6. Chorea Sydenham ( St. Vitus dance )
Chorea mengenai 15 % pasien demam rematik, dan dianggap sebagai bentuk neurologis demam rematik. Chorea berupa gerakan yang tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskular, biasanya pada otot wajah dan ekstremitas, serta emosi yang labil. Gerakan yang timbul adalah sekonyong-konyong dan tidak dapat diulang lagi, tonus otot menghilang. Gerakan chorea menghilang pada waktu tidur.
7. Manifestasi klinis lain :
a) Nyeri abdomen
b) Mual, muntah dan anoreksia
c) Efusi pleura




E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang / laboratorium pada diagnosis demam rematik akut dibagi atas 3 golongan , walaupun pada kenyataannya pemeriksaan laboratorium baik yang tunggal maupun kombinasi belum ada yang memungkinkan diagnosis spesifik demam rematik akut.
1. Golongan pertama
Meliputi uji radang jaringan akut, yakni reaktan fase akut sbb :
a) Laju Endap Darah ( LED )
Mempunyai variasi lebar antara normal dan abnormal dan dapat meninggi sampai jauh di atas 100 mm. Banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti anemia. Anemia ringan – sedang ( normositik normokrom ) lazim ditemukan pada penderita demam rematik akut.
b) Protein C – Reaktif ( PCR )
Dapat digunakan untuk ukuran beratnya proses. Pada pasien demam rematik akut ditemukan C – Reaktif protein positif.
c) Leukositosis
Leukositosis umumnya sedang dan non – spesifik.
2. Golongan kedua
Uji bakteriologis dan serologis yang membuktikan infeksi streptokokus sebelumnya yaitu : Tes antibodi terhadap streptokokus.
Kurang lebih 80 % penderita akan memperlihatkan kenaikan titer anti streptolisin O ( ASO ). Titer yang berkisar dari 200 – 300 unit saja yang dianggap normal.
3. Golongan ketiga
Meliputi pemeriksaan sbb :
a) Pemeriksaan radiologis : Rontgen
Untuk menemukan adanya kardiomegali dan efusi pericardial
b) Elektrokardiografi ( EKG )
Perpanjangan interval P – R terdapat pada 28 – 40 % pasien., kelainan ini dapat dipakai dalam diagnosis demam rematik. Perubahan EKG lain mencakup gelombang T yang datar / terbalik karena miokarditis dan elevasi S – T akibat perikarditis.
c) Ekokardiografi
Adanya bising jantung.

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam rematik akut secara umum yaitu harus tirah baring yang lamanya sebagai berikut :
NO STATUS KARDITIS PENATALAKSANAAN
1


2

3

4 Tidak ada karditis


Karditis, tidak ada kardiomegali
Karditis, dengan kardiomegali
Karditis, dengan gagal jantung Tirah baring selama 2 mg dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 2 mg, walaupun dengan salisilat.
Tirah baring selama 4 mg dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 4 mg.
Tirah baring selama 6 mg dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 6 mg.
Tirah baring ketat selama masih ada gejala gagal jantung, dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 3 bulan.


Penatalaksanaan khusus demam rematik akut yaitu mencakup pengobatan faringitis dan pencegahan sekunder, sbb :

PENGOBATAN FARINGITIS ( PENCEGAHAN PRIMER ) PENCEGAHAN INFEKSI ( PENCEGAHAN SEKUNDER )
1. Penicillin benzatin G i.m
a) BB<30 kg : 600.000-900.000 u
b) BB>30 kg : 1.200.000 u
diberikan 1 
2. Penicillin per oral 3-4  250 mg ( 10 hari )
3. Eritromisin 40 mg/kg BB/hr dibagi dalam 2-4 dosis ( 10 hr ) 1. Penicillin benzatin G i.m
a) BB<30 kg : 600.000-900.000 u
b) BB>30 kg : 1.200.000 u
diberikan tiap 3-4 mg
2. Penicillin per oral 2  250 mg

3. Eritromisin 40 mg/kgBB/hr dibagi dalam 2-4 dosis
4. Sulfadiazin
a) BB<30 kg : 1 0,5 gr/hr
b) BB>30 kg : 1  1 gr/hr

Sebagai pencegahan sekunder, pasien tanpa karditis diberikan profilkasis minimal 5 tahun sesudah serangan terakhir, sekurangnya sampai usia 18 tahun. Pasien dengan keterlibatan jantung dilakukan pencegahan setidaknya sampai usia 25 tahun.

Pengobatan analgesic dan antiradang yang dianjurkan pada demam rematik :
MANIFESTASI KLINIK PENGOBATAN
Atralgia
Artritis


Karditis Hanya analgesic ( missal : asetaminofen )
Salisilat 100 mg/ kg BB/hari selama 2 minggu dan 25 mg/kgBB/hari selama 4 – 6 minggu.
Prednison 2 mg/kgBB/hari pada minggu kedua, dilanjutkan selama 6 minggu.

Untuk pengobatan karditis. Obat digitalis, umumnya digoksin, diberikan pada pasien dengan karditis berat dan gagal jantung. Dosis digitalisasi total 0,04 – 0,06 mg/kgBB, dosis maksimal 1,5 mg. Untuk rumatan digunakan 1/3 – 1/5 dosis digitalisasi total , dua kali sehari.

Untuk pengobatan korea, pasien korea yang ringan umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada kasus yang lebih berat, obat anti konvulsan dapat mengendalikan korea. Obat yang sering digunakan adalah fenobarbital 15 – 30 mg tiap 6 – 8 jam dan haloperidol, dimulai dengan dosis rendah ( 0,5 mg ) kemudian dinaikkan sampai 2 mg tiap 8 jam, bergantung pada respon klinik.




























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DEMAM REMATIK

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat penyakit
Riwayat infeksi saluran pernafasan atas (Tonsilitis, Nasofaringitis, Faringitis, Otitis Media).
2. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan / Kelelahan, nyeri sendi, insomnia
Tanda : Gelisah, takikardi, gangguan pada TD
3. Auskutasi Jantung
Tanda : Bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole
: Takikardi, hipertermi
: Gambaran EKG : P - R memanjang, gelombang T datar / terbalik, elevasi S - T
4. Monitor Komplikasi Jantung (CHF dan arrhythmia)
5. Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, anoreksia
Tanda : Penurunan BB, hepatomegali, distensi abdomen
6. Neurosensori
Gejala / tanda : Kelemahan, letargi
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri sendi, nyeri abdomen
8. Keamanan
Gejala : Kehilangan kekuatan / tonus otot
Tanda : Nodula, kemerahan, lecet
9. Monitor adanya lesi pada kulit
Gejala : Nyeri
Tanda : kulit kemerahan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kehilangan tonus otot
2. Hipertermi berhubungan dengan peradangan sistemik, sepsis
3. Gangguan keseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah dan anoreksia
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan poliarthritis migrans
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan nodula subkutan, eritema merginatum

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kehilangan tonus otot
Tujuan : Tingkat aktivitas optimum / fungsi tercapai kembali
Kriteria Hasil : Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya disneu, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Periksa TTV sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretik Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat ( vasodilatasi ) ataupun perpindahan cairan
2 Catat respon kardiopulmoner terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, pucat, berkeringat


Penurunan / ketidakmampuan miokard untuk mekan vol sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan pean segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan O2, juga pean kelemahan dan kelelahan
3 Kaji presipitator / penyebab kelemahan, contoh : pengobatan, nyeri, obat, radang Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (  bloker, tranquilizer, sedatif ). Nyeri dan stress juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan
4 Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas Dapat menunjukkan pean dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas
5 Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi kebutuhan O2 yang berlebihan

2. Hipertermi berhubungan dengan peradangan sistemik, sepsis
Tujuan : Mengembalikan suhu tubuh dalam batas normal
Tidak mengalami komplikasi.
Kriteria Hasil : klien tidak kedinginan, suhu tubuh dalam batas normal (37-380).
NO INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1 Pantau suhu tubuh pasien (derajat dan pola ), perhatikan menggigil / diaforesis Suhu 38,90 - 41,40 C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu diagnosis. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
2 Pantau suhu lingkungan, batasi / tambah linen tempat tidur, sesuai indikasi. Suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati N ( 370 – 380C ).
3 Berikan kompres dan mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Dapat membantu mengurangi demam.
Kolaborasi
4 Berikan antipiretik. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
5 Berikan antibiotik sesuai indikasi. Membasmi atau memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum / penyakit khusus.

3. Gangguan keseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah dan anoreksia
Tujuan : Nutrisi adekuat dan masukan cairan terpelihara
Kriteria hasil :Bayi menerima kalori dan nutrisi esensial yang adekuat
Bayi memperlihatkan penambahan berat badan yang tetap (20-30 gr/hari)
NO INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1 Buat tujuan BB minimum dan kebutuhan nutrisi harian Malnutrisi : kondisi gangguan minat yang menyebabkan depresi, agitasi dan mempengaruhi fungsi kognitif / pengambilan keputusan. Perbaikan status nutrisi meningkatkan kemampuan berpikir dan kerja psikologis.
2 Kaji kesiapan untuk menyusu, khususnya kemampuan untuk menelan dan bernapas. Jika bayi tidak dapat menyusu, perlu pemberian makanan parenretal.
3 Susui bayi (ASI/dot) jika dapat menghisap dengan kuat, menelan dan ada gangguan refleks. Adanya gangguan refleks dapat menyebabkan aspirasi.
4 Pertahankan jadwal penimbangan BB teratur dan timbangan yang sama Memberikan catatan lanjut penurunan dan / atau peningkatan BB yang akurat.
5 Ikuti petunjuk untuk memberikan formula (volume dan konsistensi) Untuk menghindari intoleransi menyusui
Kolaborasi
6 Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan RS sesuai indikasi Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status nutrisi.
7 Berikan diet cair dan / makanan selang / hiperalimentasi bila diperlukan Bila masukan kalori gagal untuk memenuhi kebutuhan metabolik, dukungan nutrisi dapat digunakan untuk mencegah malnutrisi/ kematian, sementara terapi dilanjutkan
8 Hindari pemberian laksatif Penggunaannya berakibat buruk karena digunakan sebagai pembersih makanan / kalori tubuh oleh pasien

4. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan poliarthritis migrans
Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol
Kriteria Hasil :Bayi memperlihatkan tidak ada atau minimal tanda-tanda nyeri
NO INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1 Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas. Catat faktor – faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit nonverbal Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
2 Berikan matras / kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan Matras lembut / empuk, bantal besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri
3 Dorong orang tua untuk memberikan perlakuan yang nyaman, jika memungkinkan Untuk menghilangkan ansietas dan meningkatkan istirahat.
4 Berikan massase yang lembut Meningkatkan relaksasi / mengurangi tegangan otot.
5 Mandikan bayi dengan air hangat. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari
6 Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan / rasa sakit pada sendi.
7 Kelola analgesic, anti peradangan dan antipiretik sesuai resep untuk control nyeri Mengurangi nyeri dan menurunkan tegangan otot.
Menurunkan demam dan inflamasi.
8 Gunakan tindakan pendinginan seperlunya. Panas merupakan kontraindikasi pd adanya sendi-sendi yang panas & bengkak


5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan nodula subkutan, eritema marginatum
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit
Kriteria Hasil : Kulit tetap bersih dan utuh dengan tidak ada iritasi atas injuri.
NO INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1 Kaji integritas kulit luka, catat perubahan pada turgor, warna, hangat lokal, eritema Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan immobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2 Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak / di tempat tidur Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit, membatasi iskemi jaringan / mempengaruhi hipoksia seluler.
3 Jaga agar permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun Area lembab / terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebih dan meningkatkan iritasi.
4 Bantu untuk latihan rentang gerak pasif / aktif Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
Kolaborasi
5 Gunakan alat pelindung, mis. kulit domba, keranjang, bantal Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah / menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.


DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. Ilmu Kesehatan Anak bagian I. 1994. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. 2001. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran jilid II. 2000. Jakarta : Media Aesculapius
Price, Silvia A, dkk. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit jilid I. 1995. Jakarta : EGC
Suriadi dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada anak. Edisi:1. Jakarta: CV Sagung Seto
Suyono, Slamet, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. 2001. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Thomson, A. D, dkk. Catatan kuliah Patologi jilid III. 1997. Jakarta : EGC

























TUGAS KEPERAWATAN ANAK II
DEMAM REMATIK






DISUSUN OLEH :
ANIK.S
AYOM NILAMSARI
NURLAILA
WAHADI
TRI SUSILOWATI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2004
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demam rematik merupakan suatu penyakit siitemik akut atau kronik, dapat sembuh sendiri oleh sebab yang belum jelas atau menimbulkan cacat pada katup jantung secara lambat. Sedangkan penyakit jantung rematik merupakan penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis rematik akut yang berkali-kali. Demam rematik dan penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama cacat dan kematian karena kelainan jantung pada anak dan remaja. Dalam setahun, lebih dari 15 juta orang didunia meninggal karena penyakit sirkulasi. Diantaranya, 500 ribu orang meninggal karena demam rematik dan penyakit jantung rematik.
Di Negara-negara berkembang sendiri, seperti Indonesia jumlahnya meningkat hampir 50% tiap tahun. Hal ini semakin diperburuk dengan meningkatnya penderita penyakit sirkulasi (World Health Report 1997, WHO). Penyakit jantung rematik terbanyak terdapat pada sentra industri dengan populasi yang berlebihan. Hanafiah (1980) menemukan jumlah pasien penyakit jantung rematik yang dirawat di RS dibanding semua pasien jantung dewasa berkisar antara 17-20%, kecuali di Yogyakarta 32%. Saleh (1982) juga melaporkan angka 9-38%. Ketahanan pasien dengan penyakit jantung rematik di Surabaya, setelah diadakan follow up sesudah 5 tahun menunjukan angka mortalitas 42%. Demam rematik dan penyakit jantung rematik di Indonesia masih merupakan masalah penyakit anak yang memerlukan perhatian khusus.






B. TUJUAN
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit demam rematik.

Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
1) Menjelaskan definisi Demam Rematik
2) Menjelaskan etiologi Demam Rematik
3) Menjelaskan patofisiologi Demam Rematik
4) Menjelaskan manifestasi Klinik Demam Rematik
5) Menjelaskan pemeriksaan Penunjang Demam Rematik
6) Menjelaskan penatalaksanaan Demam Rematik
7) Menjelaskan asuhan keperawatan Demam Rematik
8) Mendemonstrasikan asuhan keperawatan Demam Rematik

Tidak ada komentar: